Gunakan Jersey Berbentuk Kemeja dengan Rok Khas Daerah, Cara Xejuyup Menjaga Entitas Suku Maya

Cerita

by Redaksi 24

Redaksi 24

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Gunakan Jersey Berbentuk Kemeja dengan Rok Khas Daerah, Cara Xejuyup Menjaga Entitas Suku Maya

Mengenal bentuk jersey sepakbola, agaknya kita semua sepakat bahwa bentuk dari kostum sebuah kesebelasan semua sama. Pembeda hanya terlihat dari warna, corak, bahan, ornamen, hingga teknologi yang digunakan di sepakbola modern saat ini.

Namun persamaan bentuk dalam kostum pesepakbola tidak berlaku bagi salah satu kesebelasan asal Guatemala bernama C.S.D. Xejuyup. Mereka ‘menolak’ untuk mengenakan bentuk kostum yang sama dengan tim sepakbola manapun di seluruh dunia saat bertanding.

Umumnya kostum yang digunakan sebuah kesebelasan dalam pertandingan adalah baju, celana pendek, yang dikombinasikan dengan kaos kaki dan sepatu sepakbola. Namun C.S.D. Xejuyup lebih memilih untuk mengenakan baju adat mereka sebagai kostum pertandingan. Kostum yang dikenakan adalah kemeja dan rok berwarna-warni yang dikombinasikan dengan kaos kaki serta sepatu sepakbola.

Ini mungkin bukanlah kostum sepakbola paling nyaman. Tapi itu adalah entitas dari sejarah dan kebudayaan Suku Maya yang kaya. Merunut dari Bahasa ‘K iche’, Xejuyup berarti “Maya yang tinggal di sini”. Kombinasi kostum yang dikenakan memiliki arti yang terkait dengan pandangan dunia dari leluhur Suku Maya.

Semua unsur seperti warna, pola bordir, dan tenunannya menunjukkan hubungan antara manusia, alam dan unsur kehidupan lainnya. Coxtar atau rok kotak-kotak berwarna cokelat dan putih yang dikenakan itu mewakili regenerasi hari antara siang dan malam.

Kemudian kutin, atau kostum bagian atas yang menyerupai kemeja itu menandakan sifat yang mengelilinginya. Kaos juga memiliki empat warna, yang mewakili setiap unsur alam yaitu api, tanah, air, dan udara. Sementara corak dalam sabuk melambangkan energi yang diberikan Nawal Kan, Ibu Alam Suku Maya.

Para perempuan di Xejuyup adalah sosok yang bertanggung jawab dalam urusan pembuatan kostum. Mereka memiliki tugas untuk membuat kostum tersebut dengan cara ditenun. Waktu pengerjaan dari pembuatan kostum itu sekitar dua bulan lamanya.

Proses pembuatan kostum - Sumber: New York Times

Harga dari kostum tersebut pun terbilang mahal hingga mencapai 270 US Dolar atau sekitar 3,6 juta rupiah. Hal yang membuat harganya melambung tentu dari segi bahan yang menggunakan wol sebagai bahan utama. Harganya yang mahal dan dibuat dengan cara tradisional membuat kostum tersebut memiliki sisi keeksklusifannya tersendiri, sebab kostum tidak dijual di pasaran. Kalau pun dijual, harganya jauh lebih mahal dari jersey replika kesebelasan top dunia lainnya.

Apa yang dilakukan C.S.D. Xejuyup tentunya sangat menarik perhatian. Pendiri kesebelasan tersebut, Antonio Peruchu, mengatakan bahwa ketika pertandingan, timnya selalu mendapat sorotan, khususnya dari pendukung tim rival. Peruchu mengakui bahwa tak jarang ada yang mencemooh mereka karena kostum yang digunakan berbeda. Namun, kebanyakan justru memuji dan memberi apresiasi.

"Selalu ada beberapa orang yang mengejek kami. Tapi kebanyakan orang menyukainya," katanya seperti dilansir dari Comvite.

Berumur 34 Tahun

Menggunakan kostum seperti itu, C.S.D. Xejuyup tentu tidak terdaftar dalam kompetisi resmi yang diakui FIFA. Bentuk kostum mereka yang menjadi alasan paling logis, karena tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Meski begitu, mereka sering memainkan pertandingan dengan tim-tim amatir di sana.

C.S.D. Xejuyup juga bukanlah tim kemarin sore, mereka sudah ada sejak tahun 1982. Terbentuknya kesebelasan itu dilatarbelakangi dengan kehadiran sebuah tim asal Austria yang berkunjung ke sana untuk beruji tanding melawan CD Suchitepequez. Sebagai laga pembuka, Antonio Peruchu akhirnya diminta untuk membentuk tim sepakbola sebagai lawan lain dari tim asal Austria itu. Kemudian ia mengumpulkan pria-pria terbaik di sana untuk bertanding.

Permainan yang terampil dengan balutan baju tradisional mampu menarik perhatian publik dalam pertandingan itu. Dinilai memiliki ciri khas dan keunikan nama mereka pun mulai dikenal di seluruh penjuru kota di Guatemala. Hasilnya, setelah pertandingan tersebut C.S.D. Xejuyup pun sering menjadi tim tamu untuk bertanding melawan tim lokal di seluruh kota di Guatemala.

Melihat runutan tersebut, terungkap fakta bahwa selama 34 tahun mereka konsisten dengan seragam pakaian adat yang dikenakan dalam pertandingan. Bukan tanpa alasan Perucho melakukan hal itu, kejadian di masa lalu adalah latar belakang dari inovasi tersebut dilakukan.

Kondisi dalam negeri Guatemala pernah mengalami goncangan hebat karena perang sipil yang berkecamuk dalam rentang waktu yang panjang. Setelah perang, kondisi negara pun berubah ditandai dengan ledakan globalisasi memengaruhi semua wilayah Guatemala.

Setiap kota dibanjiri pakaian bekas dari Amerika Serikat. Dengan harga yang murah, masyarakat lebih senang untuk menggunakan pakaian modern. Lambat laun hal tersebut berpengaruh pada minat anak muda di sana untuk memakai pakaian adat.

Pergeseran budaya pascaperang melatarbelakangi konsistensi C.S.D. Xejuyup untuk mengenakan pakaian tradisional sebagai kostum tim mereka. Langkah yang dilakukan C.S.D. Xejuyup patut diapresiasi, karena dengan cara tersebut keunikan mereka bisa menjadi inspirasi dan pengingat anak muda di sana untuk tetap menghargai kebudayaan sendiri. Satu hal lain, C.S.D. Xejuyup juga berhasil memanfaatkan sepakbola sebagai olahraga paling favorit di dunia sebagai alat untuk mengenalkan identitas kebudayaan mereka.

Sumber: New York Time

Komentar