Brasil adalah gudangnya pemain bertalenta. Pemain berkualitas keluar-masuk timnas Brasil silih berganti. Tapi di skuat Brasil untuk pertandingan pamungkas babak kualifikasi Piala Dunia 2018 Rusia, terdapat seorang pemain berusia 32 tahun yang baru dipanggil kembali setelah lama absen dari timnas; Diego Tardelli.
Bagi yang bermain Football Manager 2005 hingga 2007, namanya termasuk sebagai calon penyerang menjanjikan dari Brasil. Ia juga masuk dalam jajaran pemain yang direkomendasikan untuk direkrut oleh forum-forum Football Manager, bersanding dengan nama-nama seperti Lionel Messi, Kim Kallstorm, Lebohang Mokoena, Anthony Vanden Borre, Kerlon, Marcelo, Fredheim Holm, Rafael Sobis, Fernando Cavenaghi atau Valeri Bojinov.
Prediksi skill Tardelli di Football Manager
Ketika muda, Tardelli memang digadang-gadang bisa menjadi juru gedor timnas Brasil layaknya legenda mereka Ronaldo Nazario. Apalagi ketika Tardelli diperbincangkan di seantero Brasil karena mulai tampil reguler bersama Sao Paulo, timnas Brasil sudah mulai krisis penyerang. Pada 2006-2007, ia pun dipinjam dua kesebelasan Eropa, Real Betis dan mantan klub Ronaldo, PSV Eindhoven.
Tapi tak selamanya scout FM menilai pemain dengan tepat seperti prediksi mereka pada Messi. Pada kenyataannya, Tardelli justru bernasib seperti Cavenaghi atau Kallstorm yang gagal bersinar menjadi pemain top di Eropa. Karier pemain yang juga memiliki paspor Italia tersebut justru cukup berliku hingga terdampar di Asia.
Setelah gagal membuktikan di Eropa bersama Betis dan PSV, Tardelli dilepas ke Flamengo oleh Sao Paulo. Keputusan Sao Paulo terbilang tepat karena di Flamengo pemain kelahiran 10 Mei 1985 ini tak mencetak satu gol pun dari 16 pertandingan Serie A Brasil 2008. Flamengo yang tak puas dengan permainan Tardelli pun langsung menjualnya kembali pada musim berikutnya ke Atletico Miniero.
Di Atletico Miniero-lah karier Tardelli kembali membaik. Total 137 penampilan ia torehkan dengan catatan 55 gol dan 13 asis. Berkat Miniero juga Tardelli dilirik oleh Carlos Dunga, pelatih timnas Brasil saat itu. Ketika itulah Tardelli yang berusia 24 tahun disebut-sebut bisa menjadi pemain no.9 baru di Brasil.
Pada 2009, Tardelli rutin mengisi daftar pemain timnas Brasil. Walau begitu, tak satupun gol berhasil ia cetak. Hal yang cukup wajar karena ia lebih sering tampil dari bangku cadangan. Saat itu ia kalah saing dengan penyerang Inter Milan, Adriano Leite, yang juga dianggap punya potensi bisa menjadi ujung tombak Brasil. Adriano mengenakan nomor punggung 9, Tardelli mengalah dengan menggunakan nomor 18.
Tardelli lantas direkrut oleh KKB (Klub Kaya Baru) yaitu Anzhi Makhachkala pada 2011. Tapi kepindahan ini tampaknya menjadi hal yang cukup disesali oleh Tardelli. Ia merasa tak cocok dengan kehidupan di Rusia. Ia pun hanya bermain sebanyak 13 kali dengan tanpa satu gol pun berhasil ia ciptakan. Tak ragu ia menyatakan keinginannya untuk pindah meski ia baru menjalani kehidupan di Rusia dalam hitungan bulan.
Keinginannya itu pun disambut kesebelasan asal Qatar, Al-Gharafa pada 2012, 10 bulan setelah ia memilih pindah ke Eropa. Walau sebenarnya ia rindu kampung halaman, tampaknya Tardelli masih penasaran dengan sepakbola di luar Brasil. Ia pun dengan yakin meneken kontrak berdurasi 2,5 tahun dan mencoba peruntungannya di Asia.
Kran golnya kembali mengalir. Di musim pertamanya (Liga Qatar sudah berjalan setengah musim), ia mencetak enam gol dari 15 laga. Pada musim kedua ia lebih produktif dengan mencetak 9 gol dari 14 laga. Tapi lagi-lagi kehidupan di luar Brasil, atau tepatnya di Qatar, tidak sesuai dengan yang ia harapkan meski ia semakin bergelimang harta. Ia pun menyatakan keinginannya untuk pulang ke Brasil.
Al-Gharafa tentu menolaknya dan merayu Tardelli untuk tetap bertahan. Namun meski ditawari kenaikan gaji, Tardelli bergeming dengan keputusannya. Atas dasar itulah Miniero berupaya membawanya pulang. Meski negosiasi sempat berjalan alot karena Al-Gharafa meminta waktu untuk mendapatkan pengganti sebelum melepas Tardelli, akhirnya pada Februari 2013 Tardelli resmi kembali ke Miniero, yang artinya ia hanya bertahan satu tahun saja di Qatar.
Miniero tampaknya menjadi tempat yang paling ideal untuk karier Tardelli. Bersama kesebelasan berjuluk "Galo" alias Ayam Jantan tersebut jalan menuju timnas Brasil kembali terbuka. Padahal saat itu Tardelli sudah berusia 29 tahun dan ia belum mencicipi lagi seragam timnas sejak terakhir dipanggil Dunga pada 2009, atau lima tahun sebelumnya.
