Di Gelora Bung Karno, Younis Mahmoud tak memedulikan status yang berlaku. Gol tunggalnya di pertandingan final Piala Asia 2007 memenangkan Irak atas Arab Saudi, melengkapi kisah heroik dari sebuah tim yang tidak diunggulkan, sebuah tim yang kehilangan puluhan suporter di perjalanan menuju kejayaan – di perjalanan menuju kejayaan pada tahun itu saja.
Piala Asia 2007 adalah edisi ke-14 kejuaraan sepakbola antarnegara Asia. Empat negara – Jepang, Arab Saudi, Iran, dan Korea Selatan – memenangi 11 dari 13 edisi sebelumnya. Hanya Israel dan Kuwait yang pernah berhasil menggoyang tatanan kekuatan sepakbola Asia. Irak mengikuti jejak keduanya dengan menjadi juara baru dalam pertandingan yang digelar di Jakarta.
Irak tergabung bersama Thailand (satu dari empat tuan rumah Piala Asia 2007 selain Indonesia, Malaysia, dan Vietnam), Oman, dan Australia di Grup A. Berhadapan dengan Thailand di laga pertama, Irak sang kuda hitam selamat dari kekalahan berkat gol penyeimbang yang dicetak Mahmoud.
Hasil yang lebih mentereng diraih Irak di pertandingan kedua. Melawan Australia, tim asuhan Jorvan Vieira tersebut menang meyakinkan 3-1. Mahmoud tidak mencetak gol. Hasil imbang tanpa gol melawan Oman di pertandingan penutup fase grup cukup untuk mengirim Irak ke fase gugur sebagai juara grup.
Irak kemudian terbang ke Bangkok untuk menjalani pertandingan perempatfinal melawan Vietnam. Bermain melawan tuan rumah terbukti bukan masalah. Dua gol Mahmoud membawa Irak lolos ke semifinal, berhadapan dengan Korea Selatan yang menumbangkan Iran.
Laga melawan juara Piala Asia 1956 dan 1960 di Kuala Lumpur berakhir imbang tanpa gol. Mahmoud sendiri tak sampai perlu menjalankan tugasnya sebagai eksekutor karena adu penalti selesai di penendang keempat, 4-3 untuk Irak. Di pertandingan semifinal lain, Arab Saudi menumbangkan Jepang – sesama raksasa Asia – dengan kedudukan akhir 3-2.
Kemenangan atas Korea Selatan memakan korban. Ini sama sekali bukan kiasan. Lebih dari 30 suporter Irak yang merayakan kemenangan tim nasional di Distrik Mansour, Baghdad, tewas setelah adanya bom bunuh diri. Secara keseluruhan, lebih dari 60 suporter Irak tewas sepanjang Piala Asia 2007. Selain karena bom bunuh diri, korban berjatuhan karena peluru tersasar – entah kenapa ada saja yang merayakan kemenangan Irak dengan menembakkan senapan ke sembarang arah.
Pertunjukan, walau demikian, harus tetap berlanjut sebagai bentuk penghormatan kepada para korban. Maka berhadapanlah Irak dengan Arab Saudi di Gelora Bung Karno pada 29 Juli 2007. “Para pemain luar biasa; kita harus mengerti kesulitan [yang mereka hadapi],” ujar Vieira memuji sikap para pemainnya. “Mereka sudah mengalami situasi ini dalam beberapa tahun belakangan dan mereka memiliki kekuatan luar biasa dalam diri mereka.”
Pertandingan final berjalan sengit. Kebuntuan baru pecah di menit ke-72, saat Mahmoud melompat paling tinggi dan paling tepat waktu untuk menyambut umpan sepak pojok Hawar Mohammed. Penempatan bola pemain kelahiran 2 Maret 1983 tersebut membuat Yasser Al Mosailem tidak berkutik.
“Pertandingan berlangsung dalam tahap yang berbeda-beda,” ujar Mahmoud pada 2011, saat mengenang malam jaya di Jakarta, “dan kami melewati semuanya dengan menampilkan permainan yang tepat. Walau demikian, seiring dengan terus berjalannya waktu kami sadar kami harus mencetak gol entah dari mana asalnya. Hawar Mohammed bersiap mengambil sepak pojok dan saya tahu apa yang akan ia lakukan karena kami telah berlatih sebelumnya. Ia mengumpan bola di luar jangkauan penjaga gawang dan para pemain belakang, ke posisi yang sempurna, dan saya bergerak untuk menyundul masuk bola.”
Kedudukan bertahan hingga laga usai. Irak keluar sebagai juara Piala Asia 2007, prestasi tertinggi yang pernah mereka raih. Perayaan pecah di seluruh penjuru Irak. Basra, Baghdad, dan masih banyak tempat, larut dalam perayaan. Perang terhenti walau sesaat.
“Sejujurnya, sedikit yang percaya Irak bisa melaju lebih jauh dari fase gugur dan kami sendiri tidak menduga kami bisa memenangi kejuaraan tingkat tertinggi Asia,” ujar Mahmoud. “Namun tidak bisa disangkal bahwa setiap pemain dalam tim ini memiliki mimpi masing-masing untuk memberi kejutan. Walau demikian ada momen sebelum pertandingan di mana saya berpikir dan berkata kepada diri sendiri ‘sekarang atau tidak sama sekali’.”
Melengkapi trofi juara Piala Asia yang diraih secara kolektif, Mahmoud diganjar penghargaan pemain terbaik. Empat gol yang dicetaknya membuat Mahmoud membawa satu trofi tambahan; trofi Sepatu Emas.
“Itu hal yang bagi saya tak dapat dipercaya, bahkan hingga hari ini,” ujar Mahmoud pada pertengahan tahun lalu, sepuluh tahun sejak sundulannya memenangkan Irak. “Terus dan terus melaju hingga final saja di luar bayangan kami. Kami menulis nama kami dalam buku sejarah mengingat kami memenangi kejuaraan kontinental untuk kali pertama. Yang lebih signifikan lagi adalah, dengan keberhasilan sebesar itu, kami membuat orang-orang kami kembali tersenyum.”
Komentar