Brasil adalah salah satu sangara (kesebelasan negara) yang cukup disegani di dunia. Tapi, walau mereka besar, mereka juga pernah mengalami kegagalan dan trauma. Bersama Tite, mereka pun mencoba melupakan itu semua.
Tak ada yang menyangsikan kemampuan dan prestasi Brasil dalam kancah persepakbolaan dunia. Lima gelar Piala Dunia yang pernah mereka raih adalah sebuah saksi bagaimana digdayanya negara berjuluk Seleccao ini di pentas sepakbola dunia. Beberapa talenta hebat, macam Pele, Socrates, Zico, Romario, Ronaldo, Roberto Carlos, sampai yang teranyar ada sosok Kaka dan Neymar dilahirkan oleh negara yang juga dikenal sebagai produsen kopi terbesar di dunia ini.
Permainan Joga Bonito, yang menggambarkan orang-orang yang berbahagia bermain sepakbola di atas lapangan, disertai dengan teknik-teknik indah yang mengejutkan sekaligus memanjakan mata, merupakan ciri khas dari Brasil. Bahkan sampai ada istilah yang disebut di dalam The Football Times bahwa "sepakbola memang ditemukan orang Inggris, tapi orang-orang Brasil-lah yang mengembangkannya", merujuk kepada sejarah awal mula berkembangnya olahraga sepakbola di Brasil dan Amerika Selatan.
Semua hal tentang Brasil dan sepakbola, seolah menjadi sebuah kepercayaan tersendiri di masyarakat dunia. Mereka kerap diibaratkan sebagai tim yang berasal dari dimensi di dalam dunia sepakbola, bagaikan dewa sepakbola yang turun ke bumi. Dalam beberapa serial anime macam Captain Tsubasa, Area no Kishi, Shoot!, serta beberapa anime lain, Brasil kerap dideskripsikan sebagai tim yang sulit dikalahkan.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, sifat-sifat kedewaan yang sempat menempel di dalam tubuh Brasil perlahan mulai memudar, seiring dengan jarangnya Seleccao, si pemilik permainan indah Joga Bonito, mendapatkan trofi ataupun gelar dalam beberapa turnamen besar yang mereka ikuti.
Saat kegelapan perlahan mulai menyelimuti timnas Brasil, beserta dengan tragedi-tragedi yang pernah mereka alami sebelumnya, seseorang bernama Tite pun muncul dan menjadi secercah matahari yang seolah menyembul di balik gunung Corcovado, memancarkan sinarnya dari balik Patung Kristus Penebus.
***
Ada dua tempat yang menjadi sebuah tempat terciptanya memori buruk di dalam benak masyarakat Brasil. Yang pertama adalah Stadion Maracana, tempat di mana sebuah harapan yang tinggi jatuh sekencang-kencangnya ke atas tanah (tragedi Piala Dunia 1950 dan Moacir Barbosa). Yang kedua adalah Belo Horizonte, tempat sebuah pembantaian sadis terjadi kepada Brasil di babak semifinal Piala Dunia 2014.
Khusus untuk tragedi Maracana (yang banyak dikenal sebagai Maracanazo), mungkin sebagian besar dari mereka sudah melupakannya dan lebih memilih meletakkan dosa Maracana di pundak Moacir Barbosa dan kiper-kiper berkulit hitam, sebelum akhirnya Dida muncul. Namun, untuk tragedi Belo Horizonte, semua terasa dekat, dan rasanya hal yang sama bisa saja terulang kembali kepada Brasil. Tragedi Belo Horizonte ini seolah seperti titik puncak Brasil yang memang sudah mulai nirprestasi di ajang Piala Dunia sejak 2006 silam.
Sejak 2014, sampai sekira 2016, Brasil pun masih dihantui oleh kegagalan tersebut. Beberapa ajang besar yang mereka ikuti dalam selang waktu 2014-2016 kerap gagal mereka menangkan. Copa America 2015 mereka gagal, pun dengan Copa America Centenario 2016, yang dihiasi oleh gol "Tangan Tuhan" versi Raul Ruidiaz, pemain Peru.
Kegelapan perlahan mulai menyelimuti Brasil, sampai akhirnya sosok bernama Tite muncul dan mengambil alih kursi kepelatihan timnas Brasil. Secercah cahaya muncul, meski pada awalnya cukup banyak juga yang meragukan kapasitas pelatih yang membawa Corinthians meraih gelar Copa Libertadores pada 2012 silam.
