Di bawah rezim Juergen Klopp, nasib Daniel Sturridge di Liverpool tak ubahnya pesakitan yang harus mendekam lama di bangku cadangan. Kurang lebih dua tahun sudah Klopp menukangi Liverpool. Ia bergabung pada pertengahan musim 2015/2016 untuk menggantikan Brendan Rodgers yang dipecat.
Selama kurun waktu tersebut, pelatih asal Jerman itu seperti telah melupakan sosok Sturridge yang sebelumnya menjelma sebagai juru gedor utama klub berjulukan The Reds itu. Klopp lebih mengutamakan Roberto Firmino untuk tampil sebagai penyerang utama Liverpool dengan diapit dua pemain sayap dalam formasi 4-3-3.
Kehadiran Firmino adalah mimpi buruk bagi Sturridge, karena pada musim lalu saja penyerang asal Inggris itu kalah saing dengan pria Brasil yang mencatatkan 35 penampilan di Liga Primer. Sementara Strurridge hanya tampil dalam 20 penampilan dengan 13 laga dilakoni sebagai pemain pengganti.
Kondisi yang tak jauh berbeda dengan musim lalu pun dialaminya saat ini. Di musim 2017/2018 dari total tujuh penampilan Liverpool di Liga Primer Inggris, Strurridge ambil bagian dalam lima laga, namun hanya dua pertandingan yang dimulainya sejak menit pertama.
Laga terakhirnya melawan Newcastle pada Minggu (1/10) kemarin terkesan kurang memukau, selama 74 menit berada di lapangan Stu hanya mencatatkan satu tendangan mengarah ke gawang. Meski saat ditarik keluar untuk digantikan Firmino para pendukung Liverpool menyanyikan chant berseru namanya, namun aksinya di laga melawan Newcastle tetap membuat Graeme Souness kecewa.
Mantan pemain dan pelatih Liverpool itu berang lantaran Sturridge tidak bisa memaksimalkan kesempatan yang dimilikinya. Souness menyadari bahwa Stu sedang dalam posisi sulit di Liverpool, sehingga seharusnya ia bisa memaksimalkan setiap peluang tampil yang diberikan Klopp kepadanya.
"Dia tidak mengambil kesempatan yang ia miliki. Hari ini dia tampak seperti pemain yang belum terlatih dengan benar dan belum siap menghadapi peluangnya sendiri. Saya pikir dia sangat mengecewakan hari ini. Jika semuanya berjalan baik untuk Sturridge, dia adalah salah satu nama yang bisa diandalkan di dalam tim sebenarnya. Tapi melihat penampilannya hari ini, sangat jauh dari harapan,” kata Souness seperti dilansir dari Sky Sports. .
Jumlah bermain yang minim tentu berdampak pada performanya di lapangan, hal yang berimbas pula pada produktivitasnya. Sejauh ini, dalam dua musim terakhir hanya empat gol saja yang bisa ia cetak.
Kondisi yang amat jauh berbeda tentunya saat kendali kepelatihan Liverpool masih dipegang oleh Brendan Rodgers. Di era Rodgers, sosok Sturridge amat penting di lini depan Liverpool. Bila ia tidak berhalangan tampil, satu tempat utama di lini depan sudah pasti menjadi miliknya.
Di bawah kendali Rodgers, Stu bahkan mampu menapaki puncak permainannya di musim 2013/2014, di mana ia tampil dalam 33 pertandingan di semua ajang dengan torehan 25 gol dan sembilan asis.
Catatan tersebut menjadi raihan gol terbanyak yang mampu dicetak Sturridge sepanjang kariernya. Satu hal lain, di bawah kendali Rodgers, Sturridge mampu membuat Chelsea dan Manchester City menyesal karena telah menyia-nyiakan bakatnya.
Klopp Tidak Menyukai Sturridge?
Melihat dua kondisi berbeda yang dialami Stu di era Rodgers dan Klopp, sedikit banyaknya menimbulkan sinisme tersendiri terutama bagi sosok Klopp. Mantan Kapten Liverpool yang kini menghabiskan karier sebagai pengamat sepakbola, Jammie Carragher bahkan dengan gamblang menyebut bahwa alasan paling simpel kenapa Stu jarang dimainkan Klopp adalah karena mantan pelatih Borussia Dortmund itu tidak menyukai pemain kelahiran Birmingham tersebut.
“Saya hanya berpikir, alasan dia bermain hari ini (melawan Newcastle) adalah karena Roberto Firmino tidak bermain dengan baik. Jika Firmino bermain normal, maka Sturridge tidak bermain. Klopp tidak menyukai Sturridge, itu sebabnya dia tidak bermain," terang Carra.
