Claudio Ranieri diincar Fiorentina dan Swansea City setelah dipecat dari Leicester City pada 23 Februari lalu. Namun pada akhirnya ia lebih memilih Nantes dari Ligue 1 Prancis untuk dijadikan pelabuhan barunya pada Juni lalu. Saat artikel ini ditulis, Nantes menempati posisi empat klasemen dan tak terkalahkan di enam laga (kalah di dua laga perdana).
Ranieri datang ke sana dengan kontrak dua musim menggantikan Sergio Conceicao yang mengundurkan diri karena dipinang FC Porto. Awalnya, kedatangannya mendapatkan penolakan dari Federasi Sepakbola Prancis (FFF) karena usia Ranieri saat itu akan melebih aturan minimal yang diterapkan. Pihak FFF melarang kesebelasan dilatih oleh pelatih yang berusia di atas 65 tahun. Tapi pada waktu itu Ranieri berhasil lolos atas rekomendasi khusus karena pendaftarannya masih dalam usia 65 tahun. Sementara usianya akan lebih dari 65 tahun pada Oktober 2017.
Bagi Ranieri, ke Nantes bukan berarti kemunduran dalam kariernya. Pada kenyataannya ia masih diminati banyak klub Inggris setelah dipecat Leicester City, satu musim setelah membawa juara Liga Primer. Dengan segala pertimbangan, mantan pelatih Chelsea ini pun memilih berkarier di luar Inggris.
"Bagi saya, penting untuk memiliki pekerjaan. Saya sudah mendapatkan tawaran dari berbagai klub Inggris tapi saya memilih datang ke Prancis. Saya pikir, setelah Leicester, yang terbaik adalah istirahat dari Liga Primer dan berganti negara. Klub besar tidak mengganti pelatihnya, semuanya dipertahankan," imbuh Ranieri seperti dikutip dari Mirror.
Nantes bersikeras mendaftarkan Ranieri karena diharapkan ia bisa menghadirkan keajaiban serupa seperti yang dilakukannya di Leicester dahulu, yaitu dengan mempersembahkan gelar juara Liga Primer Inggris 2015/2016. Apalagi Ranieri memiliki pengalaman di Ligue 1 karena pernah membesut AS Monaco dari 2012 sampai 2014.
Kendati demikian, Waldemar Kita selaku pemilik Nantes tidak terlalu memasang target tinggi untuk Ranieri. Ranieri hanya diberi target untuk membawa Nantes ke Liga Europa. "Dia [Ranieri] tidak meminta jaminan apapun dan saya tidak akan memberi tuntutan padanya. Kami menyelesaikan musim lalu dengan baik dan dia harus meneruskan style itu. Akan lebih bagus jika lolos ke kualifikasi Liga Europa," ujar Waldemar seperti yang dikutip dari The Sports Men.
Nantes memang mengakhiri musim lalu dengan baik atas kesuksesan Conceicao. Mantan penggawa timnas Portugal tersebut berhasil melakukan revolusi di Nantes sejak datang pada Desember 2016 di saat kesebelasan itu sedang terpuruk. Saat ia bergabung, Nantes berada di peringkat kedua terbawah klasemen sementara Ligue 1 2016/2017 pada waktu itu.
Conceicao mampu membuat kesebelasannya menjadi lebih agresif dan menyerang. Pada akhirnya ia membawa Nantes ke peringkat tujuh klasemen akhir Ligue 1 musim lalu tersebut. Conceicao juga berhasil mengasah pemain-pemain seperti Amin Harit, Diego Carlos, Emiliano Sala, Valentin Rongier dan pemain lain yang notabene bukan pemain top.
Sama seperti Ranieri saat di Leicester, Conceicao pun formasi dasar 4-4-2. Mungkin inilah yang membuat Waldemar tak ragu menunjuk pelatih asal Italia tersebut. Aura juara Ranieri juga akan memberikan api yang sama seperti di Leicester kepada para pemainnya di Nantes.
Artinya, Ranieri diharapkan bisa mempertahankan kebangkitan Nantes setelah hasil impresif Conceicao. Apalagi Nantes bukanlah kesebelasan kecil. Mereka adalah kesebelasan tersukses ketiga di Prancis setelah Saint-Etienne dan Olympique Marseille atas koleksi delapan gelar Ligue 1 yang terakhir kali diraih pada musim 2000/2001.
