Tidak ada permainan tanpa aturan main. Dalam sepakbola, karena adanya aturan tersebut, wasit menjadi sangat penting. Melalui wasitlah aturan main bisa eksis di atas lapangan hijau. Tanpa wasit, kemungkinan besar terjadi pelanggaran-pelanggaran aturan sehingga permainan menjadi semrawut.
Tapi wasit kerap kali menjadi kambing hitam ketika ada keputusan-keputusannya yang kontroversial. Bahkan kredibilitas wasit bisa berubah hanya karena satu laga. Hal itulah yang dialami oleh wasit asal Norwegia, Tom Henning Ovrebo. Gara-gara kepemimpinannya di laga Chelsea melawan Barcelona pada 6 Mei 2009, nasib Ovrebo sebagai wasit berubah.
Usai pertandingan leg kedua semifinal Liga Champions 2008/09 tersebut, Ovrebo dicap sebagai wasit terburuk. Pada laga yang berakhir 1-1 tersebut, yang meloloskan Barcelona ke final lewat keunggulan gol tandang (leg pertama 0-0), wasit kelahiran 26 Juni 1966 ini dianggap terlalu menguntungkan kubu tamu, yakni Barcelona.
Chelsea saat itu tampil percaya diri di hadapan para pendukungnya. Sepakan keras Michael Essien pada menit kesembilan membuat Chelsea di atas angin. Tapi peruntungan Chelsea seperti memburuk setelahnya. Keputusan-keputusan Ovrebo menguji kesabaran para pemain Chelsea. Setidaknya, ada empat dari enam insiden yang seharusnya berbuah penalti untuk Chelsea. Semuanya terjadi setelah gol Essien dan sebelum Andres Iniesta mencetak gol mahapenting untuk Barcelona di menit ke-93.
Pelanggaran-pelanggaran yang seharusnya berbuah penalti adalah ketika dua kali Eric Abidal terlihat melanggar Didier Drogba, saat Daniel Alves menjatuhkan Florent Malouda, handball Gerard Pique di kotak penalti, juga ketika tendangan Michael Ballack mengenai tangan Samuel Eto`o di kotak penalti.
Momen handball Eto`o menjadi puncak dari batas kesabaran para pemain Chelsea. Wajar karena hal itu terjadi pada detik-detik terakhir pertandingan (Petr Cech sampai ikut membantu penyerangan dalam situasi sepak pojok). Ballack pun saat itu terlihat memprotes keras Ovrebo dengan berusaha menghambat laju sang wasit karena pertandingan tetap berlanjut. Walaupun begitu Ovrebo bergeming dan Chelsea tetap kalah (gol tandang). Barcelona lolos ke final dan akhirnya juara dengan mengalahkan wakil Inggris lainnya, Manchester United (2-0).
Ballack berusaha menghentikan Ovrebo setelah tidak memberikan penalti ketika bola tendangannya mengenai tangan Eto`o (via: 20minutes.fr)
Ovrebo ketika itu menjadi biang kekacauan, setidaknya bagi Chelsea. Jose Bosingwa dan Drogba memakinya usai laga, yang tentunya berujung pada hukuman dari UEFA untuk keduanya. Pihak Chelsea wajar kecewa karena penampilan impresif mereka ternodai oleh keputusan-keputusan kontroversial wasit. Apalagi The Blues cukup pede ketika itu, karena di fase gugur berhasil menyingkirkan Juventus dan Liverpool – sebelum ditumbangkan Barcelona berkat "ulah" Ovrebo.
Tapi keputusan yang diambil oleh Ovrebo pada laga tersebut ternyata merugikan dirinya sendiri juga. Hidupnya berubah drastis. Kariernya sebagai pengadil yang sudah ia rintis sejak 1992 bisa dibilang langsung berakhir tragis. Ancaman pembunuhan ditujukan berulang kali kepadanya. Bahkan sampai ada sebuah grup Facebook yang dinamai Kill Tom Henning Ovrebo (Bunuh Tom Henning Ovrebo).
"Hinaan saya dapatkan. Saya juga mendapatkan tiga atau empat surel [dari pendukung Chelsea] dalam setahun," kata Ovrebo kepada The Guardian, lima tahun silam. "Tidak bagus, tapi juga tidak terlalu serius. Saya tidak akan membiarkan diri saya atau keluarga saya kecewa. Tapi keluarga saya tidak tahu akan hal itu karena saya tidak menunjukkan isi surel tersebut."
