Bulan Oktober pada tahun 2017 ini akan berakhir dalam hitungan jam, di Indonesia hal tersebut tidaklah berpengaruh banyak, terlebih dalam hal cuaca atau musim. Namun hal tersebut justru berbeda dengan Eropa, akhir bulan Oktober merupakan masa peralihan dari musim panas ke musim dingin yang akan mencapai puncaknya pada akhir Desember hingga awal Januari nanti.
Selain dari turunnya salju sekilas mungkin tidak ada dampak yang terlalu signifikan dari datangnya musim dingin ini. Namun datangnya musim dingin justru akan berdampak pada zona waktu. Pada saat musim dingin, zona waktu akan kembali normal, setelah pada musim panas waktu resmi dimajukan (biasanya) satu jam lebih awal dari zona waktu standar dan diberlakukan selama musim semi dan musim panas.
Tujuannya adalah agar kegiatan kerja dan sekolah dimulai dan selesai lebih awal, sehingga ketika warga selesai berkegiatan masih banyak waktu untuk menikmati siang hari yang terang. Di Amerika Utara, istilah tersebut jamak disebut Daylight Saving Time (DST) Seperti sudah disebutkan di atas bahwa pengaruh dari DST ini adalah pemanfaatan waktu yang lebih cepat dari biasanya.
Selengkapnya tentang DST: Berakhirnya Daylight Saving Time dan Pengaruhnya di Jadwal Sepakbola
Dampak dari berakhirnya DST akan sangat dirasakan oleh negara-negara yang memiliki perbedaan waktu yang terlampau jauh dengan Eropa, misalnya Indonesia. Orang-orang Indonesia yang gemar begadang untuk menyaksikan pertandingan sepakbola di kompetisi Eropa, harus menunggu lebih lama satu jam dari biasanya untuk menanti waktu kick off.
Hal tersebut dikarenakan zona waktu Indonesia berjarak tujuh jam dari zona waktu Inggris (GMT), jadi ketika musim dingin tiba mereka harus menikmati waktu pertandingan paling lambat pukul 03.00 dini hari. Maka jangan heran bila melihat adanya perubahan jadwal pertandingan Liga Champions pada pekan ini, yang biasanya digelar pada 1:45 dini hari WIB berubah menjadi 2:45 dini hari WIB.
Bisa disimpulkan, bahwa dampak paling signifikan bagi sepakbola Eropa saat musim dingin tiba adalah perubahan waktu pertandingan. Namun tidak hanya itu, saat musim dingin tiba, setiap kegiatan yang dilakukan pasti identik dengan pakaian tebal untuk melindungi mereka daru cuaca dingin.
Hal tersebut juga berlaku dalam sepakbola, dalam sebuah pertandingan yang digelar saat memasuki musim dingin, para pemain umumnya menggunakan sarung tangan dan menggunakan baju lengan panjang, dan beberapa akan menaikkan kaos kaki lebih tinggi.
Tidak hanya, dalam sebuah pertandingan yang digelar pada musim dingin bola yang digunakan pun akan berganti. Biasanya, bola yang digunakan adalah berwarna putih. Namun saat musim dingin tiba, bola yang digunakan akan berubah warna menjadi orange atau kuning. Hal tersebut dilakukan sebagai antisipasi bila dalam pertandingan turun salju.
Bila salju turun dan bola yang digunakan tetap berwarna putih, maka akan sangat menyiksa para penonton, khususnya yang menyaksikan pertandingan dari layar kaca. Sebab warna bola yang putih sama dengan salju yang akan menutupi sebagian area lapangan, tentu saja para penonton akan kesulitan untuk melihat letak bola. Bagi para pemain pun itu akan sangat mengganggu, karena kesamaan warna bola dengan salju pun akan membuat mereka kesulitan untuk melihat letak bola yang benar.
Satu hal lain, saat pertandingan berlangsung pada musim dingin, para pelatih akan merasakan kekhawatiran yang luar biasa. Sebab terungkap fakta bahwa pesepakbola jauh lebih rentan mengalami cedera saat musim dingin tiba.
Khususnya di Liga Primer Inggris, pada akhir Desember menjelang Natal jadwal padat akan dihadapi oleh semua kesebelasan di Liga Primer, hal tersebut berpotensi menguras fisik para pemain yang tak jarang mengakibatkan cedera.
Namun dampak dari potensi cedera yang lebih besar bagi pesepakbola saat musim dingin tidak hanya terjadi di Inggris, di kompetisi Eropa lain pun berlaku. Hal tersebut dikarenakan saat musim dingin permukaan lapangan yang lebih keras dan tak jarang licin. Bila pemain terjatuh akibat benturan atau terpeleset, kontak tubuh dengan tanah benturannya akan jauh lebih keras. Cedera metatarsal, tulang betis, dan tulang kering menjadi fokus pada cedera yang disebabkan oleh kualitas lapangan yang biasanya memburuk pada saat musim dingin.
Baca juga: Pemain Eropa Lebih Rentan Cedera di Musim Dingin
Foto: Dymospilis
Komentar