Hanya saja kedatangannya harus ditinggalkan tiga pemain andalan Nantes musim lalu, yaitu Harit, Guillaume Gillet dan Remy Riou. Walau begitu, Ranieri tak terlalu merisaukannya. "Saya tidak bisa mengubahnya sekarang. Saya seperti Frank Sinatra. Saya selalu melakukannya dengan cara-cara saya," ujarnya seperti dikutip dari The Guardian.
Tapi kepergian pemain-pemain penting wajar karena Nantes memiliki keterbatasan sumber dana dalam beberapa musim terakhir ini. Jangankan dengan Paris Saint-German (PSG), Monaco atau Olympique Marseille, dana perbelanjaan Nantes masih kalah dari Bordeaux, Saint-Etienne dan Rennes.
Ranieri pun tidak memulai musim dengan baik karena dikalahkan dua kali secara beruntun oleh OSC Lille dan Marseille. Tapi kekalahan itu menjelaskan adanya kebutuhan di skuat Nantes saat itu. Kemudian setelah itu, Andrei Girotto, Kalifa Coulibaly dan Yassine El Ghanassy didatangkan jelang tenggat bursa transfer musim panas lalu. Sebelumnya, Nantes cuma mendatangkan Ciprian Tatarusanu dan Nicola Pallois.
Kemudian Ranieri baru bisa memberikan kemenangan perdana pada pertandingan pekan ketiga Ligue 1 ketika mengalahkan tuan rumah Troyes. Sejak itulah Ranieri membawa Nantes tidak terkalahkan selama enam pertandingan beruntun.
Hasil dari lima kemenangan dan satu kali imbang itu berhasil membawa Nantes ke peringkat empat klasemen sementara dengan raihan 16 poin dari delapan laga. Poin itu cuma tertinggal enam angka dari PSG sebagai pemuncak klasemen Ligue 1 sementara,
"Saya meminta untuk para pendukung untuk bersabar. Jika Anda bermain bagus dan Anda kalah satu atau dua kali, berarti Anda bermain dengan cara yang salah. Jadi yang terpenting adalah menang," tutur Ranieri.
https://twitter.com/GaryLineker/status/914913482629353474
Pertahanan Solid Menjadi Kunci Claudio Ranieri Bersama Nantes
Sebetulnya tidak ada yang spektakuler mengenai permainan Nantes ketika menyerang. Tiga dari kemenangan mereka saja cuma didapatkan mayoritas dengan skor 1-0. Pertahanan merekalah yang telah menjadi malapetaka bagi lawan-lawannya. Ranieri berhasil membuat pertahanan Nantes begitu solid.
Buktinya, Nantes cuma kebobolan satu kali dari enam pertandingan terakhirnya. Olympique Lyonnais yang membantai Nantes dengan skor 6-0 pada musim lalu sehingga membuat Rene Girard dipecat pun berhasil ditahan imbang 0-0. Fokus Ranieri bersama Nantes adalah lebih menjaga gawangnya dari kebobolan daripada mencetak gol.
Ranieri sadar bahwa saat ini Nantes tidak memiliki penyerang haus gol seperti Jamie Vardy ketika masih membesut Leicester. Musim lalu, pencetak gol terbanyak Leicester adalah Sala dengan 12 gol. "Tujuannya yaitu untuk memiliki satu dari lima pertahanan terbaik di Prancis," cetus Ranieri yang berasal dari Italia itu.
Jean Petit yang pernah menjadi asisten pelatihnya ketika di Monaco memberikan bocoran tentang taktik Ranieri. "Timnya harus memiliki blok yang sangat rapat, setiap orang harus bekerja, bertahan dan menyerang. Setiap pemain tahu apa yang diharapkan darinya. Secara fisik, timnya berada di level atas. Lihatlah jumlah kemenangan Leicester yang terjadi di akhir pertandingan," beber Petit.
Saat ini Ranieri tidak memiliki Vardy atau Riyad Mahrez untuk menunjukkan magisnya seperti yang dilakukannya bersama Leicester. Kendati demikian, Ranieri berhasil menciptakan unit bertahan yang kuat bersama Nantes. Jika melihat catatannya sejauh ini, masa depan Nantes terlihat berada di tangan yang tepat dan menuju arah yang benar.
Komentar