Dalam hidup, manusia akan terus mengalami perkembangan. Terlepas dari pertumbuhan yang terhenti pada usia 20 tahun-an, manusia akan terus berkembang seiring dengan pengalaman dan juga hal-hal yang terjadi di dalam hidup mereka. Inilah yang dialami oleh Jamaal Lascelles, pemain muda asal Newcastle United yang berposisi sebagai defender.
Lahir pada 11 November 1993 di Derby, Inggris, Lascelles memulai karier sepakbolanya ketika ia masuk tim muda Nottingham Forest. Di tim yang sama, ia juga mencicipi karier profesional pertamanya dan juga sempat dipinjamkan ke Stevenage. Pada 2014, Newcastle United memutuskan untuk merekrutnya, meski pada musim pertamanya di Newcastle ia sempat dipinjamkan kembali ke Nottingham.
Mendapatkan jam terbang yang cukup ketika membela Nottingham Forest, dengan catatan 64 laga yang dijalani ditambah torehan empat gol dan satu asis, membuat sosoknya sudah menjadi cukup dewasa ketika membela Newcastle United. Namun lebih dari itu, ada beberapa faktor lain yang membuat Lascelles menjadi jauh lebih baik dari hari ke hari, seperti usaha manusia untuk terus berkembang lewat segala proses perjalanan di dalam hidupnya.
Sosok yang tangguh sejak masih kecil
Dalam wawancara dengan The Telegraph, seperti digambarkan oleh sang penulis, Luke Edwards, Lascelles memang sudah menunjukkan aura dirinya sebagai kapten. Sekadar informasi, ia diangkat sebagai kapten oleh Rafael Benitez ketika usianya masih 22 tahun musim lalu. Meski masih berusia muda, tapi ia menunjukkan ketegaran dan sikap seperti seorang kapten. Ada semacam ketegasan dalam ucapannya, dan menurutnya, karakternya ini muncul karena sedari remaja ia sudah terbiasa menjadi pemimpin.
"Saya tahu saya terlalu muda untuk melakukan ini (menjadi kapten), Ketika saya merenung, saya tahu bahwa saya baru 23 tahun. Saya mulai jadi kapten ketika saya masih berusia 22 tahun. Orang pasti akan berpikir bahwa saya masih muda, tapi saya berpikir bahwa saya bukanlah pemain muda, karena semasa di Nottingham saya sudah banyak bermain di dalam pertandingan," ujar Lascelles.
"Soal ketegasan saya ini, hal tersebut memang sudah terbangun sejak saya masih kecil. Saya punya kakak laki-laki yang lebih tua 14 bulan dari saya dan kami kerap bermain sepakbola ataupun basket bersama. Namun saking seriusnya kami bermain, orang tua saya sampai melarang kami bermain bersama karena kami kerap bertengkar, tidak mau mengalah," tambahnya.
Jamaal Lascelles saat mengenakan ban kapten Newcastle. Sumber: @NUFCTheMag
Lascelles juga menyebut bahwa sikap kompetitifnya inilah yang membuat dirinya menjadi pribadi yang kuat. Terbiasa menjadi pemimpin sejak masih remaja, membuatnya tidak terlalu kaget ketika dipercaya oleh Benitez untuk memimpin skuat muda Newcastle United. Determinasi, sikap ingin belajar, dan sikap tidak ingin kalah inilah yang membentuknya menjadi sosok yang tangguh.
"Determinasi, kekuatan, serta sikap tidak ingin kalah saya mungkin dimulai dari situ (tidak mau kalah oleh kakak). Tapi orang tua saya juga selalu keras terhadap saya. Mereka tidak pernah melarang saya melakukan apapun, tapi mereka hanya berpesan bahwa jika saya sedang melakukan sesuatu, saya harus melakukan yang terbaik. Sejak saya masih berusia delapan tahun, saya selalu seperti itu," ungkap Lascelles.
"Bahkan ketika saya masih di Primary School (SD), saya selalu menjadi yang terbesar, terkuat, dan tercepat. Sejak masih kecil saya sudah terbiasa menjadi kapten, jadi ini memang hal yang sudah biasa saya lakukan," tambahnya.
