Oleh: Raden Muhammad Wisnu Permana
Liga Primer Inggris musim 2017/18 sudah berjalan lebih dari setengah musim dengan Manchester City berada di puncak klasemen. The Citizens sudah mengumpulkan 59 poin (sisa tabungan satu pertandingan), terpaut 12 poin dari Manchester United (47 poin) dan Chelsea (45 poin).
Posisi United di peringkat kedua juga belum sepenuhnya aman karena Chelsea, sama seperti Man City, masih menyisakan satu pertandingan, yaitu melawan tuan rumah Arsenal pada Kamis (04/02) dini hari WIB.
Dengan segudang pemain bintang seperti David De Gea, Paul Pogba, Zlatan Ibrahimovic dan Romelu Lukaku, kesebelasan asuhan Jose Mourinho masih kesulitan meraih hasil positif di liga domestik.
Meski berhasil memutus pertandingan tanpa kemenangan mereka dini hari tadi di kandang Everton (menang 2-0), tetap saja banyak hujatan dari para fans United yang menginginkan agar Mourinho segera melakukan perubahan besar-besaran, terutama tentang gaya bermain yang saat ini sangat berbeda jauh dengan gaya bermain United di masa Sir Alex Ferguson.
Gaya permainan Mourinho cenderung bertahan dan membosankan. Juga, Mourinho dianggap lambat dalam mengambil keputusan atas serangkaian hasil negatif yang telah ditorehkan United di musim ini. Berkali-kali peluang emas gagal dimanfaatkan United untuk meraih kemenangan yang teramat krusial.
Membandingkan Man City-nya Pep dengan Arsenal Invincibles dan Chelsea era Mourinho
Sementara, bagaimana dengan Man City dan Pep Guardiola-nya yang menjadi pemuncak klasemen saat ini? Saya tidak peduli!
Saya pernah merasakan hal yang lebih parah daripada ini, yaitu saat Arsenal berada di masa keemasannya. Dengan menjadi kesebelasan terkuat di Liga Primer saat anak-anak asuhan Arsene Wenger meraih gelar juara Liga Primer 2003/04 sekaligus meraih torehan rekor tidak pernah terkalahkan di musim tersebut (yang bisa jadi disamai oleh Man City musim ini).
Saat itu Arsenal bisa demikian karena, salah satunya, jasa dari Thierry Henry. Ya, meskipun setelah itu Arsenal tidak pernah lagi menjuarai gelar besar lainnya, Henry masih tetap tajam hingga memutuskan hengkang dari Arsenal di tahun 2007.
Lalu, Chelsea di masa keemasan Mourinho musim 2004/05 dan 2005/06 di mana saat itu Fergie dan kesebelasan asuhannya kesulitan untuk menyaingi prestasi Chelsea. Apalagi United juga mengalami hasil buruk di Liga Champions.
Chelsea dengan Didier Drogba, Frank Lampard, dan John Terry, jauh lebih mematikan daripada pasukan Arsenal di masa keemasannya dengan Henry.
Dari dua badai terbesar yang dihadapi United tersebut, “Setan Merah” tetap mampu melangkah lebih maju dengan meraih gelar-gelar prestisius seperti gelar Liga Champions dan meraih gelar Piala Dunia Antarklub di tahun 2008.
Kemudian United juga berhasil melahirkan megabintang Cristiano Ronaldo sebelum hijrah ke Santiago Bernabeu dan mecatatkan dirinya sebagai pemain termahal di dunia saat itu, menyusul seniornya, David Beckham, yang juga hengkang dari United ke Los Blancos.
Menurut saya, selama The Citizens asuhan Guardiola belum bisa menyamai torehan Arsenal invincibles atau Chelsea era Mourinho periode tersebut, terlalu dini untuk memuji Guardiola yang seakan sudah meraih segalanya. Faktanya, juara Liga Primer saja belum.
Sekalipun mereka juara musim ini, musim depan United (dan kesebelasan lainnya) masih bisa merebut gelar tersebut dari “si tetangga berisik” tersebut. Belum saatnya kita mencerca Mourinho karena Guardiola sedang di atas angin. Masih banyak kesempatan bagi United.
Beri Mourinho waktu dan kesempatan
Saat ini banyak pemain United yang sudah tidak layak bermain. Sebagian besar di antaranya adalah pemain yang dibeli oleh Louis van Gaal. Van Gaal memang banyak berkontribusi membuat United yang sempat menjadi tim medioker (di bawah David Moyes) menjadi lebih baik dengan para pemain tersebut. Namun, mereka tidak cukup bagus untuk kesebelasan sekelas United saat ini, apalagi jika target juara yang diincar.
Matteo Darmian, Daley Blind, Marcos Rojo, Ander Herrera, Marouane Fellaini, sampai Luis Antonio Valencia, Ashley Young, dan Ibrahimovic, sebenarnya layak-layak saja untuk didepak jika United ingin kembali ke ranah juara. Saatnya menutup lubang-lubang kosong yang menjadi beban United menjadi juara.
Lalu, pada laga boxing day tahun ini, ketika Sir Alex menonton pertandingan United, itu membuat saya merinding. Sudah hampir mustahil baginya untuk kembali menangani United. Lupakan hal tersebut, itu hanya lamunan kosong saja.
Namun, hal tersebut sekaligus menyadarkan saya, bahwa jika United cukup berani untuk memercayai seorang manajer dalam menangani timnya seperti musim-musim awal Fergie menangani United.
Berilah Mourinho kesempatan. United saat ini sudah jauh berkembang sejak era Moyes sepeninggal Fergie pensiun. Bersabarlah, seperti musim-musim awal Ferguson di United, yang kemudian meraih gelar juara setelah Mark Robins mencetak gol krusial untuk United untuk meraih gelar pertama Ferguson di United. And the rest, as we know, is history.
United telah melebihi rekor Liverpool sebagai kesebelasan dominan di Liga Inggris dengan mengungguli jumlah raihan gelar juara liga terbanyak sepanjang masa. Selain itu, Ferguson juga telah memberikan puluhan prestasi lainnya.
Sementara itu, The Special One pernah memenangkan Liga Champions 2004 bersama FC Porto secara tidak terduga, dan telah berhasil meraih gelar prestisius lainnya bersama Chelsea (yang bahkan ia nahkodai dua kali), Inter Milan, dan Real Madrid.
Berilah kesempatan untuknya, layaknya kesempatan yang diberikan pada Fergie saat awal ia menangani United. Waktu dan kesempatan bagi seorang manajer adalah hal yang langka di sepakbola modern sekarang. Man United dan Mourinho membutuhkan itu, terutama dari para fans “Setan Merah” sendiri.
Penulis adalah seorang fresh graduate Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Unisba, atau biasa disebut dengan pengangguran. Biasa berkicau di akun Twitter @wisnu93
Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis lewat rubrik Pandit Sharing. Isi dan opini di dalam tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis.
Komentar