Menuju bergulirnya kompetisi Liga 1 Indonesia 2017, nama Bali United mungkin hampir tidak pernah disebut sebagai salah satu kesebelasan yang berpotensi untuk menjadi kampiun di akhir musim nanti. Bisa dibilang klub berjuluk Serdadu Tridatu itu dipandang sebagai tim kuda hitam, pamornya kalah dengan tim-tim papan atas seperti Persib Bandung yang memegang status sebagai juara bertahan di kompetisi sebelumnya, Persipura Jayapura, Arema FC, Madura FC, atau mungkin PSM Makassar.
Prediksi bahwa Bali United tak lebih bakal menjadi tim kuda hitam di kompetisi bakal menemui nyata, setidaknya sudah terlihat sejak gelaran Piala Presiden 2017, sebagai ajang pemanasan sebelum kompetisi bergulir. Pada turnamen pra musim itu, Bali koyak dengan tanpa satu pun kemenangan yang mereka catatkan. Hasilnya mereka terpuruk dan gagal menembus babak gugur.
Kemudian ketika kompetisi bergulir, performa Bali United juga belum menunjukkan perubahan yang signifikan. Dua pertandingan awal di kompetisi menghadapi Madura United dan Persipura Jayapura berakhir kekalahan untuk mereka. Kondisi diperparah dengan terdepaknya Hans Peter Schaller dari kursi pelatih kepala Serdadu Tridatu. Sebagai pengganti, manajemen menunjuk Ekor Purjianto sebagai careteker.
Hasilnya cukup gemilang karena Bali United akhirnya meraih kemenangan saat bertandang ke markas Persela Lamongan, Stadion Surajaya. Saat itu Bali menang tipis 1-0 melalui eksekusi penalti Marcos Flores. Tiga poin pertama di kompetisi, membuat moral para pemain Bali United meningkat, yang kemudian membuat mereka mampu melanjutkan trend positif saat menumbangkan Semen Padang dua gol tanpa balas di Stadion I Wayan Dipta.
Namun tren tersebut terhenti setelah Bali takluk dari Mitra Kukar 1-2 di Stadion Aji Imbut. Kekalahan tersebut membuat posisi Eko Purjianto pun digantikan oleh Widodo Cahyono Putro, yang sebelumnya terdepak dari kursi pelatih kepala Sriwijaya FC. Mungkin ada yang meragukan Widodo bisa berbuat banyak untuk menyelamatkan Bali dari performa buruk di awal musim, karena toh ia juga datang dengan status pelatih yang ‘terbuang’.
Tapi apa yang terjadi setelahnya benar-benar di luar dugaan. Tangan dingin Widodo mampu membuat Bali United muncul sebagai salah satu kekuatan besar di pentas Liga 1 2017. Empat pertandingan awal Bali United di bawah asuhan Widodo berhasil dilalui dengan tiga kemenangan dan satu imbang.
Setelahnya, mereka memang sempat menelan dua kekalahan beruntun Bhayangkara FC dan Arema, namun setelah itu mereka bangkit dengan melewati enam pertandingan selanjutnya hasil lima kemenangan dan satu imbang. Tren positif Bali United terus berlanjut hingga memasuki putaran dua Liga 1, tujuh pertandingan dilewati dengan lima kemenangan, satu imbang, dan satu kalah.
Hal tersebut membuat Bali United kemudian kokoh di papan atas klasemen sementara. Mereka saat ini nyaman berada di posisi dua dengan 48 poin. Hasil yang cukup mengejutkan, karena Bali United yang sebelumnya diprediksi hanya menjadi tim kuda hitam di Liga 1, mampu menjadi penantang juara paling potensial saat ini.
“Sesuai dengan target awal saja, bahwa kami dalam setiap pertandingan diusahakan untuk meraih kemenangan. Bagi kami, setiap pertandingan adalah final. Tergantung hasilnya bagaimana, ya, kita berusaha saja. Intinya kami berusaha untuk nothing to lose,” kata Widodo saat ditemui di Graha Persib, JL Sulanjana, Kota Bandung, Rabu (20/9).
