Piala Dunia 2018 belum dimulai, tapi sudah ada dua negara yang terancam gagal terbang ke Rusia di musim panas tahun depan. Setelah Peru sempat terancam ditendang dari daftar peserta, kali ini giliran Spanyol. Salah satu penyebab kabar ini beredar adalah karena pemerintah ikut campur tangan pada pemilihan presiden Asosiasi sepakbola Spanyol (RFEF).
Hal ini terjadi lantaran presiden RFEF sebelumnya, Angel Maria Villar, dipaksa mundur karena kasus korupsi. Saat ini RFEF dipimpin oleh Juan Luis Larrea sebagai interim.
Meski menjabat sementara, Larrea menginginkan posisi presiden RFEF secara permanen sampai 2020, sesuai dengan masa jabatan Villar. Jabatan ini menjadi perebutan setelah sebelumnya juga Luis Rubiales, mantan kepala persatuan pemain yang juga rekan Villar, mengajukan diri sebagai presiden. Ia mengajukan pemungutan suara untuk dilakukan pada 16 Januari 2018.
Melihat masalah perebutan kekuasaan ini, Kabinet Spanyol menyuruh Dewan Olahraga Nasional Spanyol untuk mengadakan pemungutan suara yang benar-benar baru. FIFA kemudian melihat usaha penengahan dari pemerintah Spanyol (Kabinet Spanyol dan Dewan Olahraga Nasional Spanyol) ini sebagai intervensi politik.
Intervensi politik memang tidak diperbolehkan oleh FIFA, sebagai federasi sepakbola dunia. Indonesia (2015), Kuwait (Oktober 2016), dan Benin (2016) adalah tiga contoh negara yang terkena sanksi FIFA karena intervensi pemerintah di asosiasi sepakbola mereka.
"Kami bisa mengonfirmasikan jika FIFA baru-baru ini sudah mengirimkan surat kepada RFEF, menunjukan kepedulian terhadap situasi federasi dan mengingatkan bahwa... seluruh asosiasi anggota harus mengatur urusan mereka secara independen [dari pemerintah negara]," kata pernyataan FIFA pada Jumat lalu (15/12).
"Seluruh asosiasi harus memastikan tidak ada intervensi dari luar dari pihak ketiga terhadap urusan internal mereka."
"FIFA sedang mengontak RFEF dan dalam beberapa pekan ke depan delegasi dari FIFA dan UEFA akan berkunjung ke Madrid untuk menganalisis situasi RFEF."
Sementara itu, RFEF dan pemerintah Spanyol bersikeras jika Spanyol akan tetap bisa mengikuti Piala Dunia 2018 di Rusia.
"Aku tidak bisa melihat skenario itu (Spanyol ditendang dari Piala Dunia)," kata Perdana Menteri Mariano Rajoy, pada konferensi pers di Brussels, Belgia, pada Jumat lalu (15/12). "Aku sangat yakin Spanyol akan pergi ke Piala Dunia, dan akan menang."
Sergio Ramos juga ikut berkomentar. Setelah memenangi Piala Dunia Antarklub di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, bersama Real Madrid, ia mengatakan: "Aku tidak percaya Spanyol akan kehilangan apa yang sudah kami kerjakan dengan keras di atas lapangan karena perselisihan institusional."
Namun, ancaman FIFA ini memang nyata. Pada akhirnya RFEF menyatakan bahwa mereka akan menyelesaikan permasalahan ini. "RFEF mendapati kepedulian [FIFA] kepada kementerian olahraga dan mengharapkan adanya pertemuan untuk permasalahan itu. RFEF menginginkan segalanya untuk kembali normal, itu selalu menjadi tujuan utama dari para petinggi saat ini," bunyi pernyataan resmi mereka.
Selalu ada Italia di balik isu sejenis ini
Isu ini sebenarnya wajar untuk mencuat, meski pada saat-saat seperti ini pengaruh media dan ekspektasi pembaca juga berkaitan. Apalagi isu terlemparnya Peru dan kali ini Spanyol dari Piala Dunia selalu diikuti dengan opini membuat pengganti negara yang didiskualifikasi adalah Italia.
Meski demikian, beberapa kejadian di atas, dari mulai Spanyol, Peru, Indonesia, Kuwait, sampai Benin, membuat kita sadar jika aktor yang berpengaruh di sepakbola bukan hanya mereka yang ada di atas lapangan (pemain dan wasit), di pinggir lapangan (pelatih dan staf-stafnya), dan di stadion (penonton), melainkan mereka yang mengaturnya dari luar itu semua.
Jika masalah Spanyol ini tidak segera diselesaikan, ancaman mereka tak bisa berlaga di Piala Dunia bisa jadi kenyataan. Karena jika melihat kasus sebelumnya, FIFA memang tidak mentolerir hal-hal demikian terjadi di sepakbola.
Komentar