Pertandingan kandang pertama Manchester City di Liga Primer Inggris musim ini diwarnai dengan hasil imbang 1-1 menghadapi Everton. Kesebelasan asuhan Josep Guardiola sempat tertinggal melalui gol dari Wayne Rooney di menit ke-35.
Mereka kemudian tambah kerepotan karena harus bermain dengan 10 pemain setelah Kyle Walker mendapatkan kartu kuning kedua pada menit ke-44. Meskipun kalah jumlah pemain, City mampu tampil lebih meyakinkan di babak kedua, dan mereka pun mendapatkan gol penyama kedudukan pada menit ke-82 melalui Raheem Sterling.
Sementara itu, Everton yang diasuh oleh Ronald Koeman sebelumnya belum pernah kebobolan sepanjang musim ini. Mereka bermain lebih pasif, tapi pada akhirnya kebobolan juga meskipun sudah bertahan mati-matian menghadapi gempuran Man City di babak kedua.
Tidak kebobolannya The Toffees sampai menit ke-82 bisa dibilang karena diuntungkan oleh keunggulan jumlah pemain atas City, meskipun menjelang akhir pertandingan mereka pun harus kehilangan satu pemain akibat Morgan Schneiderlin mendapatkan kartu kuning kedua.
Risiko terlalu banyak mengoper dari belakang
Bermain dengan skema tiga bek, Guardiola merancang kesebelasannya untuk membangun serangan dari belakang. Akan tetapi, cara bermainnya ini memiliki risiko tersendiri. Karena mereka sering melakukan oper-operan (total 560 operan dengan akurasi 82%) sejak di sepertiga lapangan sendiri, maka beberapa operan mereka yang gagal juga datang dari area pertahanan mereka sendiri.
Gambar 1 – Grafis operan gagal Manchester City – Sumber: Squawka
Dari gambar operan gagal Man City di atas, kita bisa melihat setidaknya ada 17 operan gagal mereka yang terjadi di wilayah lapangan mereka sendiri, dengan mayoritas terjadi di sisi kiri, di mana Leroy Sane berkontribusi pada tiga di antaranya.
Dari operan-operan gagal di wilayah sendiri ini, City beberapa kali kerepotan, terutama juga karena salah satu penyerang Everton, Dominic Calvert-Lewin, bermain impresif melalui pergerakannya.
Gol Rooney berawal dari Sane yang salah mengoper di wilayahnya sendiri. Mason Holgate berhasil melakukan intersepsi kemudian ia mengoper kepada Calvert-Lewin yang lolos dari jebakan offside. Calvert-Lewin selanjutnya berhasil mengirimkan asis kepada Rooney untuk membuat mantan penyerang Manchester United tersebut mencetak golnya yang ke-200 di Liga Primer.
Kedua kesebelasan saling mengubah skema
The Citizens sebenarnya berhasil menguasai pertandingan. Mereka lebih banyak menguasai bola (65,3%), menciptakan peluang (15 banding enam), dan menembak (19 banding tujuh). Mereka bisa saja lebih menguasai pertandingan lagi (untuk kemudian memenangkannya) jika Walker tidak diusir oleh wasit Robert Madley.
Kartu kuning kedua Walker memang menimbulkan perdebatan. Bahkan sejujurnya baik Walker maupun Schneiderlin (menjelang akhir pertandingan) tidak layak mendapatkan kartu kuning kedua. Kedua pemain bernomor punggung 2 ini sedang tidak beruntung. Tapi, kita tidak sedang menganalisis wasit di sini.
Setelah bermain dengan 10 pemain, Man City dua kali mengubah bentuk formasi dan skema permainan mereka.
Gambar 2 – Perubahan bentuk formasi Man City setelah bermain dengan 10 pemain – Dibuat di ShareMyTactics
Pertama, ia memainkan formasi “berlian di belakang” (gambar 2, bagian tengah) untuk membuat skema tiga beknya terasa seperti empat bek dengan Fernandinho sebagai gelandang bertahan, sementara Stones sebagai pengalir utama bola dari belakang.
Sama seperti Man City, Everton juga memainkan skema tiga bek sejak awal. Namun setelah City kehilangan Walker, Koeman meresponsnya justru dengan mengganti salah satu bek tengahnya (Ashley Williams) dengan gelandang (Davy Klaassen).
Berbarengan dengan pergantian pemain tersebut, Koeman juga memberikan debut kepada pemain termahal Everton, Gylfi Sigurdsson, untuk menggantikan Tom Davies. Dipikir-pikir, beruntung juga Everton memiliki dua "pemain rahasia" Liga Primer, yaitu Sigurdsson dan Idrissa Gueye.
Dengan pergantian pemain ini, Koeman mengganti skema menjadi empat bek, tepatnya 4-5-1, dengan Calvert-Lewin sebagai pemain di posisi paling depan. Ia bermaksud menguasai lini tengah.
Namun, usahanya tersebut berhasil direspons oleh Guardiola juga dengan memainkan skema empat bek (gambar 2, bagian paling kanan). Dengan perubahan keduanya ini, Guardiola bermaksud menghubungkan setiap lini kesebelasannya dengan bentuk seperti empat berlian dari kiper (Ederson) sampai ke gelandang serang (Sterling).
Everton sulit menyerang meskipun unggul jumlah pemain
Mungkin kita mewajarkan Everton bermain agak bertahan di kandang lawan yang lebih kuat di atas kertas. Lagipula, mereka memainkan tiga pertandingan tandang berturut-turut dari dini hari nanti sampai akhir pekan nanti. Jadi, tidak ada salahnya untuk lebih pasif.
Akan tetapi, menghadapi 10 pemain City pun mereka masih kesulitan melakukan penetrasi ke dalam kotak penalti lawan. Selama 90 menit, Everton hanya berhasil mengirimkan empat bola ke dalam kotak penalti, itu pun tiga di antaranya lewat set piece. Sementara City berhasil mencatatkan 24.
Gambar 3 – Peluang yang diciptakan Everton (kiri) dan Manchester City (kanan) – Sumber: Squakwa
Satu-satunya serangan meyakinkan mereka adalah saat berhasil mencetak gol. Ironisnya, itu terjadi saat City masih bermain dengan 11 pemain.
Sebenarnya hal ini tidak salah. Begitupun dengan respons Koeman untuk mengganti skema dari tiga bek menjadi empat bek (4-5-1) setelah City kehilangan Walker. Namun, bukannya memasukkan pemain cepat untuk serangan balik (mereka punya Kevin Mirallas dan Ademola Lookman di bangku pemain pengganti), Koeman malah memasukkan Sigurdsson dan berharap pada bola mati.
Praktis hal ini membuat mereka tidak bisa berbuat banyak setelah kebobolan. Apalagi setelah Schneiderlin juga diusir.
Koeman mungkin puas dengan hasil imbang ini. Tapi melihat prosesnya (bukan hasilnya), Guardiola seharusnya bangga dengan respons taktikalnya dan juga dengan para pemainnya. Kesimpulannya, pertandingan ini menyajikan pertarungan fisik, teknik, dan taktik yang menarik.
Foto: Twitter Squawka
Komentar