Tardelli kembali dipilih oleh Dunga yang kembali ditunjuk menjadi pelatih Brasil setelah Brasil gagal di Piala Dunia 2014 dengan King Fred sebagai ujung tombak. Torehan 18 gol dari 54 penampilan bersama Miniero sudah cukup bagi Dunga untuk mengandalkannya di lini depan Seleccao. Tardelli pun sempat menjawabnya dengan dua gol yang ia cetak pada laga persahabatan melawan Argentina.
Tardelli jadi pemain kesayangan Dunga
Selama 2014, Tardelli bermain di lima laga dan mencetak tiga gol serta satu asis. Cedera sempat membuatnya tak dipanggil. Tapi begitu pulih, ia langsung kembali mengisi skuat Brasil. Bahkan ia menjadi andalan Dunga di Copa America 2015, mengenakan nomor 9 yang menjadi ciri khas Ronaldo. Dunga masih mengedepankan Tardelli meski saat itu ia tak mencetak banyak gol saat membela menjalani musim pertamanya di Tiongkok bersama Shandong Luneng.
Tapi Brasil gagal total di Copa America 2015 setelah kalah di perempat final ditaklukkan oleh Paraguay, yang membuat mereka tak lolos tampil di Piala Konfederasi untuk pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir. Tardelli yang diturunkan pada laga pertama melawan Peru sebagai starter tampil mengecewakan, yang membuat tempatnya di laga-laga berikutnya diisi oleh Roberto Firmino. Tiga kali dimasukkan sebagai pengganti, Tardelli tak mampu menjawab ekspektasi.
Sejak saat itulah Tardelli tak lagi dipercaya Dunga di timnas Brasil. Namanya tak dimasukkan Dunga yang masih dipercaya hingga Copa America Centenario 2016. Hanya saja ketika Dunga ditawari melatih kesebelasan Tiongkok, Beijing Guoan, pelatih yang menjuarai Piala Dunia 1994 saat menjadi pemain tersebut menginginkan Tardelli sebagai syarat perekrutannya. Dengan gaji empat juta euro per musim di Shandong, Beijing Guouan pun tak sanggup memenuhi permintaan Dunga, sehingga Dunga batal direkrut yang akhirnya mereka memilih Roger Schmidt.
Kepercayaan Dunga pada kemampuan Tardelli tampaknya tidak berlebihan. Bahkan Tardelli masih dinilai sebagai penyerang terbaik Brasil saat ini. Hal itu terbukti dengan pemanggilannya kembali ke timnas Brasil untuk dua partai pamungkas kualifikasi Piala Dunia 2018. Kali ini bukan Dunga, adalah Tite yang percaya pada kemampuan Tardelli meski usianya sudah 32 tahun. Pemanggilan Tardelli tersebut tak sedikit mengundang kritik karena pemain bertinggi 179 cm tersebut dianggap telah habis.
Yang menjadi alasan utama Tite memanggil kembali Tardelli ke timnas Brasil adalah pengalamannya saat menghadapi Tardelli. Saat menukangi Corinthians, Tardelli menjadi momok menakutkan baginya. Hampir dalam setiap pertemuan, Tardelli selalu mencetak gol ke gawang Corinthians yang dilatihnya.
"Diego Tardelli punya sejarah bagus bersama tim nasional dan punya tempat khusus di skuat Brasil asuhan Dunga. Lagipula, ia pemain bagus. Saya menghadapinya ketika ia bermain di Atletico Miniero dan ia tampil luar biasa saat menghadapi tim saya. Dari 13 pertandingan Tardelli menghadapi Corinthians tim saya, dia mencetak 11 gol dan satu asis," kata Tite pada Goal.
Pemanggilan Tardelli ini cukup menjadi bukti bahwa Brasil saat ini memang krisis penyerang. Satu-satunya penyerang tengah yang bisa diandalkan Brasil hanyalah penyerang tengah milik Manchester City, Gabriel Jesus, yang masih berusia 20 tahun. Roberto Firmino yang didaftarkan sebagai penyerang pun sebenarnya berposisi asli gelandang serang.
Baca juga:
Para "Lord" Sepakbola: dari Bendtner, Heskey, Atep hingga Aji Santoso
Cavenaghi, Wonderkid Gagal yang Berhasil
Seri Pertama Football Manager dan Nasib Wonderkid yang Gagal
Maka cukup wajar Tardelli menghuni skuat Brasil saat ini, walau mungkin hanya jadi pelengkap (tak dimainkan saat menghadapi Bolivia). Pesaing-pesaing yang dikalahkannya pun tak punya nama mentereng. Dimulai dari Taison yang saat ini bermain di Shakhtar Donetsk, Luan dan Dudu yang minim pengalaman, serta Diego Souza yang kariernya tak jauh lebih baik dari Tardelli. Robinho yang sudah mengecap 100 caps untuk timnas Brasil pun sudah berusia 33 tahun dan tak begitu tajam.
Karier Tardelli yang tak terlalu mengilap tapi menjadi kesayangan Dunga dan tetap dipilih Tite saat ini rasanya membuatnya cocok mendapatkan sebutkan Lord Tardelli. Tapi jika Tardelli tak mampu membuktikan kualitasnya di laga terakhir Brasil menghadapi Cile, jangan heran jika pada akhirnya Brasil akan memanggil kembali King Fred pada Piala Dunia 2018 nanti.
Komentar