"Aturan 6 Detik" Pep yang Membuat Chelsea Kewalahan

Analisis

by Ardy Nurhadi Shufi 28341

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

"Aturan 6 Detik" Pep yang Membuat Chelsea Kewalahan

Sempat diragukan akan mendapatkan hasil minor setelah dipastikannya Sergio Aguero absen, Manchester City justru tampil beringas saat bertandang ke markas juara bertahan Liga Primer, Chelsea. Pada laga yang digelar di Stamford Bridge, Sabtu (30/9), City berhasil menang dengan skor tipis 1-0 lewat gol tunggal Kevin de Bruyne.

Hasil 1-0 mungkin mencerminkan bahwa laga ini berjalan ketat dan alot. Tapi sebenarnya, meski hanya tercipta satu gol, City tampil dominan dan sukses membuat Chelsea tak berdaya hampir di sepanjang pertandingan. Bahkan mungkin seharusnya City layak menang dengan skor lebih besar.

Pada susunan pemain, City yang bermain tanpa Aguero dan Benjamin Mendy menurunkan formasi dasar 4-3-3. Pos Mendy diisi Fabian Delph. Sementara Leroy Sane, Gabriel Jesus, dan Raheem Sterling mengisi lini depan. Untuk Chelsea, formasi 3-5-1-1 diturunkan. Cesar Azpilicueta ditempatkan sebagai wing-back kanan. Trio Tiemoue Bakayoko, Cesc Fabregas dan N`Golo Kante menghuni lini tengah.

Pressing City merusak build-up Chelsea

Sistem pertahanan yang diterapkan Pep Guardiola pada laga ini menjadi sorotan utama. City bermain dengan garis pertahanan tinggi dan menerapkan strategi yang lebih familiar disebut sebagai gegenpressing karena aksi merebut bola pemain City di pertahanan Chelsea sangat agresif.

Walau begitu, hal ini sebenarnya sudah menjadi ciri khas strategi Pep saat menukangi Barcelona beberapa tahun silam. Bahkan sebenarnya saat itu Barca punya istilah tersendiri mengenai cara bertahan seperti ini, yakni 6 second rule atau aturan enam detik. Skema pressing yang serupa dengan gegenpressing, namun jika pressing ini gagal setelah enam detik, maka garis pertahanan langsung diturunkan dan tekel yang dilancarkan tidak terlalu agresif.

Dengan "aturan enam detik" ini, pressing City menjadi lebih teratur, tidak seperti gegenpressing yang terus-terusan menekan dengan pressing agresif di setiap jengkal lapangan. Karenanya tak heran City bisa aktif menekan hampir di 90 menit permainan. Terlebih penguasaan bola seringkali bisa diambil alih City sebelum "aturan enam detik" tersebut berakhir karena build up serangan Chelsea tak berjalan dengan baik pada laga ini.

Chelsea kesulitan mengirimkan bola ke trio lini tengah. Pressing yang dilakukan City sejak kiper Chelsea, Thibaut Courtois, menguasai bola dengan menjaga para pemain belakang Chelsea, membuat aliran serangan Chelsea lebih sering dikirim ke kedua sisi permainan, pada Azpilicueta dan Marcos Alonso.

Lebih dari itu, Courtois juga seringkali terpaksa mengirimkan umpan jauh langsung ke tengah lapangan karena ketidaknyamanannya dalam menguasai bola menghadapi pressing pemain City. Dengan bola atas seperti ini, penguasaan bola Chelsea cepat hilang karena tidak adanya pemain yang andal duel udara di lini depan. Apalagi Alvaro Morata mengalami cedera pada menit 35, yang justru Conte memilih Willian sebagai penggantinya. Akurasi operan Courtois hanya 35% pada laga ini.

Grafis operan Courtois, umpan jauh seringkali gagal karena tidak adanya pemain yang andal duel udara (via: squawka.com)

Secara keseluruhan, Chelsea memang kalah jauh soal penguasaan bola. Sempat hanya menguasai 30% penguasaan bola, Whoscored mencatatkan Chelsea hanya menguasai 38% bola pada laga ini, dengan penguasaan bola City mencapai 62%. Dari sini terlihat bahwa permainan Chelsea dikendalikan oleh City, karena musim ini The Blues punya rataan penguasaan bola sebesar 52,5% per laga.

Agresivitas pressing City juga tercermin dari jumlah tekel mereka yang mencapai 43 kali. Hampir setengahnya (20 kali) merupakan tekel berhasil, 13 tekel lainnya berakhir dengan pelanggaran. Ini artinya, dari 43 kali City berusaha merebut bola, hanya 10 kali pemain Chelsea berhasil lepas dari tekanan.

