Tidak ada penyerang Asia yang namanya lebih identik dengan produktivitas daripada Ali Daei. Bahkan di seluruh dunia, tidak ada yang lebih baik ketimbang Daei untuk urusan mencetak gol dengan seragam tim nasional -- bahkan Pele dan Ferenc Puskas pun tidak seproduktif Daei; Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi apalagi. Hanya ada satu orang yang berhasil mencetak lebih dari seratus gol untuk tim nasional, dan orang itu adalah Ali Daei.
Daei, yang kini sudah pensiun, mencetak 109 gol dalam 149 pertandingan bersama tim nasional Iran. Yang terdekat dengannya adalah Puskas, pencetak 84 gol dalam 89 pertandingan bersama tim nasional Hungaria.
Ali Daei adalah timnas Iran dan timnas Iran adalah Ali Daei. Di antara ratusan gol yang ia persembahkan untuk negaranya, gol-gol ke gawang Australia barangkali adalah yang paling bermakna. Dengannya, Daei membawa Iran lolos ke Piala Dunia 1998 — keberhasilan pertama setelah 20 tahun Iran gagal melaju ke Piala Dunia.
Momen itu terbilang cukup dramatis karena pada pertandingan pertama di Teheran, Iran ditahan imbang Australia 1-1. Pertandingan leg kedua di Australia menjadi berat, terlebih karena di awal pertandingan Iran tertinggal dua gol. Daei tampil sebagai pahlawan dengan mencetak dua gol. Pertandingan berkahir imbang 2-2. Memiliki jumlah gol tandang lebih besar, Iran berhak lolos ke Piala Dunia 1998.
Daei, secara harfiah, banyak berkorban untuk bisa mencetak banyak gol bersama tim nasional Iran. Jadwal tim nasional Iran yang tidak menentu dan terbilang cukup berantakan, membuat ia tidak jarang absen dari agenda klub — termasuk ketika ia membela klub sebesar Bayern Munchen. Negara selalu menjadi prioritas utama Daei.
Tak Pernah Lama Membela Klub
Daei termasuk terlambat mekar. Bakatnya sebagai pesepakbola baru tercium saat ia membela tim universitasnya, di usia 20 tahun. Pemain kelahiran 21 Maret 1969 tersebut kemudian bergabung dengan Taxirani, klub divisi kedua. Di musim pertamanya, Daei langsung menjadi pencetak gol terbanyak dengan 14 gol.
Daei kemudian naik kelas ke divisi pertama. Membela tiga klub dalam enam musim, Daei keluar sebagai pencetak gol terbanyak liga dalam lima musim. Rekornya bukan tidak mungkin akan sempurna andai Daei tidak menderita cedera tulang rusuk di musim 1994.
Bersamaan dengan peningkatan karier di level klub, meningkat pula peruntungan Daei di level tim nasional. Pada pertengahan 1993, ia menjalani debutnya. Kurang dari empat bulan, Daei sudah meraih penghargaan pencetak gol terbanyak dan pemain terbaik di kejuaraan pendahuluan Kualifikasi Piala Dunia. Pada 1996, dengan delapan gol, Daei menjadi pencetak gol terbanyak Piala Asia. Dalam 60 pertandingan pertama untuk Iran, Daei mencetak 40 gol.
Tahun berikutnya, tepatnya pada Juli 1997, Daei meninggalkan Iran. Ia bergabung dengan Arminia Bielefeld yang baru promosi ke Bundesliga 1. Seperti yang sudah-sudah, Daei tidak bertahan lama di Bielefeld. Ia hanya membela die Arminen selama semusim.
Perjalanan karir Daei berlanjut ke Bayer Munchen. Presiden Bayer Munchen pada saat itu, Franz Beckenbauer, menginginkan Daei untuk bergabung. Menurutnya, Daei adalah seorang penyerang kelas dunia. Pindahnya Daei ke Bayern Munchen menjadikannya sebagai pemain Asia pertama yang bermain di kompetisi Liga Champions. Andai keajaiban Camp Nou 1999 tidak terjadi, Daei pasti sudah tercatat sebagai pemain Asia pertama yang menjuarai Liga Champions.