Melihat karakteristik permainan Sturridge, sebenarnya ia bisa masuk dalam skema permainan cepat yang diusung Klopp. Dalam kondisi terbaik, Sturridge adalah pemain yang punya kecepatan dan mobilitas. Pada musim 2013/2014 rataan sukses dribelnya per pertandingan saja mencapai 1,28. Selain itu naluri mencetak gol Stu juga cukup bagus dengan rataan 0,72 gol per laga di musim 2013/2014. Ia hanya kalah tipis dari Aguero dengan 0,74.
Sturridge juga memiliki kelebihan dalam hal positioning. Dia kerap menempatkan dirinya dalam posisi yang menguntungkan saat menerima bola. Kemampuan tersebut sering diandalkannya untuk menggiring para gelandang Liverpool untuk mengirim bola langsung ke depan, atau mencetak gol dengan memanfaatkan bola muntah.
Kekurangan Stu hanya dari kemampuannya bermain di lebih dari satu posisi. Musim lalu, saat berhadapan dengan Tottenham Hotspur, Klopp mencoba Sturridge bermain di sektor sayap. Hasilnya mengecewakan, karena dia tidak mampu menunjukkan aksi yang diharapkan.
Sementara Klopp merupakan pelatih yang kecenderungan menyukai pemain dengan kemampuan bermain di lebih dari satu posisi. Hal yang kemudian membuatnya lebih tertarik kepada sosok Firmino ketimbang Sturridge.
Selain piawai memainkan posisi sebagai penyerang, Firmino juga bisa bermain melebar sebagai pemain sayap. Kemampuan komplet Firmino membuat Klopp lebih nyaman memasangnya sebagai penyerang utama dalam tim, karena mantan pemain Hoffenheim itu bisa bergerak bebas. Bahkan ia sebenarnya berposisi sebagai gelandang serang.
"Roberto selalu terlibat dalam menyerang dan bertahan. Skill yang dimilikinya alami. Dia sadar bahwa dia tidak harus merebut bola. Naluri alami seperti itulah yang anda inginkan. Dia sangat kuat di situasi seperti itu dan dia bisa bermain hampir di semua posisi menyerang," terang Klopp beberapa waktu lalu.
Sebenarnya Klopp bisa saja membentuk sosok Sturridge agar sesuai dengan kriterianya, seperti apa yang ia lakukan kepada James Milner yang bisa ia sulap dari seorang gelandang menjadi bek kiri. Tapi itu tidak atau mungkin belum dilakukannya kepada Sturridge.
Ada dua faktor yang membuat hal tersebut tidak terjadi, pertama karena Klopp tidak mau, atau bisa juga faktor pendukungnya ada dalam diri Sturridge sendiri yang enggan berevolusi untuk membuat gaya bermainnya lebih kompleks.
Dua alasan tersebut sebenarnya tidak terlalu mendasar, agaknya tidak terlalu etis juga menjadikan alasan pribadi seperti ketidaksukaan Klopp kepada Sturridge yang membuat mantan pelatih Mainz 05 itu jarang menurunkan Sturridge. Buktinya kesempatan bermain sejak menit pertama masih diberikannya untuk mantan pemain Bolton Wanderers ini.
Kembali pada kecenderungan Klopp dalam mengambil sikap menentukan pemain yang masuk dalam starting line up, Klopp tampak lebih memikirkan faktor kesiapan ketimbang kualitas dari pemain itu sendiri. Tampak bahwa Klopp minim sekali memberikan Stu kesempatan bermain lantaran ia menilai Stu terlalu banyak berkiprah di ruang perawatan karena seringnya ia absen akibat cedera.
Sejak bergabung bersama Liverpool pada 2013 hingga 2017 ini, selama kurang lebih empat musim kiprahnya di Anfield ada 516 hari yang dihabiskan Sturridge di ruang perawatan. Dari jumlah tersebut, total 97 pertandingan ia lewatkan karena cedera.
Mengalami cedera, bukan hanya membuat Stu absen di pertandingan namun juga di sesi latihan. Klopp terlihat enggan mengambil risiko dengan lebih banyak mengandalkan pemain yang sering absen di sesi latihan.
Hal serupa juga dilakukan Klopp kepada Coutinho pada awal musim ini. Setelah lama tak mengikuti latihan karena cedera punggung Klopp lebih memilih menepikan dulu Coutinho dari pertandingan. Meski pemain berusia 25 tahun itu sudah bisa bermain bersama timnas Brasil, namun saat di laga melawan Manchester City, Klopp lebih memilih untuk tidak memasukkan nama Coutinho dalam daftar susunan pemain.
Alasan logis atas kebijakan tersebut, karena Coutinho sudah terlalu lama tidak latihan bersama tim asal Merseyside itu. Melihat contoh kasus kebijakan Klopp terhadap Coutinho bukan tidak mungkin juga itu menjadi alasannya jarang sekali memainkan Sturridge, khususnya pada musim lalu.
Foto: The Liverpool, Offside, Empire of The Kop, Independent
Komentar