Geliat transfer Paris Saint Germain (PSG) di jendela transfer musim panas 2017 terbilang gila-gilaan. Empat pemain berhasil didatangkan dengan dua di antaranya berstatus superstar. Dua pemain bintang itu adalah Neymar yang diboyong dari Barcelona dengan harga 222 juta euro, dan Kylian Mbappe yang diboyong dari AS Monaco dengan status pinjaman dan opsi pembelian di musim berikutnya.
Kehadiran dua pemain tersebut juga dibarengi dengan kedatangan Dani Alves yang diboyong dengan cuma-cuma dari Juventus serta Yuri Berchiche dari Real Sociedad. Masuknya Mbappe dan Neymar jelas membuat lini serang PSG akan semakin bertaji di musim 2017/2018 ini. Maklum, sebelumnya mereka telah memiliki Angel Di Maria, Julian Draxler, Lucas Moura dan Edinson Cavani di lini depan.
Dengan komposisi pemain seperti ini, tak salah juga bila menyebut PSG menjadi salah satu kesebelasan terkuat di Perancis saat ini. Tak ayal hal tersebut pun dibuktikan dengan performa impresif Les Parisiens dalam lima pertandingan awal di kompetisi domestik.
Tercatat lima pertandingan di Ligue 1 musim ini mereka lalui dengan sapu bersih kemenangan, terakhir mereka bahkan menggulung tuan rumah Metz dengan skor telak 5-1. Pertandingan yang berlangsung pada Jumat (8/9) itu juga menandai debut Mbappe di PSG. Bersama dengan Neymar, Mbappe langsung mencetak gol, dengan tiga gol tambahan lainnya disumbangkan Edinson Cavani (dua gol), dan Lucas Moura.
Tidak ada yang mengejutkan melihat PSG tampil begitu dominan di kompetisi domestik, melihat komposisi pemain yang mereka miliki rasanya wajar bila tim asuhan Unai Emery itu berjaya di Ligue 1 musim ini. Namun tantangan sebenarnya bagi PSG sebenarnya bukan di kompetisi lokal, melainkan kompetisi Eropa, yakni Liga Champion
Terlalu naif bila kedatangan Neymar dan Mbappe hanya dijadikan PSG untuk merebut kembali gelar juara Ligue 1 yang musim lalu lepas ke tangan AS Monaco. Lebih dari pada itu, dari sudut pandang prestasi, mereka jelas mengincar prestasi yang jauh lebih tinggi nan prestisius di Liga Champions musim ini.
Ambisi untuk bisa berprestasi di Eropa sudah mereka miliki sejak kendali kepemilikan klub dipegang oleh pengusaha kaya asal Qatar, Nasser Al-Khelaifi. Di bawah kepemimpinan Al-Khelaifi, PSG menjelma sebagai kesebelasan yang tak tanggung untuk memboyong pemain bintang ke Paris. Beberapa nama seperti Zlatan Ibrahimovic, Ezequiel Lavezzi, Edinson Cavani, Angel Di Maria, hingga Julian Draxler pun didatangkan dalam periode berbeda untuk memenuhi ambisi tersebut.
Namun dalam upayanya berprestasi di kompetisi Eropa, PSG selalu menemui jalan buntu. Jangankan menjadi juara, menembus babak final pun rasanya sulit bagi mereka. Sejak kepemimpinan Al-Khelaifi, pencapaian terbaik PSG di Liga Champions hanya sampai babak perempat final. Prestasi itu pun terbilang belum mampu menyaingi pencapaian tertinggi klub di Liga Champions musim 2003/2004 saat mereka sukses mencapai babak semifinal.
Dari situlah PSG mewujudkan "ide gila" mereka dengan mendatangkan Neymar dan Mbappe, dua pemain yang diharapkan bisa mengubah catatan sejajarah PSG di Liga Champions.
Tantangan Merobohkan Tradisi di Liga Champions
Tak bisa dimungkiri, kehadiran Neymar dan Mbappe di skuat PSG musim ini sedikit-banyak membuat PSG masuk dalam tim unggulan untuk meraih trofi “Si Kuping Besar”. Karena selain Neymar dan Mbappe, komposisi skuat PSG pun dipenuhi nama-nama tenar yang akan menjadi modal berharga PSG untuk bisa mencapai takhta juara di Liga Champions.
Selain itu, dalam tujuh tahun terakhir juga mereka konsisten tampil di Liga Champions. Biar bagaimanapun, konsistensi tampil di Liga Champions menjadi modal paling penting sebab klub sudah terbiasa menghadapi jadwal pertandingan padat karena harus tampil apik juga di kompetisi domestik beserta dengan kejuaraannya. Banyak kesebelasan besar yang bertumbangan karena memang jam terbang mereka di Liga Champions terbilang minim seperti misalnya Manchester City.
Namun yang perlu diingat, modal untuk meraih prestasi di Liga Champions bukan soal komposisi pemain yang bertabur bintang dan jam terbang saja. Lebih dari pada itu, tradisi pun seringkali berpengaruh di dalamnya. Sementara itu, PSG bukan kesebelasan yang punya tradisi bagus di Liga Champions, mereka belum pernah sekalipun meraih gelar juara di ajang tersebut.
Bahkan merasakan panasnya atmosfer partai final pun mereka belum pernah merasakannya. Ini tentu menjadi tantangan yang sangat berat bagi mereka, karena umumnya kesebelasan-kesebelasan yang bisa meraih gelar juara Liga Champions adalah mereka yang punya tradisi kental di ajang tersebut, seperti misalnya Real Madrid, Bayern Muenchen, Barcelona, atau bahkan Juventus.
Sebenarnya bukan hanya empat tim itu saja yang berpotensi menghadang laju mereka di kompetisi antarklub paling akbar di Benua Biru itu. Ada beberapa kesebelasan yang punya tradisi bagus, yang sebelumnya absen di Liga Champions yang pada musim ini kembali.
Salah satunya adalah dua kesebelasan asal Inggris, Manchester United dan Liverpool. Dua kesebelasan tersebut tercatat sebagai klub dengan koleksi gelar terbanyak di Liga Champions dibanding dengan tim Inggris lainnya. Liverpool berada di puncak dengan lima gelar, dan Manchester United berada di posisi dua dengan koleksi tiga piala.
Meski memang tantangan awal terberat PSG di Liga Champions musim ini adalah Bayern Muenchen yang berada satu pot bersama mereka di Grup B, namun bukan tidak mungkin juga kesebelasan-kesebelasan yang telah disebut di atas akan berjumpa dengan mereka di fase gugur nanti.
Oleh karenanya, dari perjalanan PSG dalam mencapai target juara Liga Champions, PSG perlu waspada menghadapi kesebelasan-kesebelasan sarat pengalaman di Liga Champions seperti yang disebutkan di atas. Neymar mungkin punya kriteria itu karena pernah menjuarai Liga Champions bersama Barcelona. Tapi bagi Mbappe, mentalitasnya di laga-laga besar masih perlu ia buktikan.
Foto: Twitter PSG, Bleacher Report
Komentar