Madura United harus menelan pil pahit saat dikalahkan Bhayangkara FC 1-3 di Stadion Gelora Bangkalan, Madura, Rabu (8/11). Manajer Madura United, Haruna Soemitro mengungkapkan bahwa dalam pertandingan menghadapi Bhayangkara FC pihaknya mendapatkan tekanan yang sangat luar biasa, baik itu sebelum pertandingan dimulai maupun setelah peluit dibunyikan wasit.
Haruna mengungkapkan bahwa sehari sebelum pertandingan LOC Madura United sempat mendapatkan ancaman dari Kepolisian Bangkalan yang akan mencabut izin penyelenggaraan pertandingan melawan Bhayangkara FC. Padahal izin secara tertulis sudah didapatkan jauh-jauh hari sebelum pertandingan.
“Tekanan terhadap pertandingan hari ini sungguh luar biasa, pada pukul 21:30 WIB kemarin, kami menerima kabar soal akan adanya pencabutan rekomendasi izin pertandingan dari Polres Bangkalan, kemudian tiba-tiba ada seseorang yang tidak perlu disebutkan namanya, ingin memberikan jaminan, kalau Madura ini mau diajak negosiasi, semua bisa dilaksanakan dengan baik. Saya tidak tahu ini ulah siapa, tapi yang pasti tekanan ini sungguh berat,” terang Haruna seusai pertandingan.
Selain itu tekanan secara mental juga diindikasikan diterima oleh para penggawa Madura United. Sebelum pertandingan di mulai, akun ofisial twitter Madura United mengunggah sebuah foto, di mana lorong menuju ruang ganti pemain Madura United penuh sesak oleh aparat Kepolisian. Padahal dalam pertandingan tersebut Madura bertindak sebagai tuan rumah. Selain itu, kejadian tersebut pun merupakan kali pertama terjadi selama tim asuhan Gomes de Olivera itu menggelar pertandingan kandang.
https://twitter.com/MaduraUnitedFC/status/928236397705666566
Dalam pertandingan melawan Bhayangkara, tribun VVIP Stadion Gelora Bangkalan pun dipenuhi oleh aparat Kepolisian. Tak ayal kehadiran mereka pun terkesan layaknya suporter bagi tim tamu. Kesan tersebut muncul karena status kepemilikan Bhayangkara FC yang merupakan klub milik Kepolisian Republik Indonesia.
Sejatinya pertandingan antara Madura United melawan Bhayangkara FC tidak boleh dihadiri oleh penonton dari kedua kesebelasan. Hal tersebut dikarenakan tim berjulukan Laskar Sapeh Kerab itu tengah menjalani sanksi menggelar partai kandang tanpa penonton sebagai imbas aksi teror yang dilakukan kepada wasit kala Madura menghadapi Borneo FC beberapa waktu lalu.
Bahkan Madura United sempat mendapatkan sanksi tambahan berupa denda sebesar Rp 50.000.000, karena saat menjamu Barito Putera pada Minggu (5/11) lalu, terdapat sejumlah panitia pertandingan yang duduk di tribun VVIP yang seharusnya steril. Pemandangan yang hampir mirip dengan yang terjadi saat Madura menjamu Barito pun kembali terlihat saat Laskar Sapeh Kerrab menghadapi Bhayangkara FC.
Jadi, selain harus menelan kekalahan menyakitkan di laga kandang terakhirnya, Madura United juga berpotensi mendapatkan sanksi dari Komisi Disiplin PSSI, lantaran tribun VVIP yang dipenuhi aparat Kepolisian.
“Hari ini, menerima fakta, bahwa nanti yang didenda kami. Kemarin kami dapat denda 50 juta karena panitia dudu di VVIP. Hari ini, ada tim tamu yang menggunakan seragam aparat, yang jelas-jelas itu adalah suporter berseragam. Ada fenomena lucu juga, karena di antara tetamu tersebut terdapat satu orang yang jelas-jelas dilarang datang ke stadion hadir dan memberikan instruksi dari tribun VVIP,” sambung Haruna.
https://twitter.com/MaduraUnitedFC/status/928295336723980288
Kompetisi Lelucon
Lebih lanjut Haruna mengungkapkan bahwa menjelang akhir musim ini ia mencium telah terjadi yang namanya kriminalisasi dalam sepakbola Indonesia, yang melibatkan berbagai instrument di dalamnya. Hal yang paling membuatnya kecewa adalah saat instrument wasit asing dijadikan sebagai alat dalam kriminalisasi tersebut. Saat menghadapi Bhayangkara, ada tiga pemain Madura United yang mendapatkan kartu merah, yaitu Peter Odemwingie, Fandi Eko Utomo dan Rizky Dwi Febriyanto.
“Pada akhir musim ini saya melihat telah terjadi kriminalisasi yang sangat luar biasa melalui berbagai macam alat. Paling tragis hari ini adalah instrumen wasit asing. Bagaimana ceritanya dalam pertandingan ada tiga kartu merah untuk kami, yang membuat pertandingan jadi tidak kondusif. Kami di cederai begitu banyak oleh pemain lawan, tapi tidak ada kartu. Tapi, ketika pemain kami melakukan tekel keras, langsung kartu itu melayang.”
Haruna juga mengkritisi keputusan Komisi Disiplin PSSI yang memberikan tambahan dua poin untuk Bhayangkara FC, setelah Mitra Kukar yang menjadi lawan klub berjuluk The Guardian itu sebelumnya dinyatakan kalah WO karena memainkan Mohamed Sissoko yang sebenarnya masih menjalani sanksi larangan bermain akibat kartu merah yang didapatkannya. Melalui kejadian tersebut, ia menyampaikan bahwa poin di sepakbola Indonesia sebenarnya bisa didapatkan tanpa harus bertanding di lapangan.
“Satu hal lain, saya juga baru tahu kalau poin dalam sepakbola itu tidak perlu didapatkan dari lapangan, tapi bisa didapatkan di atas meja. Jadi tidak perlu lagi berjuang keras 90 menit untuk memenangkan pertandingan. Jadi, selamat kepada Bhayangkara FC yang menjuarai Liga Lelucon ini,” tukasnya.
Foto: Liga-Indonesia.id
Ed: RAS
Komentar