Naskah Pesta Bola Indonesia oleh: Ardian Nur Rizki
Hari lahir Persis sempat menjadi teka-teki pelik. Publik hanya meyakini bahwa Persis dibentuk pada 1923 dengan nama awal Vorstenlandsche Voetbal Bond (VVB), sedangkan hari jadi dan tanggalnya masih menjadi misteri. Sampai akhirnya pada 2013, laman pasoepati.net mewartakan hari lahir Persis jatuh pada 8 November 1923. Kepastian ini didapat melalui sumber primer berupa surat kabar sezaman yang berhasil diperoleh kontributornya dari Centraal Museum Ultrecht, Belanda.
Arsip surat kabar yang menjadi dasar penentuan 8 November sebagai hari lahir Persis
Masyarakat Surakarta—khususnya Pasoepati—baru dapat mengetahui titik terang mengenai hari lahir "kekasihnya" setelah sembilan dasawarsa pasca kelahirannya. Kini, setiap tanggal 8 November, fans Persis selalu menyambutnya bak hari raya. Mereka berkumpul, berdoa, berpesta, bernyanyi, berteriak, dan berjingkrak—semata-mata sebagai wujud munajat bagi tergapainya (lagi) hegemoni sang legenda sepakbola Indonesia.
Biang Kerunyaman
Namun mulai muncul keraguan akan kebenaran sejarah hari lahir Persis, lantaran di Balai Persis terdapat piala dengan ukiran "Klaten 3-9-1923".Artinya, Persis diyakini telah berhasil menjuarai event sepakbola di Klaten pada 3 September 1923. Logikanya, jika pada tanggal 3 September 1923 Persis sudah berhasil meraih piala, maka aneh jika Persis baru dilahirkan dua bulan setelahnya (8 November). Surat Kabar Darmo Kondo bahkan pernah mewartakan bahwa pada April 1923, Persis pernah mengagendakan laga amal untuk memberikan sumbangan bagi perkembangan Muhammadiyah. Beranjak dari fakta ini, mulai muncul hipotesis-hipotesis yang menduga Persis lahir sebelum tahun 1923.
Mengurai kusut-runyam fakta-fakta di masa silam memang tidak mudah. Hilangnya sumber-sumber sejarah primer, sukarnya menemukan dokumen dan arsip sezaman, hingga peliknya menginterpretasikan setiap dokumen dan arsip (jika berhasil ditemukan) adalah biang dari gelapnya sejarah Persis.
Sebelum Persis (VVB) lahir pun sudah terdapat kesebelasan Tionghoa dan Belanda yang lebih dulu eksis di Surakarta. Sama halnya dengan Persis, identitas kedua klub tersebut juga lekat dengan nama kota, yakni Solosche Voetbalbond (klub bentukan peranakan Tionghoa) dan Voetbal Bond Soerakarta (klub bikinan orang-orang Belanda).
Biang kerunyamannya, beberapa surat kabar pada masa itu acapkali menyebut Solosche Voetbalbond, Voetbalbond Soerakarta, dan Vorstenlandsche Voetbal Bond dengan kata Solo atau Soerakarta saja. Ambiguitas inilah yang berpotensi memunculkan hipotesis prematur, seperti: Persis lahir jauh sebelum tahun 1923. Sementara Srie Agustina Palupi (2004), dalam penelitian historisnya yang telah dibukukan (Politik dan Sepak Bola di Jawa 1920-1942) malah menyajikan pernyataan baru bahwa Vorstenlandsche Voetbal Bond berdiri pada 1924 (hal.51). Lalu kapan sejatinya hari lahir Persis?
Mengurai Kerunyaman
Untuk mengurai kusam-runyam perihal sejarah kelahiran Persis, berikut akan diuraikan benang kusut mengenai hari lahir Persis: Persis lahir pada 1923. Bukan sebelumnya. Bukan pula sesudahnya.
Fakta ini dapat dibuktikan melalui telaah beberapa sumber sejarah sezaman. Madjalah Berita Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia, bulan Januari 1940, No. 1 Tahoen II mewartakan sebuah artikel dengan Judul: Riwajat Persis, Setelah Berdiri 2 Windoe (16 tahoen). Artikel tersebut mewartakan ihwal sececah sejarah dan eksistensi Persis, tetapi tidak membubuhkan informasi mengenai tanggal kelahiran Persis.
Majalah PSSI Januari 1940. Memuat berita tentang Sambungan Sejarah Persis (Berhubung di halaman lain tidak ditemukan berita pertama. Maka, sangat mungkin berita pertamanya dimuat di edisi Desember 1939).
Kendati demikian, melalui judulnya pun dapat ditelaah bahwa Persis pasti terlahir dua windu sebelum berita tersebut dimuat. Tetapi, jangan buru-buru mengambil kesimpulan bahwa Persis terlahir 16 tahun sebelum 1940. Ketergesa-gesaan mengalkulasi hal ini berpotensi memunculkan simpulan bahwa Persis dilahirkan pada tahun 1924 (barangkali ini yang melandasi penelitian Srie Palupi).
