Dalam lima tahun terakhir, Thiago Alcantara mengambil peran penting di lini tengah Bayern Munchen. Perannya vital, karena Thiago adalah otak serangan Bayern. Sebagai seorang gelandang, ia memiliki visi permainan yang baik. Thiago tak pernah ragu dalam mengambil keputusan di lapangan. Ia juga merupakan pengumpan ulung. Di akhir musim 2016/17, ia memiliki akurasi operan tertinggi di Bundesliga—90,2 persen.
Thiago merupakan putra dari mantan gelandang timnas Brasil di era 1990-an, Mazinho. Tak dimungkiri bahwa minat Thiago menggeluti dunia sepakbola dipengaruhi oleh ayahnya. Thiago yang lahir pada 11 April 1991 di San Pietro Vernotico, Italia, sejak kecil sudah diperkenalkan ayahnya dengan dunia si kulit bundar. Mazinho, yang kala itu bermain di Italia (Lecce dan Fiorentina) sering mengajak putra sulungnya itu menyaksikannya berlatih dan bertanding.
Meski begitu, persinggungan Thiago dengan dunia sepakbola baru dimulai saat menginjak usia empat tahun. Saat itu, Mazinho memutuskan pulang ke Brasil setelah menerima pinangan Palmeiras. Menyadari bahwa bakat olah bola Thiago bisa berkembang di Brasil, Mazinho memutuskan untuk memasukkan anaknya ke Akademi Flamengo.
Tapi, hanya setahun Thiago mendapat pendidikan sepakbola di Akademi Flamengo. Saat usianya menginjak lima tahun, ia diboyong sang ayah ke Spanyol. Kebetulan, saat itu ayahnya dipinang oleh Valencia. Di Spanyol, Thiago kemudian tumbuh dan berkembang. Pelatihan sepakbolanya pun terus berlanjut di Akademi Ureca.
Di sana, Thiago terus berkembang hingga mengundang atensi dari pencari bakat La Masia (Akademi Barcelona). Perkembangannya terus dipantau, hingga saat usia 14 tahun ia bergabung bersama akademi Barcelona. Di La Masia, Thiago mendapat banyak ilmu yang menunjang perkembangan kemampuannya.
Pada musim 2008/09, Thiago dipromosikan ke tim B Barcelona yang diasuh Josep Guardiola. Polesan Pep membuat Thiago semakin berkembang. Di musim pertamanya membela tim B Barcelona, 25 penampilan dibukukannya, dan berlanjut dengan 18 penampilan di musim berikutnya.
Performa gemilang Thiago bersama tim B Barcelona, membuatnya mendapat kesempatan melakoni debut bersama tim senior pada 17 Mei 2009. Di laga melawan Real Mallorca, Thiago yang baru berusia 18 tahun tampil sebagai pemain pengganti. Ia masuk menggantikan Eidur Gudjohnsen. Debutnya ditandai dengan gemilang, karena Barcelona menang 2-1 atas Mallorca.
Meski saat itu tim senior Barcelona sudah diarsiteki Pep, namun Thiago masih harus menunggu untuk mendapat kesempatan tampil secara kompetitif bersama tim senior. Wajar, saat itu ia masih sangat muda. Thiago masih butuh meningkatkan kemampuannya untuk bisa bersaing di tim senior. Bahkan ketika ia resmi masuk ke skuat senior Barcelona pada 2009/10, ia masih belum mendapat banyak kesempatan tampil.
Namun cerita berubah di musim 2010/11. Thiago akhirnya mendapat lebih banyak kesempatan tampil di tim senior Barcelona. Di akhir musim tersebut, ia mencatatkan 27 penampilan di semua ajang dengan torehan tiga gol dan tiga asis. Di musim-musim berikutnya, perkembangan Thiago di Barcelona semakin menanjak. Namanya mulai dikenal luas.
Sekelumit pertanyaan kemudian muncul mengenai tim nasional mana yang akan dibela Thiago. Ia memiliki tiga pilihan untuk membela timnas Italia, Brasil, dan Spanyol. Alasan dirinya bisa memperkuat Italia karena ia lahir di sana. Sementara Brasil, karena kedua orangtuanya merupakan warga negara Brasil.
Begitu pula dengan Spanyol, tempat di mana ia tumbuh dan berkembang. Tapi, alih-alih meminta anaknya membela Brasil, Mazinho justru berharap Thiago membela Spanyol. Baginya, membela Spanyol adalah pilihan yang tepat ketimbang Brasil.
