Sepakbola di Turki mengingatkan kepada Italia tahun 1990-an. Saat itu sepakbola di Italia didominasi kesebelasan-kesebelasan kawasan utara, sementara Turki dari dulu sampai sekarang dikuasai perwakilan-perwakilan dari Istanbul.
Namun jauh dari kota lintas benua Eurasia sana, ada daerah yang selalu berambisi memecahkan dominasi Istanbul. Sama seperti keinginan Italia Tengah dan Selatan yang ingin mengakhiri dominasi kawasan utara. Daerah itu berada di bagian timur laut, yaitu Kota Trabzon. Di kota itulah kesebelasan sepakbola Trabzonspor terbentuk.
Meskipun terbentuknya Trabzonspor adalah karena niatan menghancurkan dominasi Istanbul, tapi kelahiran mereka ternyata dipenuhi dengan ketidakinginan atau keterpaksaan. Proses berdirinya Trabzonspor persis seperti lahirnya AS Roma, melalui merger beberapa kesebelasan di kota tersebut. Bedanya, di Roma ada Lazio yang membangkang untuk disatukan sehingga menjadi kebencian di Derby della Capitale.
Sementara di Trabzon, pada 1960-an kota tersebut memiliki dua kesebelasan yang memiliki rivalitas tinggi, yaitu Idmangucu dan Idmanocagi. Tentu saja kedua kesebelasan itu tidak rela dimerger atas nama rivalitas. Tapi Federasi Sepakbola Turki tetap menuntut penyatuan kesebelasan di beberapa kota agar meningkatkan daya saing kompetisi sepakbola.
Akhirnya Idmangucu dan Idmanocagi bersedia disatukan dan resmi menjadi Trabzonspor pada 2 Agustus 1967. Mereka mengawali karier di Divisi kedua Turki dan baru bisa berlaga di Liga Super (divisi teratas) pada 1974/1975. Tidak perlu waktu terlalu lama, Trabzonspor berhasil menjuarai Liga Super Turki pada musim berikutnya. Gelar Liga Super Turki 1975/1976 itu menjadikan Trabzonspor sebagai kesebelasan pertama yang juara selain dari Istanbul.
Tapi catatan juara terakhir Trabzonspor di Liga Turki sejauh ini terhenti di 1983/1984. Sampai sekarang, kesebelasan berjuluk Karadeniz Firtinasi ("Petir Laut Merah") itu belum meraih gelar serupa. Sementara gelar terakhir Trabzonspor adalah Piala Super Turki 2010. Gelar itu diaraih karena musim sebelumnya mereka berhasil menjuarai Piala Turki 2009/2010.
Kendati demikian, Trabzonspor terus memberikan ancaman bagi kesebelasan Turki lainnya, terutama perwakilan dari Istanbul seperti Besiktas, Fenerbahce, dan Galatasaray. Hanya saja, Trabzonspor sedikit tidak konsisten dalam dua musim terakhir. Mereka keluar dari empat besar dan sampai harus terlempar ke peringkat 12 pada klasemen akhir Super Lig 2016/2017.
Jatah mereka di posisi empat besar, nampak mulai tersingkir oleh kehadiran Istanbul Basaksehir yang baru dibentuk pada 1990 dan direformasi lagi tiga tahun lalu. Artinya, dominasi papan atas klasemen musim lalu didominasi seluruhnya oleh kesebelasan dari Istanbul. Dan Trabzonspor yang ingin memecahkan dominasi Istanbul di sepakbola Turki justru semakin berat.
Upaya bangkit kembali
Tentu saja kesebelasan besutan Ersun Yanal itu ingin kembali menembus papan atas Super Lig musim depan. Mereka pun mulai berbenah, terutama di sektor tengah. Tapi Marouane Fellaini (Manchester United) dan Mousa Sissoko (Tottenham Hotspur) sulit didatangkan. Alternatifnya adalah menggaet Juraj Kucka dari AC Milan seharga 4,2 juta paun.
Jika dilihat dari transfer, mendatangkan Kucka saja belum cukup. Selain Kucka, Trabzonspor baru mendatangkan Burak Yilmaz (Beijing Sinobo) Kamir Gorekci (Eskisehirspor) dan Theo Bongonda (Celta Vigo) yang bisa dibilang berkualitas. Apalagi mereka baru kehilangan Mehmet Ekici yang merupakan gelandang serang andalannya musim lalu.
Ironisnya, Ekici dilepas ke Fenerbahce yang merupakan kesebelasan Istanbul yang paling dibenci para pendukung Trabzonspor. Catatan musim lalu dan lambatnya pergerakan transfer itulah yang membuat Trabzonspor diragukan lagi mendobrak dominasi Istanbul di sepakbola Turki. Ya, Istanbul, lagi-lagi kesebelasan-kesebelasan itu. Semakin sulit juga karena persaingan dengan Istanbul bertambah dengan adanya Basaksehir.
Komentar