Semboyan ‘Fino alla fine’ begitu akrab dengan Juventus. Frasa tersebut acap kali dikumandangkan para Juventini kala La Vecchia Signora bertanding. Dalam Bahasa Indonesia, ‘Fino alla fine’ mengandung arti ‘Jangan pernah berhenti sampai akhir’. Maksudnya, terus bertarung di lapangan hingga pertandingan benar-benar usai.
Konon, ‘Fino alla fine’ merupakan jargon yang kerap kali digunakan Presiden Juventus, Andrea Agnelli, ketika menutup pidatonya di hadapan Juventini. Popularitas frasa tersebut kian menanjak setelah Agnelli menggunakannya sebagai penutup dalam pidato singkatnya dalam peresmian Stadion Juventus Arena (Allianz Stadium) pada September 2011 lalu.
Jelang bergulirnya musim 2014/15, sebuah gebrakan dilakukan manajemen Juventus. Kala itu, manajemen berencana mengubah frasa ‘La vittoria non e importante, ma e l`unica cosa che conta’ – yang diperkenalkan legenda Juventus, Giampiero Boniperto. Sebelumnya semboyan ini tersemat di bagian kerah jersey klub.
Dalam menentukan frasa baru yang akan dipilih, manajemen Juventus menggelar jajak pendapat dengan para suporter melalui media sosial. Awalnya ada lebih dari 6000 frasa yang kemudian terkurasi menjadi lima: ‘Fino alla fine’, ‘Bianco che abbraccia il nero’, ‘Writing history, chasing victory’, ‘We live our lives in color, but Dreams are Made in black&white’, dan ‘Storia di un grande amore’. Para penggemar diberi kebebasan untuk memilih satu dari lima frasa tersebut.
Sepekan setelah jajak pendapat dibuka, ‘Fino alla fine’ konsisten memimpin poling hingga berakhirnya jajak pendapat tersebut. Sesuai dengan hasil jajak pendapat yang dilakukan manajemen dan para penggemar, pada musim 2014/15, Juventus resmi menggunakan ‘Fino alla fine’ sebagai slogan yang tercantum di kerah jersey mereka.
Bagi Juventus dan para penggemarnya, ‘Fino alla fine’ bukan sekadar kata atau slogan pemberi semangat kala Bianconeri bertarung di lapangan hijau. Lebih dari pada itu, ungkapan tersebut mengandung makna yang menggambarkan karakter Juventus sebagai kesebelasan yang tak pernah mengenal kata menyerah. Terus bertarung, hingga akhir walau dalam kondisi sesulit apapun.
Penggambaran sempurna ‘Fino alla fine’ sebagai slogan yang mendarah daging sebagai karakter Juventus tampak dalam beberapa momentum perjalanan klub tertua ketiga di Italia itu. Paling terlihat, saat mereka tersandung kasus Calciopoli pada akhir musim 2005/06.
Akibat kasus tersebut, dua gelar juara yang diraih Juventus di musim 2004/05 dan 2005/06 diputihkan Federasi Sepakbola Italia (FIGC). Paling parah dari sanksi yang diterima Bianconeri adalah terdegradasi ke Serie B untuk kali pertama dalam sejarah perjalanan klub.
Setelahnya Juventus berada di titik terendah. Kondisi diperparah setelah mereka ditinggal banyak pemain bintangnya kala itu. Beruntung, sosok legendaris seperti Gianluigi Buffon, Alessandro Del Piero, David Trezeguet dan Pavel Nedved masih setia berseragam Juventus walau mentas di Serie B.
Semusim berselang, Juventus akhirnya kembali ke Serie A, setelah menjuarai Serie B musim 2006/07. Namun kembali ke Serie A tak otomatis menjadikan Juventus menjadi kesebelasan papan atas seperti sedia kala. Bahkan untuk berlaga di kompetisi Eropa pun sebuah tantangan yang terbilang sulit.
Tapi Juventus tak menyerah. Mereka terus berupaya mengonsolidasi kekuatan agar bisa kembali menancapkan dominasinya di kompetisi domestik maupun Eropa. Bongkar pasang skuat dan pergantian pelatih pada setiap musimnya dilakukan. Hingga pada akhir musim 2011/2012, Juventus kembali pada jalur kejayaan.
Sejak musim 2011/12 hingga 2016/17 Juventus kembali menancapkan dominasinya di kompetisi domestik. Dalam kurun waktu tersebut, enam scudetto diraih Juventus secara beruntun. Tapi dalam perjalanannya mencapai kejayaan tersebut beberapa kali Juventus menemui jalan terjal dalam perebutan gelar juara.
Misalnya pada musim 2015/16, mengawali musim tersebut dengan performa inkonsisten Juventus bahkan sempat terlempar ke posisi 12 pada pekan ke-10 Serie A. Saat itu, AS Roma dan Napoli bergantian menempati posisi puncak klasemen. Saat Roma dan Napoli mulai sempoyongan, Juventus terus melaju. Perlahan namun pasti, mereka merangkak ke papan atas. Dari pekan ke-26 hingga akhir musim, Juventus terus merajai puncak klasemen Serie A. Tapi itu justru membuktikan bahwa "Fino alla fine", tanpa disadari, telah menjadi karakter Juventus.
Koreo `Fino alla fine` pada final Liga Champions 2015 saat Juventus menghadapi Barcelona (via: corriere dello sport)
***
Saat ini, bisa dibilang Juventus berada pada situasi sulit, dalam upaya memuluskan ambisi lolos ke perempat final Liga Champions. Hasil imbang 2-2 yang diraih pada pertandingan leg pertama 16 besar menghadapi Tottenham Hotspur di Allianz Stadium, 24 Februari lalu, menjadi sumber kesulitan Juventus.
Bagaimana tidak, hasil imbang di Allianz Stadium bukanlah sebuah keuntungan bagi Juventus untuk mendapat tiket perempat final. Setidaknya, dalam pertandingan leg dua di Wembley, Kamis (8/3) dini hari WIB, Juventus wajib mengalahkan Tottenham bila ingin melaju ke fase delapan besar.
Bukan perkara mudah menumbangkan Tottenham di Wembley. Sejak awal November 2017, The Lily White memiliki catatan impresif saat tampil di stadion nasional Inggris itu. Dari 15 pertandingan yang dilakoni di semua ajang, 13 kemenangan berhasil diraih, sementara dua laga lainnya berakhir imbang.
Semakin berat bagi Juventus karena di pertandingan leg dua mereka terancam tanpa Mario Mandzukic, Mattia De Sciglio, Federico Bernardeschi dan Juan Cuadrado yang diragukan tampil karena cedera.
Melihat kondisi tersebut, di atas kertas Juventus mungkin tak terlalu diunggulkan lolos ke perempat final. Kendati demikian, para pemain Bianconeri tak peduli dengan situasi sulit yang tengah mendera mereka.
Bek Juventus, Daniel Rugani, percaya bahwa sekecil apapun peluang yang dimiliki untuk lolos ke perempat final, timnya akan mati-matian berjuang hingga akhir. Menurut Rugani, semua pemain percaya bahwa ‘Fino alla fine’ adalah sumber kekuatan Juventus.
"Kekuatan kami akan selalu berada pada keyakinan kami sampai akhir (Fino Alla Fine). Itu bukan sekadar kata-kata, tetapi itu adalah DNA kami yang kami tunjukkan di pertandingan-pertandingan sulit, melawan tim cerdik yang bertahan dengan baik dan menyerang dengan cepat," kata Rugani, dilansir dari halaman resmi klub.
Foto: Twitter @juventusfcen
Komentar