"Di Spanyol, Thiago berkembang dengan cara yang luar biasa. Untuk pindah ke Brasil jelas tidak menguntungkan. Brasil terlalu sering berganti pelatih. Bila di Brasil, Thiago bisa saja hanya dipanggil sekali, dua kali dan kita tidak tahu. Jika hal itu terjadi, maka dia tidak akan main untuk keduanya," kata Mazinho.
Thiago mengikuti arahan dari ayahnya. Memang, sejak tahun 2007, Thiago sudah membela Spanyol dari berbagai jenjang usia.. Hingga pada 2011, Thiago berkesempatan membela timnas senior Spanyol.
***
Bisa dibilang, karier Thiago di level timnas melesat. Namun, itu tak berlaku di level klub. Apalagi sejak tampuk kepelatihan Barcelona diambil alih Tito Villanova. Thiago kalah saing dengan Xavi Hernandez, Andres Iniesta, Sergio Busquets, dan Cesc Fabregas yang kerap diandalkan Tito di masa kepelatihannya di Blaugrana.
Itu bukan kondisi yang menguntungkan bagi Thiago. Bakatnya bisa terbuang percuma bila terus menjadi pemain pelapis. Situasi yang dialami Thiago di Barcelona membuat membuat banyak klub mengajukan penawaran untuk mendatangkannya. Di akhir musim 2012/13, banyak rumor yang mengaitkan dirinya dengan beberapa klub, salah satunya Manchester United.
Namun, pada akhirnya Bayern Munchen yang memenangi perburuan Thiago. Die Roten mengamankan Thiago dengan mahar 25 juta euro. Kepada Sunday Times, Thiago mengungkapkan bahwa meninggalkan Barcelona yang merupakan klub masa kecilnya, adalah keputusan sulit. Tapi, reuni bersama Pep Guardiola yang bisa dibilang sebagai sosok berjasa yang mengangkat pamornya adalah hasrat yang tak bisa ia tahan.
“Untuk semua orang yang datang melalui La Masia, itu akan terjadi. Anda tidak ingin meninggalkan Barcelona. Anda hanya ingin bergabung dengan tim pertama dan sukses di sana. Tetapi itu bukan hanya tentang bagaimana perasaan Anda, atau kepercayaan diri Anda, tetapi bagaimana perasaan orang lain tentang Anda. Pep mempercayaiku, dan aku merasakan kepercayaan itu. Aku belajar banyak darinya,” tegas Thiago.
Ketika Thiago memutuskan pindah ke Bayern, Pep bukannya tak punya pekerjaan rumah untuk memaksimalkan peran Thiago dalam skuatnya. Biar bagaimana pun, konsep permainan yang diusung Bayern dan Barcelona berbeda. Dalam buku Pep Confidential, Marti Perarnau menceritakan bagaimana kerja keras Pep membentuk permainan Thiago agar sesuai dengan karakter permainan Bayern dan sepakbola Jerman.
Dalam bukunya itu, Perarnau menyebut Pep terus berkerja keras mengasah kemampuan pengambilan keputusan Thiago. Ia terus menempanya untuk membuat permainannya sesederhana mungkin, serta mengekangnya untuk tak bermain boros yang merupakan bagian dari repertoarnya.
Upaya Pep tak sia-sia. Thiago kemudian bisa berkembang sebagai sosok sentral di lini tengah Bayern. Sejak bergabung bersama Bayern, Thiago berkontribusi membawa Die Roten menjuarai Bundesliga sebanyak lima kali beruntun (2013/14 hingga 2017/18). Bahkan, saat Pep pergi meninggalkan Bayern pada akhir musim 2015/16, Thiago masih menjadi pilihan utama bagi Carlo Ancelotti yang masuk menggantikan Pep.
Namun ketika Ancelotti pergi, dan posisinya digantikan Jupp Heynckes pada musim 2017/18, peran Thiago tak terlalu menonjol. Hal tersebut kemudian memunculkan isu Thiago tak lagi nyaman berada di Munchen. Bahkan kabar burung menyebut, ia ingin kembali ke Barcelona. Namun semua itu masih sebatas spekulasi. Heynckes bisa saja tak banyak memberi kesempatan tampil bagi Thiago karena kondisi kebugarannya.
Maklum, di musim 2017/18 Thiago banyak berkutat dengan cedera yang memaksanya absen dalam 20 pertandingan di semua ajang. Heynckes mungkin tak mau ambil risiko dengan memaksakan Thiago tampil secara kompetitif meski saat ini kondisinya jauh lebih baik. Sebab, dalam satu musim ini, ada dua cedera yang dialami Thiago.
Komentar