Bayern Munchen menumbangkan Sevilla 2-1 pada pertandingan leg pertama perempat final Liga Champions 2017/18. Dalam partai yang berlangsung di Estadio Ramon Sanchez Pizjuan, Rabu (4/4) dini hari WIB, Bayern sempat tertinggal terlebih dahulu lewat gol Pablo Sarabia di menit ke-32.
Dua menit berselang, Bayern menyamakan kedudukan melalui gol bunuh diri Jesus Navas; sang pemain membelokkan bola tendangan Franck Ribery. Die Roten akhirnya memastikan kemenangan 2-1 atas Sevilla melalui sundulan Thiago Alcantara di menit ke-68.
Pelatih kepala Bayern, Jupp Heynckes, patut tersenyum menyambut kemenangan timnya. Meski dalam pertandingan tersebut anak-anak asuhnya tidak tampil bagus, setidaknya kemenangan tersebut menjadi modal meyakinkan untuk menapak ke semifinal Liga Champions. Di pertandingan leg kedua yang akan berlangsung di Allianz Arena 11 April mendatang, Bayern hanya membutuhkan hasil imbang untuk lolos.
Tak hanya itu, Heynckes juga patut tersenyum karena kemenangan Bayern atas Sevilla menjadi rekor tersendiri dalam karier kepelatihannya. Hasil itu menjadikan Heynckes sebagai pelatih pertama yang mampu meraih 12 kemenangan beruntun di Liga Champions. Pencapaian luar biasa, yang bahkan sulit untuk dicapai pelatih hebat Eropa lainnya seperti Sir Alex Ferguson, Josep Guardiola, Carlo Ancelotti, maupun Jose Mourinho.
Dua belas kemenangan beruntun Heynckes di Liga Champions dihitung sejak musim 2012/13, musim terakhirnya sebelum memutuskan pensiun dan kembali melatih di awal musim 2017/18.
Kekalahan terakhir Heynckes adalah pada pertandingan melawan Arsenal pada leg kedua 16 besar Liga Champions 2012/13, di Allianz Arena. Bayern kalah 0-2 saat itu. Selepas itu, Heynckes terus membawa Bayern meraih kemenangan demi kemenangan, hingga sampai di partai final melawan Borussia Dortmund. Menghadapi rival senegara di final Liga Champions, Bayern berjaya dengan kemenangan 2-1. Total, lima kemenangan beruntun dicatatkan Heynckes bersama Bayern di Liga Champions musim itu.
Setelah itu Heynckes memutuskan pensiun dari dunia sepakbola. Tapi setelah lebih kurang lima tahun beristirahat, Heynckes kembali menukangi Bayern. Posisinya, sebagai caretaker Carlo Ancelotti yang dipecat, usai Die Roten takluk 0-3 dari Paris Saint-Germain (PSG) di fase grup Liga Champions 2017/18. Setelah tampuk kepelatihan Bayern diambil alih Heynckes, Bayern bangkit. Khususnya di Liga Champions, mereka tak terkalahkan dengan mencatatkan tujuh kemenangan beruntun, termasuk kemenangan atas Sevilla di Ramon Sanchez Pizjuan.
***
Heynckes berpeluang memperpanjang rekor kemenangan beruntungnya saat Bayern menjamu Sevilla di Alianz Arena pada leg dua perempat final Liga Champions. Tapi, ada yang jauh lebih penting dari peluang memperpanjang rekor kemenangan di Liga Champions. Heynckes memiliki misi yang jauh lebih besar bersama Bayern pada musim ini: mengembalikan kejayaan Bayern di pentas Eropa.
Kali terakhir Bayern meraih trofi Liga Champions adalah musim 2012/13, musim terakhir Heynckes bersama Bayern sebelum pensiun. Sepeninggal Heynckes, Bayern kepayahan di kompetisi level satu Eropa itu. Jangankan kembali meraih gelar juara, menapak ke babak final saja Bayern tak mampu. Sosok Guardiola dan Ancelotti yang diharapkan bisa menjadi suksesor Heynckes hanya mampu membawa Bayern berjaya di ajang domestik.
Bahkan di era akhir kepelatihan Ancelotti, Bayern dirundung permasalahan internal yang membuat kondisi ruang ganti tak kondusif. Imbasnya, performa tim memburuk di awal musim 2017/18. Sebagai langkah penyelamatan, manajemen Bayern pun memutuskan untuk mendepak Ancelotti. Uli Hoeness, Presiden Bayern, kemudian meminta Heynckes turun gunung, mengisi posisi yang ditinggalkan Ancelotti.
Heynckes tak menolak tawaran Hoeness untuk kembali menukangi Bayern. Pada Oktober 2017, Heynckes resmi menjadi pelatih kepala baru Bayern. Bukan tanpa alasan Bayern, melalui Hoeness, meminta Heynckes kembali. Hoeness tahu betul kualitas dan karakter Heynckes, karena dua sosok legenda sepakbola Jerman itu dari dulu memang menjalin persahabatan yang erat.
Saat itu Hoeness meminta Heynckes mengembalikan stabilitas tim yang porak-poranda di akhir kepemimpinan Ancelotti. Bukan perkara mudah bagi Heynckes mengemban amanah tersebut. Apalagi, Heynckes tak punya banyak kesempatan melakukan perubahan dalam komposisi tim, sebab ia datang ketika musim telah bergulir.
Untungnya, Heynckes mampu melakukan tugas tersebut dengan baik. Lambat laun suasana ruang ganti Bayern mulai kondusif. Hal yang kemudian berdampak pada performa tim yang perlahan menanjak. Di Bundesliga, dari 20 pertandingan yang dilakoni Bayern di bawah arahan mantan pelatih Real Madrid itu, 17 kemenangan berhasil diraih; sisanya berakhir dengan dua kalah dan satu imbang.
Tak ayal, hasil tersebut membuat Bayern yang sempat terseok di awal musim kini kembali menduduki pucuk klasemen Bundesliga. Sementara di Liga Champions, Heynckes mampu membawa Bayern meraih tujuh kemenangan beruntun.
Heynckes memang tidak memiliki banyak kesempatan merombak tim, tapi di skuat Bayern saat ini Heynckes memiliki Arjen Roben, Franck Riberry, hingga Robert Lewandowski yang merupakan pemain-pemain yang menghias skuat Bayern pada 2013 lalu. Heynckes juga merupakan sosok pelatih berwatak keras yang menuntut para pemainnya untuk selalu bekerja keras di setiap pertandingan.
Sebagai seorang pelatih, Heynckes tak pernah silau dengan nama besar dari seorang pemain. Baginya, tim akan meraih kesuksesan jika bisa menerapkan pola permainan yang mengutamakan kolektivitas, bukan kemampuan individu pemain. Kepada para pemainnya, Heynckes selalu menekankan para pemainnya bekerja sebagai tim.
Heynckes memang hanya memiliki tugas untuk menstabilkan dan memperbaiki kondisi internal tim yang tengah kacau balau. Tapi, sosok berusia 72 tahun itu telah melakukan lebih dari menstabilkan kondisi tim. Di Bundesliga, Bayern meluncur menuju mahkota juara sementara di Liga Champions, Bayern di bawa Heynckes sebagai salah satu penantang gelar paling potensial.
Komentar