Dengan hasil tersebut, Bali United terus bersaing bersama Bhayangkara FC yang untuk sementara memimpin klasemen. Saat ini Bali United memang tertinggal empat poin dari The Guardian yang mengoleksi 52 poin dari 25 pertandingan. Namun yang perlu diingat, "Serdadu Tridatu" deposit satu pertandingan. Mereka akan berhadapan melawan Persib Bandung di Stadion Si Jalak Harupat, Soreang Kabupaten Bandung, kamis (21/9).
Bali United tak pandang gelar juara
Seandainya berhasil menang, maka Bali bisa memotong selisih poin dengan Bhayangkara menjadi satu poin saja. Namun bila imbang atau kalah, maka akan sulit bagi mereka untuk mengejar Bhayangkara, bahkan berpotensi membuat posisi Bali di posisi dua tergusur tim-tim yang berada di bawah mereka seperti PSM dan Persipura, yang hanya berjarak tiga poin saja dari mereka.
Namun Widodo enggan terlalu memusingkan persaingan perebutan juara. Bukan karena kompetisi masih menyisakan sekitar 10 sampai 11 pertandingan lagi, yang memungkinkan Bali masih bisa merebut singgasana posisi puncak dari Bhayangkara FC. Mantan penggawa timnas Indonesia itu mengungkapkan bahwa ia tidak berpikir untuk membawa timnya menjadi juara, dikatakan bahwa ia hanya fokus untuk mencapai target yang dicanangkan manajemen kepadanya.
“Kami tidak berbicara juara, target awal itu kami bisa masuk 10 besar atau 5 besar. Kalau kita bisa finis di papan atas, apalagi juara, itu adalah bonus bagi kami. Intinya sampai dengan saat ini kami masih fokus untuk bisa terus menggapai target awal kami dulu saja. Kami tidak mengejar target juara. Fokus kami adalah meraih hasil maksimal di setiap pertandingan,” tegasnya.
Meski dikatakan Widodo bahwa ia tidak mengincar target juara, namun fakta tidak bisa dibohongi kalau mantan penggawa timnas Indonesia itu mampu mengubah label Bali United dari hanya tim kuda hitam menjadi kesebelasan unggulan. Satu hal lain, tentunya ini menjadi pembuktian bagi semua pihak yang meragukan kapasitasnya sebagai pelatih andal.
Widodo pernah terbuang dari Sriwijaya FC, namun saat menangani Bali United ia mampu melakukan banyak hal hingga mampu membawa Serdadu Tridatu sebagai salah satu kesebelasan penantang juara paling potensial di kompetisi musim ini.
Sedikit bercerita tentang terdepaknya ia dari Sriwijaya FC, Widodo mengungkapkan ada perbedaan visi dan misi yang terjadi antara dirinya dan manajemen, terutama soal target tim di kompetisi 2017 ini. Manajemen "Laskar Wong Kito" tentu menginginkan Sriwijaya FC menjadi kampiun di kompetisi. Namun Widodo agak sedikit ragu dengan komposisi pemain yang dimiliki, sehingga ia merevisi target tersebut. Namun manajemen tak menyetejuinya hingga Widodo akhirnya memutuskan hengkang.
“Ketika saya di Sriwijaya FC, target awal manajemen itu adalah juara. Tetapi materi pemainnya, saya pikir lebih realistis berada di tiga besar atau lima besar. Saya merevisi targetnya, tapi mereka tidak mau, akhirnya saya tidak mau meneruskan. Sementara ketika di Bali, target memang bukan juara, dengan materi pemain seperti ini sangat mumpuni untuk bisa menembus 10 besar atau bahkan lima besar,” tegasnya.
“Tapi seiring waktu berjalan ketika ada kesempatan, saya juga ingin menunjukkan diri. Saya juga ingin menunjukkan bahwa cita-cita semua pemain dan pengurus itu pasti ingin menjadi yang terbaik,” sambungnya.
Baca Juga: Menggeledah Visi dan Mimpi Widodo Cahyono Putro Sebagai Pelatih
Komentar