Grafis tekel City, seringkali mereka berhasil menghentikan serangan Chelsea sejak dari pertahanan Chelsea

Serangan Cepat Lewat Umpan Pendek

Alur serangan Chelsea berhasil dimatikan City pada laga ini. Dari 90 menit berjalannya pertandingan, skuat asuhan Antonio Conte tersebut hanya empat kali melepaskan tembakan. Jumlah tersebut jauh terbalik dengan yang ditorehkan City. The Citizens total mencatatkan 17 tembakan pada laga ini.

Sebaliknya dengan City, Chelsea bertahan dengan garis pertahanan rendah. Garis pertahanan tinggi baru diterapkan setelah Chelsea dalam situasi tertinggal. Sebelum gol Kevin de Bruyne tercipta, Chelsea fokus menjaga jarak antar pemain di area depan kotak penalti.

Namun skema itu mampu dihancurkan City sejak babak pertama. Kuncinya adalah dari serangan balik cepat yang mereka lancarkan. Umpan-umpan pendek dari pertahanan, dengan David Silva dan De Bruyne sebagai pusat serangan di tengah, bola dari belakang ke depan dikirim dengan cepat.

Secara teori, serangan balik cepat akan sangat efektif karena lini pertahanan lawan tidak sedang dalam bentuk pertahanan terbaiknya jika dilakukan dalam momen yang tepat setelah bola serangan lawan berhasil direbut. Apalagi Chelsea menekankan garis pertahanan rendah. Saat transisi menyerang ke bertahan Chelsea-lah City berupaya menembus pertahanan Chelsea lewat umpan pendek cepat.

Kredit khusus patut diberikan pada kuartet lini pertahanan City. Selain mampu membendung serangan Chelsea, empat pemain belakang City yang diisi Kyle Walker, John Stones, Nicolas Otamendi dan Fabian Delph ini juga begitu mahir dalam menguasai bola. Ketika Chelsea mengaresifkan tekel mereka, keempatnya tetap mampu mengalirkan bola dengan benar, jarang terputus di tengah.

Pada laga ini, Walker mencatatkan 90 operan, Delph 88 operan, Otamendi 83 operan dan Stones 82 operan. Jika digabung, keempatnya mencatatkan 343 operan, lebih dari setengah total operan City pada laga ini (656 operan). Selain itu, akurasi operan keempatnya jika disatukan mencapai 93%. Bahkan progresi operan keempatnya yang efektif cukup membuat mereka layaknya gelandang yang membangun serangan City.

Kombinasi operan Walker, Otamendi, Stones dan Delph yang mendominasi lini tengah lapangan

Dengan aliran bola seperti ini, tugas Silva dan De Bruyne menjadi lebih mudah. Mereka tinggal menyelesaikan serangan lewat umpan-umpan kunci yang menjadi spesialisasi mereka. Belum lagi Sterling dan Sane yang merepotkan sektor sayap pertahanan Chelsea dengan kecepatan yang mereka miliki.

Bukti sahihnya tentu proses gol City yang diciptakan De Bruyne. Sebelum gelandang asal Belgia tersebut menerima bola, berkombinasi dengan Gabriel Jesus lalu melepaskan tendangan jarak jauh, serangan City itu dimulai dari operan Otamendi yang membelah pertahanan Chelsea, menembus Bakayoko dan Fabregas. Dari gol tersebut terlihat City menghentak lini pertahanan City lewat umpan-umpan pendek cepat.

***

Meski hanya menang 1-0, kemenangan City atas Chelsea ini terbilang sempurna. Pertahanan The Citizens sekali lagi menunjukkan kekokohannya setelah pada 10 pertandingan yang sudah mereka jalani hanya kebobolan dua kali saja. Bahkan di Liga Primer mereka tak kebobolan di empat laga terakhir. Selain itu cara mereka menyerang pun bisa membuat sang juara bertahan kelabakan hampir di sepanjang pertandingan.

Chelsea kewalahan dengan "aturan 6 detik" yang diterapkan City saat tak menguasai bola. Ditambah lagi cederanya Morata pada menit ke-35 membuat lini depan Chelsea semakin tak berdaya (Morata sempat mengancam gawang City lewat sundulannya). Respons taktik Conte pada babak kedua pun terbukti tetap tak bisa menembus kokohnya pertahanan Chelsea hingga akhirnya lengah pada menit ke-67 oleh sepakan De Bruyne.

Komentar