Bersama Bayern, ia hanya bertahan selama satu tahun karena hanya sering turun sebagai pemain cadangan. Walaupun begitu, ia termasuk menjadi pemain kesayangan para pendukung Bayern karena keramahannya yang luar biasa. Daei tidak pernah melewatkan satu pun penggemar yang datang kepadannya untuk meminta tanda tangan.
Mengambil keputusan untuk meninggalkan Bayern, Daei bergabung dengan Hertha Berlin pada tahun 1999. Bersama Hertha, Daei bertahan cukup lama — selama tiga tahun. Walaupun Daei bukan sosok yang sering menjadi bahan pembicaraan, karena selama tiga tahun ia hanya mencetak enam gol dari 59 pertandingan, ada satu momen yeng menjadikan ia sangat penting bagi Hertha: ketika Daei mencetak dua gol kemenangan ketika Hertha mengalahkan Chelsea 2-1 di Liga Champions, Oktober 1999.
Pada tahun 2002 setelah membela Hertha selama tiga tahun, Ali Daei memutuskan untuk kembali bermain di Asia. Ia membela empat kesebelasan di jangka waktu lima tahun: Al Shabab (UEA) pada musim 2002/03, Persepolis (Iran) musim 2003/04, Saba Battery (Iran) dari tahun 2004 hingga 2006, dan terakhir ia bergabung dengan Saipa FC dan memutuskan pensiun pada tahun 2007.
Selama bermain di level klub, Ali Daei memainkan 287 pertandingan dan mencetak 152 gol.
Lain di Dalam dan Luar Lapangan
Ali Daei adalah predator di depan gawang lawan. Namun, di balik itu ia adalah seorang yang sangat religius dan ramah. Ia selalu menyerahkan semua kepada Tuhan. Ketika ditanya mengapa kariernya di klub tidak sementereng di timnas, Daei mengatakan semuanya telah diatur oleh Tuhan dan saya hanya bisa berserah diri dan selalu berusaha.
Selain itu ia merupakan pemain yang sangat menghormati ibunya. Sebelum pertandingan ia selalu meminta restu dari ibunya. Daei mengatakan bahwa bakatnya bermain sepakbola dan prestasi yang ia raih selama berkarir itu semua berkat ibu yang telah melahirkannya.
Sosok pekerja keras dan rendah hati juga lekat pada dirinya. Ketika ditanya soal rahasianya bisa tampil luar biasa bersama Iran dan bermain di 12 kesebelasan, ia mengatakan “Saya telah mengabaikan banyak hal menyenangkan untuk fokus latihan dan kecintaan saya terhadap sepakbola merupakan hal yang membuat tidak ada lelah untuk berlatih”.
Pensiun sebagai pemain, Daei memilih untuk menjadi seorang pelatih. Dari tahun 2006 hingga tahun 2017 kemarin ia telah melatih enam kesebelasan, termasuk menjadi pelatih tim nasional Iran pada 2008.
Kini Daei memiliki perusahaan manufaktur jersey sepakbola sendiri yang membuat jersey untuk klub liga utama Iran, beberapa kesebelasan divisi dua dan untuk tim nasional. Ia pun terbilang sebagai seorang dermawan dengan memberikan bantuan amal. Salah satunya dengan mengadakan pertandingan amal yang menghadirkan pemain kelas dunia seperti Roberto Baggio ke Iran.
Simak opini, komentar, dan sketsa adegan Rochy Putiray bersama pemain naturalisasi gadungan dan agennya, terkait kebijakan naturalisasi yang hanya merupakan akal-akalan klub dalam menyikapi peraturan pemain asing serta merugikan Tim Nasional Indonesia untuk jangka panjang:
Komentar