Timnas Indonesia akhirnya gagal meraih target emas dalam ajang sepakbola SEA Games 2017. Pada babak semifinal, mereka ditaklukkan oleh timnas Malaysia dengan skor tipis 1-0. Indonesia kembali bersedih, karena kembali gagal meraih sebuah trofi juara dalam sebuah ajang multinasional, terkhusus Asia Tenggara.
Indonesia sebenarnya meraih perunggu karena berhasil mengandaskan Myanmar di tempat ketiga. Namun apalah arti medali perunggu, kala sebenarnya target yang dicanangkan adalah medali emas. Dengan gagalnya timnas meraih medali emas ini, apalagi segala kebijakan dicurahkan untuk meraih emas, berarti target awal yang dicanangkan gagal dicapai. Apapun alasannya, kegagalan tetaplah kegagalan.
Namun, dari kegagalan mereka di ajang SEA Games 2017 ini, sebenarnya ada beberapa pelajaran yang bisa digali oleh para pemain timnas. Pelajaran yang penting untuk masa depan timnas Indonesia nantinya.
Emosi yang harus bisa lebih ditahan
Masalah emosi ini adalah masalah tersendiri yang sudah muncul di tubuh timnas Indonesia pada fase grup. Cukup banyaknya kartu kuning yang diraih oleh pemain Indonesia (total 13 kartu kuning yang didapat timnas Indonesia selama fase grup) mencerminkan emosi para pemain yang masih dengan mudah meletup-letup.
Soal emosi ini berdampak terhadap hukuman akumulasi kartu yang didapat oleh para pemain timnas. Seringkali para pemain timnas mendapatkan kartu kuning yang tidak perlu akibat bersitegang dengan pemain lawan, seperti kartu kuning yang didapat oleh Hansamu Yama dalam laga melawan Kamboja. Padahal saat itu situasinya cukup krusial, di mana akhirnya kartu kuning tersebut membuat sang kapten absen di laga semifinal (akhirnya Indonesia kalah).
Selain itu, emosi yang mudah meluap-luap ini mencerminkan mentalitas para pemain timnas yang masih lemah untuk ajang internasional. Kerap beberapa kali pemain timnas terpancing amarahnya karena masalah yang sepele. Pertama kartu kuning yang diterima Hansamu di laga melawan Thailand di match pertama. Kedua ketika Hanif Sjahbandi dengan mudahnya mendapat dua kartu kuning karena terpancing provokasi pemain timnas Vietnam. Ketiga adalah momen-momen di mana Marinus Wanewar mendapatkan kartu kuning (total 3 kartu kuning didapatkannya).
Masalah tentang mental dan emosi yang mudah meletup-letup ini menjadi pelajaran tersendiri yang harus dibenahi oleh para pemain timnas. Agar hukuman-hukuman yang tidak perlu tidak kita dapatkan, sehingga Indonesia bisa terus tampil dengan skuat terbaiknya.
Keributan lawan Kamboja, cermin belum bisanya para pemain Indonesia mengontrol emosi
Soal opsi pemain
Satu pelajaran lain yang bisa dipetik dari ajang SEA Games 2017 bagi timnas Indonesia adalah soal opsi pemain. Secara keseluruhan, Indonesia memang tidak tampil buruk. Menjadi runner-up grup B di bawah Thailand, dengan tidak mencatatkan satu kekalahan pun meski bersua Thailand dan Vietnam, adalah bukti bahwa Indonesia mampu tampil apik di ajang SEA Games 2017 ini.
Tapi untuk soal opsi pemilihan pemain, para pemain yang dipilih Milla pada ajang SEA Games 2017 ini kualitasnya tidak merata. Selain itu, nama Ryuji Utomo dan Asnawi Mangkualam terhitung jarang digunakan oleh Luis Milla. Padahal terdapat beberapa momen di mana Indonesia membutuhkan penyegaran pemain.
Dengan padatnya jadwal pertandingan di SEA Games, rotasi akan menjadi penting bagi setiap kesebelasan. Tapi bagi Indonesia, tampaknya Milla tak menyangka bahwa anak asuhnya akan mendapatkan banyak kartu sehingga ia kehilangan beberapa pemain kunci di saat penting seperti melawan Malaysia. Seperti saat kehilangan Evan Dimas, lalu Hargianto, penggantinya tidak tampil sesuai harapan.
Sementara itu, jika dibandingkan dengan Malaysia, mereka lebih bisa memanfaatkan pemain yang ada di skuat mereka. Khusus untuk Malaysia, terlepas dari jadwal istirahat lebih banyak yang mereka dapatkan, kabar bahwa tidak adanya pemain yang mengalami cedera ataupun akumulasi mencerminkan bahwa adanya pemerataan jam bermain yang dilakukan oleh Ong Swim Kee. Hal inilah yang membuat kesiapan para pemain Malaysia lebih baik daripada Indonesia.
Jangan dulu pecat Luis Milla
Kegagalan Indonesia meraih emas dalam ajang SEA Games 2017 ini bukanlah kegagalan Luis Milla. Ini adalah kegagalan bersama yang juga harus dievaluasi bersama-sama, dengan melibatkan Luis Milla, sebagai pelatih, di dalam evaluasi tersebut. Toh, Wakil Ketua Umum PSSI, Joko Driyono pun tidak menyalahkan Milla, dan lebih mengajak semua pihak untuk melakukan evaluasi secara sama-sama.
"(Luis Milla) Tetap (jadi pelatih timnas Indonesia). Tapi, nanti kami lakukan evaluasi dari hasil yang didapatkan timnas. Evaluasi bagaimana? Nanti ya karena SEA Games masih belum selesai. Jadi, nanti saja bicaranya setelah event ini selesai," ujar Joko yang menonton langsung timnas Indonesia ke Kuala Lumpur, Malaysia.
Lagi pula, permainan timnas Indonesia, meski kalah tetap mendapatkan pujian. Salah satu yang memuji mereka adalah Ong Swim Kee, pelatih timnas Malaysia. Ia menyebut bahwa ada peningkatan yang ditunjukkan oleh timnas Indonesia dari ajang kualifikasi Piala Asia U23 beberapa waktu lalu.
"Indonesia menjadi tim yang lebih baik dari terakhir kali kami menghadapi mereka (di ajang kualifikasi Piala Asia U23). Thailand pun ada di sana dan Vietnam sudah lebih awal menunjukkan betapa seriusnya mereka. Saya yakin para pemain mereka menunjukkan sikap yang sangat baik. Mereka tahu apa yang diharapkan dari mereka," ujar Swim Kee mengomentari permainan timnas Indonesia, seperti disitat dari Liputan6.
Milla sudah menerapkan fondasi di timnas Indonesia yang sekarang. Maka Milla perlu diberikan lebih banyak waktu untuk memoles permainan Indonesia. Kegagalan kali ini membuktikan bahwa memang tidak ada yang bisa diraih secara instan.
Baca juga: Memahami "Indonesian Way" Melalui Permainan Skuat Asuhan Luis Milla
(sf)
Komentar