Naskah Pesta Bola Indonesia Oleh: Ardianto
Musim sepakbola Indonesia 2018 ini merupakan musim yang dinanti-nanti oleh arek-arek Suroboyo, khususnya Bonek. Pasca menjuarai Liga 2 2017, Persebaya otomatis berhak tampil di level tertinggi sepakbola Indonesia tahun ini. Hal yang terakhir kali dirasakan Persebaya “Asli” sebelum terjadi dualisme di tubuh sepakbola nasional adalah pada gelaran ISL 2009/10. Sudah hampir sewindu rupanya.
Persebaya yang kini diakuisisi oleh bos Jawa Pos Azrul Ananda menjelma menjadi tim yang kuat, baik di dalam maupun di luar lapangan. Kehadiran pelatih berpengalaman sekelas Alfredo Vera, yang pernah menjuarai Indonesia Soccer Championship (ISC) 2016 bersama Persipura, semakin menegaskan bahwa Persebaya adalah tim yang perlu diperhitungkan musim ini. Ditambah stadion megah berkapasitas 50 ribu penonton, Bonek tak akan kehabisan tempat untuk mendukung langsung tim kebanggannya tersebut.
Namun seperti istilah tak ada gading yang tak retak, begitulah kondisi Persebaya sekarang. Dua kompetisi pramusim mereka akhiri dengan nihil gelar. Pada gelaran Piala Presiden 2018, mereka harus puas terhenti di babak perempat final oleh lawan mereka di final liga dua tahun lalu, PSMS Medan. Bermain imbang 3-3 dalam 90 menit pertandingan, Persebaya harus legowo dengan kalah adu pinalti dari PSMS.
Move on dari Piala Presiden, Persebaya bermain di Piala Gubernur Kaltim 2018. Menjadi juara Grup B, Persebaya kemudian berjumpa rival abadinya, Arema FC, di semifinal. Bukan hari yang baik bagi Persebaya kala itu. Mereka harus menyerah dengan skor akhir 2-0 bagi kemenangan Singo Edan. Namun Persebaya bisa sedikit tersenyum di akhir kompetisi ini karena meraih tempat ketiga setelah mengalahkan tuan rumah Borneo FC di perebutan tempat ketiga.
Jika dianalisa lebih dalam mengenai taktik Persebaya sejauh ini, Persebaya selalu menyuguhkan permainan menyerang, penguasaan bola yang baik, serta sesekali mengandalkan kecepatan dari pemain sayapnya. Formasi 4-3-3 sudah pasti diterapkan coach Vera di tiap laga Persebaya selama pramusim lalu.
Komposisi outfield player dalam formasi tersebut berisi empat pemain belakang dengan dua fullback modern yang selalu membantu penyerangan; tiga gelandang yang biasa diisi oleh satu gelandang pengangkut air dan dua gelandang kreatif; seorang penyerang dan dua penyerang sayap.
Agar lebih asyik kita dalam membahas taktik Persebaya dan apa kekurangannya, mari kita simak hasil dari pertandingan Persebaya di Piala Presiden 2018 dan Piala Gubernur Kaltim 2018 plus satu laga pekan pertama Liga 1 2018 berikut:
Melihat hasil di atas, performa Persebaya bisa dibilang baik. Bermain 10 kali dalam 90 menit pertandingan (tidak menghitung penalti), Persebaya mengantongi enam kemenangan, tiga imbang, dan hanya satu kekalahan. Persebaya mencetak 15 gol atau 1,5 gol per laga, dengan kebobolan 8 gol atau 0,8 gol per laga. Persebaya pun hanya sekali gagal menggetarkan jala lawan, yaitu saat kalah dari Arema FC. Gawang Persebaya, selain itu, nirbobol dalam lima dari sepuluh pertandingan yang sudah dimainkan. Statistik tersebut memperlihatkan bahwa Persebaya sama baiknya ketika bertahan dan menyerang.
Sebuah permasalahan muncul jika kita amati distribusi gol Persebaya. Memang Persebaya bukan one-man team; gol-gol mereka cukup terbagi rata. Jumlah gol terbanyak seorang pemain hanya mencapai 3 gol, yang dicatatkan oleh Ferinando Pahabol dan Rishadi Fauzi.
Permasalahan berasal dari posisi pemain yang mencetak gol. Jika dikategorikan menjadi tiga posisi, maka kita akan mendapatkan barisan gelandang berkontribusi terhadap 40% gol Persebaya, begitupun barisan gelandang yang berkontribusi 40%. Justru barisan penyeranglah yang paling minim kontribusinya, hanya 20% — itu pun hanya lewat seorang Fauzimovic.
Jika kita mentolerir akan fakta di atas dengan dalih kedua sayap Persebaya bisa disebut striker, maka alasan ini tidak sepenuhnya bisa dibenarkan. Kedua sayap yang mengisi pos penyerangan Persebaya sebenarnya diplot untuk melayani Rishadi Fauzi sebagai target man yang memiliki postur jangkung layaknya Zlatan Ibrahimovic.
Kita pun bisa berkaca pada tim yang memiliki skema permainan yang mirip dengan Persebaya, yaitu Persija Jakarta. Mereka memainkan satu striker dan dua orang yang diplot sebagai sayap. Bedanya striker mereka, Marko Simic, sangat subur — jauh dibanding kedua pemain sayap yang mendampinginya. Hal ini yang tidak ada pada Persebaya.
Permasalahan kembali muncul jika mengingat stok striker murni Persebaya selama pramusim hanya dua orang, yaitu Fauzimovic dan Ricky Kayame. Baru beberapa hari sebelum kick off liga 1 manajemen Persebaya mendatangkan striker asing, David Da Silva, yang merupakan “buangan” dari Bahayangkara FC.
Jadi kesimpulan yang dapat saya sampaikan adalah Persebaya harus memiliki striker sekelas Marko Simic, atau minimal sekelas Spasojevic, agar dapat menjuarai Liga 1 2018. Namun hal ini tidak berlaku jika nanti performa David da Silva dapat memenuhi dahaga gol Persebaya. Jika tidak segera diselesaikan, masalah kurang tajamnya target man bisa menjadi bom waktu bagi Persebaya di Liga 1.
Penulis adalah seorang mahasiswa di Surabaya. Dapat dihubungi lewat alamat sur-el antoardi1996@gmail.com. Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis lewat rubrik Pandit Sharing, dalam rangka Pesta Bola Indonesia 2018. Isi dan opini tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis.
Komentar