Bhayangkara FC kokoh di puncak klasemen sementara Liga 1 Indonesia 2017 setelah mengalahkan Madura United 3-1 di Stadion Bangkalan, Madura, Rabu (11/9). Merunut jumlah poin yang dimiliki Bhayangkara FC setelah berhasil menumbangkan Madura United, Bhayangkara sebenarnya sudah bisa dipastikan keluar sebagai juara di kompetisi Liga 1 2017 ini.
Tim berjulukan The Guardian itu saat ini berada di puncak dengan 68 poin, unggul tiga angka dari Bali United yang berada di posisi dua. Memang masih ada satu pertandingan sisa yang akan dimainkan Bali dan Bhayangkara, namun karena Bhayangkara memiliki keunggulan head to head atas Bali United, maka apapun hasil yang terjadi di pertandingan terakhir takkan lagi menggoyahkan posisi The Guardian di puncak klasemen.
Meski begitu Bhayangkara FC belum disahkan secara resmi sebagai juara Liga 1 Indonesia oleh operator kompetisi, PT Liga Indonesia Baru (LIB), lantaran liga juga belum rampung seluruhnya. Selain itu, kepastian juara Bhayangkara FC juga masih belum bisa ditentukan karena Komisi Banding (Komding) PSSI masih menunggu kelengkapan pengajuan banding yang akan dilakukan Mitra Kukar.
Seperti diketahui bahwa keberhasilan Bhayangkara FC meraih total 68 poin saat ini tak lepas dari penambahan dua poin yang diterima The Guardian, sebagai buntut sanksi yang didapatkan Mitra Kukar karena memainkan Mohamed Sissoko di laga melawan Bhayangkara FC.
Padahal Sissoko pada saat itu statusnya sedang dalam hukuman larang bermain. Akibatnya sanksi pun diberikan kepada Mitra Kukar, salah satu sanksi yang diberikan kepada Naga Mekes adalah, mereka dianggap kalah WO dalam pertandingan yang sebenarnya berakhir dengan skor imbang 1-1 itu.
Andai banding yang diajukan Mitra Kukar disetujui oleh Komding PSSI, otomatis penambahan dua poin yang diberikan kepada Bhayangkara FC akan ditarik kembali, yang memungkinkan bagi The Guardian menunda pesta juara mereka, karena Bali United juga masih memiliki kans untuk keluar sebagai juara musim ini.
Apapun yang terjadi nanti, bisa dibilang bahwa saat ini Bhayangkara merupakan juara sementara Liga 1 Indonesia 2017. Terlepas dari adanya beberapa kontroversi yang mengiringi keberhasilan Bhayangkara FC memuncaki tabel klasemen Liga 1.
Pencapaian yang bisa diraih The Guardian bisa dibilang mengejutkan. Sebab di awal kompetisi mereka bukanlah tim unggulan dalam perebutan gelar juara musim ini. Namun mereka bisa membuktikan bahwa mereka mampu untuk melangkah lebih jauh di Liga 1 musim ini, meski tak menyandang status sebagai tim unggulan.
Baca Juga: Keganjilan dalam Hukuman yang Diterima Mitra Kukar
Dari Kutai Barat Hingga Akhirnya Berlabuh di Bekasi
Salah satu yang membuat Bhayangkara FC tidak terlalu diunggulkan pada awal musim lalu karena statusnya yang merupakan tim baru di pentas sepakbola Indonesia. Melihat data yang dihimpun dari situs Liga-Indonesia.id, Bhayangkara merupakan kesebelasan yang terbentuk pada tahun 2016. Meski begitu kiprah Bhayangkara FC di sepakbola Indonesia sebenarnya dimulai pada 2010 lalu.
Bisa dibilang awal kelahiran Bhayangkara FC diwarnai banyak polemik dan juga kontroversi. Sebab mereka lahir di tengah dualisme Persebaya Surabaya. Ada dua Persebaya yang bermain di kompetisi berbeda, pada saat itu juga kompetisi Indonesia mengalami dualisme. Ada Persebaya 1927 yang bermain di Liga Primer Indonesia dan Persebaya Surabaya yang tampil di Divisi Utama.
Persebaya Surabaya yang bermain di Divisi Utama ini yang menjadi cikal-bakal terbentuknya Bhayangkara FC. Terbentuknya Persebaya Surabaya yang tampil di Divisi Utama hadir berkat berkat campur tangan Wisnu Wardhana dan La Nyalla Mattalitti. Saat itu, keduanya mengakuisisi Persikubar Kutai Barat dan memindahkannya ke Surabaya dengan mengubah nama Persikubar menjadi Persebaya Surabaya di bawah kepemilikan PT. Mitra Muda Inti Berlian (MMIB).
Polemik mulai terasa saat Persebaya Surabaya promosi ke Liga Super Indonesia pada musim 2014. Mereka tidak mendapatkan simpati dari Bonek, yang merupakan loyalis klub berjuluk Bajul Ijo. Sebagian besar Bonek menganggap bahwa Persebaya Surabaya versi PT MMIB merupakan Persebaya imitasi. Setelah semusim mengarungi kompetisi LSI 2014, masalah yang lebih besar dialami Persebaya Surabaya versi PT MMIB, setelah pada September 2014, Ditjen HAKI memutuskan hak merek dan logo Persebaya, sepenuhnya merupakan milik Persebaya 1927.
Setelah hak paten nama dan logo gagal didapatkan, Persebaya yang akan tampil di LSI 2015 pun aspek legalitas mereka dipermasalahkan Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI). Namun karena terjadi kisruh di sepakbola Indonesia, yang membuat PSSI akhirnya dibekukan statusnya oleh FIFA, kompetisi pun bubar di tengah jalan. Demi menjaga nadi sepakbola Indonesia tetap berdenyut, berbagai turnamen pun diselenggarakan.
Piala Presiden 2015 menjadi turnamen akbar pertama di tengah kisruh yang terjadi di sepakbola Indonesia. Dalam turnamen yang menghadirkan Persib Bandung sebagai juaranya itu, aspek legalitas menjadi permasalahan yang dialami Persebaya Surabaya untuk mengikuti turnamen tersebut. Untuk mengakalinya, tambahan nama ‘United’ pun disematkan.
Pada 30 Juni, gugatan Persebaya Surabaya kepada Persebaya 1927 untuk mendapatkan hak paten nama dan logo ke Pengadilan Niaga. Namun gugatan tersebut ditolak, hak paten nama dan logo tetap menjadi miliki Persebaya 1927. Keputusan tersebut membuat Persebaya Surabaya harus mengubah nama dan logonya.
Pada turnamen Piala Jenderal Sudirman mereka pun menggunakan nama Bonek FC sebagai identitas. Namun pencatutan nama Bonek sebagai nama baru bagi mereka, malah menimbulkan masalah baru. Bonek menantang dan tak sudi namanya digunakan sebagai nama klub, hingga akhirnya mereka pun memilih nama Surabaya United sebagai identitas baru.
Tak berlangsung lama, Surabaya United pun merger dengan PS Polri yang kemudian membuat nama klub tersebut kembali berubah menjadi Bhayangkara FC. Nama Bhayangkara FC digunakan pada turnamen jangka panjang Indonesia Soccer Championship (ISC) 2016, dan berlanjut hingga Liga 1.
Foto: Liga-Indonesia.id
Komentar