Roda nasib kehidupan Emmanuel Eboue berputar 180 derajat. Saat masih aktif menjadi pesepakbola, Eboue menikmati masa keemasan dalam hidupnya; menjadi bagian penting Arsenal (2004 hingga 2011) dan Galatasaray (2011 hingga 2016). Gaji tinggi yang didapatkan pada setiap pekan membuatnya bisa hidup dengan mewah.
Namun kini, saat ia tak lagi aktif bermain, kehidupan Eboue amat mengenaskan. Bisa dibilang ia kini jatuh miskin. Hidupnya terkatung-katung setelah semua harta benda yang dimiliki lenyap. Kisah tragis kehidupan Eboue terjadi dalam satu tahun terakhir, setelah cobaan bertubi-tubi menghantam kehidupannya.
Pada Maret 2016, Eboue yang terdepak dari skuat Galatasaray kembali ke Inggris untuk menerima pinangan Sunderland. Nahas, sesaat setelah membubuhkan tanda tangan kontrak bersama Sunderland, FIFA melarangnya berkecimpung dalam dunia sepakbola selama setahun karena tak membayar utang kepada mantan agennya, Sebastien Boisseau. FIFA menerangkan bahwa hukuman yang dijatuhkan kepada Eboue karena melanggar regulasi mengenai agen pemain. Ia divonis bersalah oleh hakim tunggal Komite Status Pemain FIFA pada Juli 2016 lalu. Mendengar kabar tersebut Sunderland langsung urung merekrut Eboue.
Cobaan terus mendera kehidupan Eboue setelah itu. Kakeknya, Amadou Bertin, meninggal dunia karena kanker. Dalam waktu yang berdekatan, saudaranya, N`Dri Serge, pun menyusul sang kakek ke liang lahat.
Dalam kondisi tertekan karena kehilangan dua sosok yang amat dicintai, Eboue malah digugat cerai istrinya, Aurelie Bertrand. Dari serentetan masalah yang dialaminya, kasus perceraiannya itu menjadi faktor dominan yang membuat kehidupan Eboue sengsara, karena putusan pengadilan Inggris menetapkan bahwa semua aset pribadi Eboue jatuh ke tangan Aurelie.
Dilansir dari Mirror.co.uk, Eboue mengakui keputusan pengadilan sangat tidak adil baginya. Saat putusan tersebut dijatuhkan, Eboue sedang dirawat di rumah sakit. Surat keterangan rumah sakit mengenai kondisinya pun sudah ia berikan kepada pengadilan, namun tak diindahkan.
Eboue mengungkapkan bahwa latar pendidikannya yang rendah membuatnya tidak memiliki pemahaman yang cukup untuk menyelamatkan semua aset pribadinya itu di pengadilan. Penderitaan pemain yang kini berusia 34 tahun itu pun semakin menjadi tatkala ia tak diperkenankan bertemu dengan ketiga anaknya, Mathis (9 tahun), Maeva (12 tahun) dan Clara (14 tahun).
"Perceraian itu membunuhku. Saya tidak senang dengan hukum di Inggris karena sangat bias. Saya ingin Tuhan membantu saya dalam masalah ini. Saya ingin mengatakan bahwa apa yang hakim ini lakukan tidak adil,” terangnya.
Setelah putusan pengadilan yang sangat memberatkan itu, Eboue harus menjalani kehidupan dalam ketakutan yang luar biasa. Putusan pengadilan mengharuskan Eboue keluar dari rumah mewahnya yang berada di kawasan London Utara. Padahal rumah tersebut merupakan jerih payah dari setiap tetes keringat yang ia kucurkan di lapangan hijau.
"Saya tidak memiliki uang untuk menyewa pengacara. Saya merasa takut ketika berada di rumah, karena saya tidak tahu kapan polisi akan datang. Kadang saya mematikan lampu agar mereka menganggap tak ada orang di rumah," ujar Eboue.
"Saya berjuang mati-matian untuk membeli rumah ini, tapi sekarang saya sangat merasa ketakutan karena terancam kehilangan rumah ini. Saya tidak akan menjual pakaian saya atau apapun yang saya miliki. Saya akan bertarung sampai akhir karena ini jauh dari kata adil," sambungnya.