Perlu digarisbawahi bahwa artikel berjudul Riwajat Persis tersebut disajikan secara bersambung. Penulis berhasil memperoleh artikel bagian kedua, sedangkan bagian pertama artikel tersebut sangat mungkin termaktub dalam Madjalah Berita PSSI bulan Desember 1939. Harus diketahui pula bahwa Madjalah Berita PSSI terbit bulanan, sehingga apa yang terjadi pada bulan ini akan diwartakan pada bulan berikutnya. Dengan demikian, dapatlah ditarik benang merah bahwa pada 1939, Persis telah berusia 2 windu. Artinya, Persis niscaya lahir pada tahun 1923.
Simpulan tersebut bukan sekadar othak-athik gathuk. Pasalnya, surat kabar Panjebar Semangat, edisi 2 Desember 1939 juga mengeluarkan berita dengan judul Windon Persis. Surat kabar berbahasa lokal tersebut mewartakan, “Ana ing tandhingan kanggo mahargyan Persis nembe iki. P.S.I.M (Mataram) kalah 2-1 dening Persis (Solo).” (Artinya kurang lebih begini: Ada pertandingan untuk merayakan Persis baru-baru ini. PSIM (Mataram) kalah 2-1 dengan Persis (Solo). Kata ‘merayakan’ jika dihubungkan dengan judul berita: ‘Windon Persis’, maka dapat diinterpretasikan menjadi: merayakan dua windu kelahiran Persis.
Fakta-fakta di atas akan membawa kita kepada hipotesis: Persis terlahir pada akhir tahun 1923, karena perayaannya selalu dihelat sekitar bulan Desember. Jadi, apakah Persis benar-benar merayakan ulang tahunnya saban tanggal 8 November? Lalu bagaimana dengan piala-piala yang berhasil diraih Persis pada September 1923? Bagaimana dengan laga-laga amal yang dihelat Persis pada April 1923?
Menyingkap Tabir
Surat Kabar Darmo Kondho (31/3/1923) memberitakan bahwa Raden Ngabehi Reksohadiprojo, Sutarman, dan Sastrosaksono membentuk Vorstenlandsche Voetbal Bond (VVB) untuk mewadahi klub-klub sepak bola di Surakarta dalam satu ikatan perserikatan. Darmo Kondho tidak secara tersurat menyebutkan tanggalnya. Namun, pada saat itu Surat Kabar Darmo Kondho telah cukup berkembang sehingga dapat terbit harian, dengan menggunakan dwibahasa (bahasa Melayu dan Jawa) secara bergantian. Yuni Priyanti (1994) dalam penelitian historisnya mengenai Perkembangan Persuratkabaran Surakarta mempertegas fakta ini dengan menyatakan bahwa Darmo Kondho merupakan surat kabar yang rutin mewartakan berita-berita aktual di lingkup Surakarta maupun secara umum secara rutin, setiap hari.
Dengan demikian menjadi gamblang bahwa warta tersebut niscaya memberitakan kejadian sehari sebelumnya, yakni tanggal 30 Maret 1923. Sehingga dapat ditarik suatu benang merah bersejerah perihal hari kelahiran VVB jatuh pada tanggal 30 Maret 1923. Namun, status VVB tentu tidak bisa langsung diresmikan karena belum mendapat pengakuan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda (pemerintahan yang dianggap sah waktu itu). Pemerintah kolonial tidak menghendaki berdirinya organisasi tanpa bentuk (OTB). Dengan demikian, setelah terbentuk pada 30 Maret 1923, pengurus VVB mesti mengurus AD/ART, visi-misi, susunan kepengurusan, dan tentunya: legalitas dari pemerintah.
Sejarawan Heri Priyatmoko mengamini interpretasi ini. Menurutnya pemerintah kolonial kala itu benar-benar gentar dan berketar-ketar menyaksikan wabah berdirinya organisasi-organisasi bumiputra. Apalagi kelahiran VVB bersamaan dengan era menyingsingnya nasionalisme di belantara Hindia Belanda. Sehingga masuk akal jika VVB membutuhkan waktu 8 bulan untuk mendapatkan legalitasnya.
SI dan SDI sebagai Contoh
Lika-liku memperjuangkan legalitas organisasi memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ikhtiar Haji Samanhudi dalam mendirikan Sarekat Dagang Islam (SDI) kemudian H.O.S. Cokroaminoto dalam melegalkan Sarekat Islam (SI), dapat dijadikan contoh betapa terjalnya jalan yang mesti dilalui organisasi ciptaan bumiputra.
Slamet Muljana (2008), dalam bukunya yang berjudul Kesadaran Nasional; Dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan Jilid I menguraikan mengenai jerih payah SI untuk memperoleh legalitas. Pada 10 September 1912, Cokroaminoto telah menyampaikan berdirinya SI kepada notaris untuk selanjutnya disahkan sebagai badan hukum oleh pemerintah. Namun, pada tanggal 30 Juni 1913, pemerintah menolak permohonan SI. Dan pada tanggal 18 Maret 1916—atau hampir setengah windu pasca pengajuan legalitas—pemerintah baru sudi memberi pengakuan pada SI sebagai organisasi yang berbadan hukum.