Usai laga itu Ovrebo memang langsung merasakan dampak buruk keputusannya. Ia sampai berganti penginapan karena muncul isu penginapan yang sebelumnya ia tinggali sudah dikepung oleh sejumlah pendukung Chelsea.
Kariernya sebagai wasit sebenarnya bisa dibilang hancur gara-gara laga tersebut. Ia memang baru pensiun menjadi wasit empat tahun setelah laga Chelsea-Barcelona, tapi setelah insiden itu ia tak lagi dipercaya UEFA dan FIFA pada laga-laga besar.
Pada musim berikutnya setelah insiden tersebut, Ovrebo hanya empat kali memimpin laga Liga Champions, salah satunya babak 16 besar antara Bayern Muenchen dan Fiorentina (yang juga dihiasi kontroversi). Padahal musim sebelumnya ia memimpin tiga laga fase grup, lalu babak 16 besar, perempat final, dan semi-final.
Ovrebo mengartu merah pemain Fiorentina, Massimmo Gobbi (via: guim.co.uk)
Ovrebo juga tak lagi dipilih menjadi wasit laga FIFA. Itu menjadi kemunduran baginya karena pada musim 2008/09 ia memimpin pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2010 sebanyak tiga kali, yang memunculkan harapannya untuk terpilih sebagai wasit Piala Dunia 2010. Tapi karena keputusan kontroversialnya itu ia tak terpilih ke Piala Dunia, di mana itu menjadi puncak kegagalannya.
Musim 2010/11 menjadi musim terakhirnya memimpin pertandingan di divisi teratas Norwegia. Bahkan pada musim berikutnya ia turun derajat ke divisi dua, itu pun hanya dua laga per musim. Partai terakhir yang ia pimpin pun laga divisi dua Norwegia adalah antara Follo FK melawan Kristiansund BK pada musim 2012/13.
Di tengah-tengah kariernya yang di ambang batas Ovrebo sempat menyatakan bahwa ia menyesali keputusan-keputusan yang ia ambil di laga Chelsea-Barcelona. Walaupun begitu, pada akhirnya ia mewajarkan hal seperti ini terjadi pada profesinya sebagai pengadil lapangan hijau.
"Melihat ke belakang tentunya ada beberapa keputusan yang seharusnya saya ambil berbeda. Saya belajar betul dari pengalaman tersebut," ujar Ovrebo. "Tapi semua wasit akan mengatakan ada momen bagus ada juga momen buruk, momen ketika segalanya berjalan normal dan momen saat ada yang berjalan tidak normal; itu sudah menjadi bagian dari pekerjaan saya. Tapi saya juga tidak bisa terus menyesali satu laga itu. Hidup saya harus terus melaju dari hal tersebut."
Sebelum insiden tersebut, Ovrebo sebenarnya merupakan salah satu wasit terbaik Norwegia. Ia tercatat enam kali meraih gelar wasit terbaik Norwegia – tiga di antaranya diraih secara beruntun. Pria yang kini berusia 51 tahun tersebut memutus dominasi Rune Pedersen yang berhasil meraih sepuluh gelar wasit terbaik dari sebelas musim sebelum Ovrebo terpilih.
Karena itu pula Ovrebo menyayangkan bahwa dirinya kini lebih dikenal sebagai wasit kontroversial, bahkan tak sedikit juga yang menyebutnya sebagai wasit terburuk. Ia tahu banyak kesalahan yang ia lakukan pada laga tersebut. Tapi menurutnya tak adil menghakiminya hanya karena kepemimpinannya di laga Chelsea-Barcelona saja.
"Banyak kesalahan dan semua orang punya pendapatnya tentang laga tersebut. Tapi saya rasa pemain dan pelatih (Chelsea) juga gagal sehingga tidak ada yang terjadi lagi," ujarnya pada harian Spanyol, Marca. "Saya bangga atas apa yang saya raih di elite Eropa, menjadi salah satu yang terbaik di negara saya, setidaknya. Itulah kenapa Anda baiknya tidak hanya mengingat saya atau karier saya hanya karena satu laga itu saja."
Apa yang dikatakan Ovrebo tidak sepenuhnya salah. Chelsea, meski betul dirugikan karena tidak diberikan penalti, pada kenyataannya melakukan kesalahan yaitu tidak mampu menciptakan gol pada kesempatan-kesempatan lainnya. Begitu juga ketika mereka melakukan kesalahan saat tidak menutup atau membiarkan Iniesta dengan bebas melepaskan tendangan yang mengubah skor menjadi 1-1.
Pada akhirnya, sepakbola memang permainan dengan kesalahan; bukan hanya kesalahan pemain, dan pelatih, tapi juga wasit.
Komentar