Menonton pertandingan Arsenal pun Eboue sudah tak mampu lagi
Eboue tidak memiliki banyak pilihan. Dalam ketakutannya itu ia membutuhkan tempat berlindung. Beruntung ia masih memiliki seorang kawan pesepakbola yang merupakan mantan pemain Newcastle United, Lomana LuaLua, karena masih mau menolongnya dalam kondisi sulit.
Kadang kala Eboue menginap di rumah LuaLua, untuk menghindari petugas pengadilan. Selama menginap di rumah LuaLua, Eboue sadar diri untuk tidak merepotkan sahabatnya itu. Ia rela tidur di atas lantai. Bahkan ia memasak dan mencuci pakaiannya sendiri.
"Saya berterima kasih kepada nenek yang mengajarkan saya mencuci, memasak, dan segala hal sewaktu kecil. Saya masih bersyukur akan hidup ini, dan tak mau hal ini terjadi pada siapapun," terangnya.
Kondisi kehidupan Eboue yang amat menyedihkan membuatnya tak lagi berani menampakkan wajahnya di muka umum. Eboue berkisah, pada Maret 2017 lalu, ia sangat ingin menyaksikan pertandingan Arsenal melawan Everton. Namun Eboue tidak memiliki akses untuk menyaksikan laga Arsenal itu. Ia tidak bisa menontonnya di rumah karena layanan Sky Sport di rumahnya telah dicabut lantaran dirinya sudah tak lagi mampu membayarnya. Datang ke stadion pun rasanya bukan ide yang bagus.
Eboue yang tak mau melewatkan pertandingan tersebut memberanikan diri keluar rumah dan pergi ke pub, menyaksikan laga Arsenal melawan Everton. Di pub ia banyak dikelilingi oleh pendukung Arsenal, Eboue yang tidak mau identitasnya diketahui pun terus bersembunyi dengan menutup wajahnya dengan topi yang dikenakannya.
"Saya bukan tipe orang yang suka bersembunyi. Tapi sekarang saya harus bersembunyi karena situasi saya sangat sulit. Orang-orang mengenal saya. Saya bermain untuk Arsenal selama bertahun-tahun. Saya tahu bahwa orang menghormati saya. Tapi saya tidak bisa menunjukkan diri saya dalam kondisi seperti ini.”
Niatan Galatasaray Membantu Eboue
Bukan hanya dengan para penggemar Arsenal, Eboue mengaku bahwa kondisinya saat ini juga membuatnya malu untuk bertemu dengan mantan rekannya di Arsenal atau mantan pemain yang dulu pernah menjadi lawannya saat bertanding. Rata-rata dari mereka memiliki pekerjaan yang layak setelah gantung sepatu. Contohnya, Thierry Henry yang kini sering tampil di layar kaca sebagai pandit.
"Saya senang melihat Henry berbicara di televisi. Tapi, itu juga menyakitkan karena kadang saya berpikir seharusnya juga bisa berada di sana menjadi pengamat sepakbola," kata Eboue. "PFA juga sempat membantu saya ketika ada masalah dengan agen, jika mereka memberikan pekerjaan, meski bukan pekerjaan besar, akan sangat baik.”
Namun sepertinya Eboue tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan pekerjaan yang setidaknya bisa membantu memulihkan kondisi ekonominya sedikit demi sedikit. Mantan klubnya, Galatasaray, berniat mempekerjakan Eboue sebagai asisten pelatih di tim U 14.
Meski belum ada pengumuman resmi dari Galatasaray soal pengangkatan Eboue sebagai asisten pelatih di tim U 14, namun pelatih tim utama Galatasaray, Fatih Terim, sudah membocorkan rencana klubnya itu untuk memboyong kembali Eboue ke Istanbul untuk melatih.
"Kami mendengar kabar tentang Eboue di ruang ganti. Saya diberitahu di sana, kami akan melakukan apapun untuk membantu teman saya,” kata Terim seperti dilansir dari Daily Mail.
Kini Eboue tinggal berharap tawaran dari Galatasaray itu benar-benar terealisasi. Dengan begitu, setidaknya, pemain asal Pantai Gading ini tidak perlu lagi takut menghadapi masalah finansial yang menghantuinya dalam satu tahun terakhir.
Komentar