Dibandingkan dengan SI, nasib Persis tentu lebih mujur. Untuk memperoleh hak recht persoon (legalitas), Persis hanya butuh waktu delapan bulan, sedangkan SI mesti menunggu lima kali lebih lama
‘Kemudahan’ Persis dalam memperoleh legalitas dikarenakan paradigma kolonial Belanda yang memandang sepakbola bumiputra dengan sebelah mata. Oleh pemerintah Belanda, sepak bola dianggap tidak seberbahaya organisasi sosial politik maupun ekonomi. Peremehan macam inilah yang membuat VVB dapat bernapas dan bisa bergerak tangkas, meski belum mendapat legalitas.
Meski pada 30 Maret 1923 status VVB tidak langsung disahkan dan diakui, nyatanya bond sepak bola Surakarta ini tetap dapat menggerakkan roda kompetisi internal dan mengikuti berbagai event. Apalagi pada masa awal kelahirannya, VVB tidak memiliki tendensi ke arah politik praktis yang radikal sehingga tidak ada alasan bagi pemerintah kolonial untuk menjegal eksistensinya.
Bahkan nantinya, ketika VVB dan enam klub perserikatan lain membidani lahirnya PSSI—yang didaulat sebagai alat perjuangan bangsa pun—Belanda juga tidak merepresi dengan membubarkannya. Dengan rasionalitas semacam ini, maka menjadi masuk akal jika VVB mampu menjuarai event sepak bola di Klaten pada tanggal 3 September 1923.
Dan akhirnya, pada tanggal 8 November 1923, VVB baru diresmikan sebagai bond yang menaungi klub sepak bola di wilayah vorstenlanden, khususnya Surakarta. Kemudian, seiring berjalannya waktu, VVB teraliri darah perjuangan dan pergerakan. Amanat Sumpah Pemuda agar bangsa Indonesia menjadi senusa, sebangsa, dan sebahasa, disambut VVB dengan mengubah asmanya menjadi Persatuan Sepakraga Indonesia Soerakarta (Persis). Nama ini digunakan secara informal sejak 1928 dan diresmikan melalui musyawarah klub internal pada tanggal 12 Mei 1933.
Konklusi dan Refleksi
Awal mula kelahiran Persis kini telah terang benderang. Fans Persis dapat memilih waktu yang pas untuk dijadikan momentum perayaan: 30 Maret (hari pembentukan VVB oleh R.Ng. Reksodiprojo dan beberapa tokoh klub internal di Surakarta), 8 November (hari peresmian VVB oleh pemerintah kolonial), atau 12 Mei (hari pengubahan nama VVB menjadi Persis secara resmi).
Esensinya sama saja. Yang terpenting adalah: gilang-gemilang kejayaan Persis selalu ‘diuri-uri’ agar senantiasa bergaung dan adiluhung. Namun demikian, tidaklah bijaksana jika kita hanya terpancang pada kedigdayaan Persis di masa silam, lalu diam dan bergeming saja, tidak tersentak untuk mengikhtiarkan kegemilangan serupa.
Pro-kontra, dialektika, dan abu-abu adalah keniscayaan dari sebuah warna sejarah. Tidak ada yang pasti dari sebuah interpretasi masa silam selain ketidakpastian. Bukankah pencanangan hari lahir Budi Utomo sebagai Hari Kebangkitan Nasional juga tak reda akan pro-kontra? Bukankah Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 dan baru diakui oleh Belanda pada 27 Desember 1949 dan hingga kini, kedua negara masih dilanda dikotomi sejarah?
Atau jika kita hendak mengerucutkan tema pada sepak bola, maka bukankah sejarah kelahiran Manchester United (MU) juga masih samar dan kelabu? Beberapa dokumen bersejarah MU sirna bersamaan dengan Perang Dunia II sehingga memicu hipotesis-hipotesis rancu nan ambigu? Toh memiliki sejarah yang samar tak lantas membuat MU cemar dan pudar. Sebaliknya, klub ini justru berbinar sinar.
Tanggal bersejarah tidak akan berarti apa-apa, jika api sejarahnya justru diingkar, dipenggal, ditinggal. Ingatlah petuah luhur Bapak Bangsa kita, “Warisi apinya! Bukan abunya.” Jadi, hari-hari bersejarah Persis di atas baru akan berarti jika kita terpacu untuk menorehkan hari-hari bersejarah selanjutnya. Akhir kata, selamat ulang tahun yang ke-95, Persis Surakarta!
Penulis merupakan pegiat sejarah yang sedang menulis buku "Pustaka Sepakbola Surakarta". Bisa dihubungi di surel ardian1923@gmail.com. Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis lewat rubrik Pandit Sharing, dalam rangka Pesta Bola Indonesia 2018. Isi dan opini tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis.
Komentar