Usaha untuk menjadi lebih baik di masa depan
Selayak manusia pada umumnya, Lascelles pun ingin berkembang. Di usianya yang masih muda, ia punya potensi besar untuk menjadi pemain hebat di masa depan. Apalagi dengan penampilannya yang mengesankan ini, pelatih timnas Inggris, Gareth Southgate, mulai menaruh perhatian padanya.
Namun untuk berkembang, ia juga harus menemui jalan terjal. Sebagaimana yang terjadi ketika musim 2015/2016, saat Newcastle terdegradasi ke Divisi Championship. Ketika itu, ia mengungkapkan bahwa ada adu argumen yang terjadi antara dirinya dan beberapa pemain lain di Newcastle. Hal tersebut sempat membuatnya tidak disukai oleh beberapa pemain senior.
"Pemain-pemain lain tampak tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Itu membuat saya marah. Saya tahu saya tidak berbakat, dan pemain-pemain lain punya bakat yang lebih baik daripada saya. Tapi mereka tidak berbuat yang terbaik untuk tim. Pada suatu waktu, di ruang ganti saya pun mengungkapkan rasa kesal saya ini. Beberapa pemain tampak tidak menyukainya," kenang Lascelles.
Ternyata, sikap ini diperhatikan oleh manajer Newcastle, Rafael Benitez. Sikap yang tidak ingin kalah, serta sikap ingin terus memperbaiki diri yang dimiliki oleh Lascelles membuatnya didapuk menjadi kapten Newcastle per musim lalu. Ia sukses memimpin rekan-rekannya membawa The Magpies kembali berlaga di Liga Primer untuk musim 2017/2018. Sebuah pencapaian yang hebat bagi Lascelles di usianya yang baru menginjak 23 tahun ini.
Lascelles merayakan gol bersama rekan-rekannya. Sumber: @BBCSport
Lascelles mengakui bahwa dengan diserahi tugas sebagai kapten, ia jadi memiliki dua hal untuk dilakukan sekarang. Pertama, ia harus memimpin rekan-rekannya yang mungkin lebih tua darinya. Kedua, ia juga harus tetap mengembangkan diri sebagai seorang pemain di usianya yang masih terbilang muda. Walau ini adalah hal sulit, Lascelles mengaku senang melakukannya. Ini menjadi tantangan tersendiri untuknya.
"Orang-orang mengatakan bahwa posisi defender, terutama posisi bek tengah adalah posisi yang kolot. Tapi saya merasa saya terus berkembang di posisi ini. Menjadi kapten sekaligus mengembangkan diri, adalah dua hal yang sukar dilakukan bersamaan. Namun saya anggap ini sebagai sebuah tantangan," ujar pemain yang pernah membela Stevenage ini.
"Saya ingin belajar dan saya ingin berkembang. Terkadang saya terlalu fokus sampai-sampai saya lupa kepada diri saya. Saya juga sekarang masih belajar bagaimana caranya berbicara kepada pemain lain, karena mereka berbeda-beda. Di sisi lain, saya juga harus ingat tanggung jawab saya sendiri sebagai pemain. Saya juga kerap melakukan kesalahan di dalam sebuah pertandingan, tapi dari situ saya belajar. Belajar untuk lebih baik," ungkapnya.
***
Perkembangan manusia tidak mengenal batas. Tidak seperti pertumbuhan yang terhenti, selama masih hidup manusia masih mungkin untuk berkembang, terutama dari segi mental. Tempaan pengalaman, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam hidup membuat manusia akan selalu menemukan banyak hal baru dalam hidupnya.
Pikiran terbuka, dan juga jiwa yang lapang adalah kunci dari usaha manusia untuk berkembang dalam hidup. Dalam hal ini, Jamaal Lascelles telah berhasil melakukannya. Kelapangan dan keterbukaan pikirannya membuatnya bisa berkembang dan belajar dari pengalaman hidup yang sudah ia alami.
Namun, lebih dari itu, keteguhan dan juga keinginannya untuk menjadi lebih baiklah yang pada akhirnya menunjukkan bahwa Lascelles, seperti halnya manusia lain, akan selalu berusaha untuk terus berkembang.
foto: @premierleague
Komentar