Namun perlahan, Tite mulai menunjukkan kapasitasnya. Permainan Brasil yang seolah tanpa identitas dalam beberapa tahun ke belakang ia kembalikan kepada asalnya: permainan indah bernama Joga Bonito. Ia membiarkan para pemainnya berekspresi di atas lapangan, berlari-lari bahagia layaknya anak kecil yang menendang sepakbola di lapangan pinggir kampung di sore hari. Inilah yang dirasakan oleh Neymar, yang ia ungkapkan dalam sebuah konferensi pers.
"Tite datang dan langsung melakukan beberapa penyesuaian. Ia sama sekali tidak mengubah banyak hal. Para pemain masih sama. Ia hanya mengubah cara bermain kami, menjadi lebih Brasil. Itu saja," ujar Neymar.
Meski tujuan utama dari Tite adalah mengembalikan muruah sepakbola Brasil dengan menerapkan kembali Joga Bonito, ia tidak menutup mata dengan perkembangan sepakbola masa kini yang cenderung lebih sistematis dan taktikal. Ia mengamati permainan sepakbola Eropa, sembari memantau para pemain Brasil yang bermain di Eropa, sehingga pada akhirnya menemukan formula yang pas untuk memadukan Joga Bonito khas Brasil dengan permainan sistematis Eropa.
Tite, pelatih yang membawa perubahan di tubuh Brasil. Foto: @BrazilEdition
Hal ini pun membawa dampak positif bagi tim Brasil. Selain rekor sempurna dalam babak kualifikasi Piala Dunia 2018 dengan sembilan kali menang dari sembilan pertandingan, serta hanya kebobolan dua gol dan memasukkan 26 gol, ada sebuah gairah dan keseimbangan dalam permainan Brasil, tidak seperti pelatih-pelatih Brasil sebelumnya yang cenderung terlalu pragmatis (Carlos Dunga) atau terlalu menyerang (Carlos Alberto Parreira dan Luiz Felipe Scolari).
Perubahan di timnas Brasil ini pun langsung dikomentari positif oleh dua orang. Yang pertama adalah Tim Vickery, wartawan sekaligus pengamat sepakbola Amerika Selatan, serta Cesar Luis Menotti, pelatih legendaris asal Argentina. Keduanya sama-sama menyebut jika Tite menerapkan pendekatan yang berbeda di tim Brasil sekarang.
"Ia telah mencapai kesuksesan di tanah kelahirannya (Brasil) untuk sekarang, setelah dengan sabar mengamati perkembangan permainan sepakbola di Eropa sana. Hasil dari pengamatannya itu bisa kita lihat di timnas Brasil yang ia asuh sekarang, juga di tim Corinthians yang ia latih pada 2015 silam," ujar Tim.
"Pelatih ini (Tite) menerapkan cara bertahan yang berbeda. Ia menaikkan garis pertahanan 20 meter lebih tinggi, dan berhasil membuat para pemainnya mengorganisasi pertahanan secara bersama-sama. Tanpa melupakan kualitas individu dari para pemainnya, saya bisa menyebut bahwa timnas Brasil sekarang sama seperti timnas Brasil pada 1970 silam," ujar Menotti disitat dari Global Esporte.
Dengan kemampuannya, Tite, setidaknya untuk sekarang, berhasil mengembalikan muruah Brasil sebagai salah satu sangara yang disegani di dunia.
***
Sudah lama Brasil tenggelam dalam kegelapan dan nirprestasi, terutama dalam ajang Piala Dunia. Masyarakat Brasil tentu sudah mengharapkan sebuah perubahan terjadi. Tite adalah sosok yang menjanjikan perubahan itu dan sekarang perubahan itu sedang muncul dan terjadi di dalam skuat Brasil.
Berawal dari kualifikasi Piala Dunia 2018 yang sempurna, kita masih bisa melihat bahwa Jogo Bonito masih ada di sana, di diri para pemain Brasil. Ia tidak pergi ke mana-mana, dan Tite berhasil membangkitkannya kembali, dengan sentuhan permainan sistematis Eropa. Piala Dunia 2018 pun rasanya seperti menjadi momen yang begitu ditunggu, karena bisa saja Brasil masih menyimpan sesuatu yang belum kita ketahui.
Semua itu karena Tite, si pembawa cahaya sekaligus secercah harapan bagi masyarakat Brasil.
foto: @BrazilStat
Komentar