Zenit St. Petersbug coba membangun serangan lewat sisi kanan pertahanan CSKA Moskwa. Domenico Criscito yang bermain di posisi fullback kiri, menerima operan pendek dari rekan setimnya. Ia sempat mengontrol sejenak bola dan membidik ke kotak penalti; memilih kepada siapa umpan lambung hendak dikirimkan. Usai menemukan target, ia pun lantas melepaskan umpan yang sangat terukur. Membuat sang penerima umpan, Aleksandr Kerzhakov, tidak perlu sedikit pun melompat untuk menggapai bola kirimannya.
Kerzhakov hanya perlu sedikit membelokkan arah bola hasil umpan Criscito tersebut ke sudut gawang sebelah kanan CSKA Moskwa. Gol! Zenit berhasil membuka keunggulan pada menit ke-53 atas tuan rumah CSKA Moskwa di ajang Liga Primer Rusia musim 2011/12. Di akhir pertandingan, Zenit menang 2-0 atas tuan rumah; di akhir musim Zenit berhasil merengkuh trofi Liga Primer Rusia.
Bagi Domenico Criscito, agaknya pertandingan itu akan selalu diingat olehnya. Bukan hanya karena asis indah yang berhasil diciptakannya untuk Kerzhakov, tapi juga karena pada pertandingan itulah ia menjalani debutnya bersama Zenit St. Petersbug—klub Rusia yang dibelanya sampai sekarang.
Criscito adalah pesepakbola yang berasal dari Italia. Akan tetapi ia mendapatkan banyak hal dari sepakbola, justru di Rusia.
***
Sejauh ini Criscito sudah membela Zenit sepanjang tujuh musim. Dengan membela Zenit selama itu, Criscito tercatat sebagai pemain berkebangsaan Italia yang bermain paling lama di kompetisi Rusia. Sebelumnya ada beberapa pemain berkebangsaan Italia yang juga pernah bermain di kompetisi Rusia, dua di antaranya adalah Ivan Pelizzoli dan Alessandro Rosina. Namun keduanya hanya bermain selama dua musim.
Pertandingan antara Zenit St. Petersburg menghadapi Anzhi yang digelar di Zenit Arena, Sabtu (14/4) kemarin, menandai penampilan yang ke-150 Criscito di Liga Primer Rusia bersama klub yang berjuluk “Sine Belo Golubye” tersebut. Dari jumlah 150 kali tampil untuk Zenit di Liga Primer Rusia, Criscito tampil sebagai starter sebanyak 141 kali, dan hanya 9 kali memulai laga dari bangku cadangan. Ini menunjukkan betapa diandalkannya Criscito oleh Zenit. Ditambah lagi pada musim ini, Criscito mendapat mandat sebagai kapten tim Zenit St. Petersburg menggantikan peran kapten tim sebelumnya, Daniel Miguel Alves.
Selama membela Zenit, Criscito telah berhasil membawa Zenit memenangi gelar Liga Primer Rusia pada musim 2011/12 dan 2014/15. Selain itu, bersama Zenit pula ia berhasil menjadi juara di Piala Rusia pada 2016, serta dua kali berturut-berturut menjuarai Piala Super Rusia pada 2015/16 dan 2016/17.
Di tanah kelahirannya, Italia, Criscito tak pernah merasakan sensasi memenangi gelar-gelar domestik seperti yang ia dapatkan di Rusia. Alih-alih gelar yang didapat, Criscito justru mendapatkan karir yang suram selama bermain di Italia.
Di usia mudanya, Criscito pernah tergabung bersama tim Primavera Juventus yang menjuarai kompetisi Campionato Primavera musim 2005/06. Akan tetapi perannya saat itu tidak menonjol di tim muda Juventus. Ia hanya mendapat kesempatan sekali bermain selama kompetisi berlangsung.
Di musim berikutnya, Criscito bergabung bersama Genoa yang tampil di Serie B untuk mendapatkan lebih banyak menit bermain. Di sana ia pun cukup diandalkan dengan tampil sebagai starter sebanyak 36 kali dari 42 pertandingan yang dimainkan Genoa.
Menonjol di Serie B bersama Genoa, membuat Juventus tertarik untuk memboyongnya kembali pada musim 2007/08. Sialnya Criscito lagi-lagi gagal bersaing dengan pemain-pemain belakang lain di Juventus.
Criscito yang ketika itu masih berposisi sebagai bek tengah, kalah bersaing dengan Giorgio Chiellini dan Nicola Legrottaglie. Selain itu, ukuran tubuh Criscito yang relatif lebih kecil dibanding pemain belakang lainnya, membuat allenatore Juventus kala itu, Claudio Ranieri, lebih memilih untuk memasang Chiellini dan Leggrotaglie guna mengawal lini belakang Juventus. Sepanjang musim, Criscito hanya tampil sebanyak 8 kali untuk Juventus di kompetisi Serie A.
Criscito lantas memutuskan hengkang dari Juventus dan kembali ke Genoa yang sudah tampil kembali di Serie A. Ia pun langsung mendapatkan kembali menit bermainnya secara reguler.
Tampil reguler bersama Genoa, membuat Criscito berhasil menembus skuat tim nasional Italia pada 2009. Ia menjalani debutnya bersama Gli Azzuri saat melakoni laga persahabatan menghadapi Swiss di bulan Agustus 2009. Setahun berselang, ia diboyong oleh Marcelo Lippi ke Afrika Selatan untuk mengikuti Piala Dunia 2010.
Nasib buruk lagi-lagi merundungi Criscito pada 2012. Ia dituduh terlibat dalam skandal pengaturan skor musim 2011/12. Tuduhan itu membuat Criscito harus terdepak dari skuat tim nasional Italia yang akan tampil di ajang Piala Eropa 2012.
“Keputusan untuk tidak mengikutsertakan Criscito di ajang Piala Eropa 2012 adalah keputusan bersama. Kami kecewa,” tutur wakil ketua federasi sepakbola Italia (FIGC), Demetrio Albertini pada The Guardian saat itu.
Criscito tidak terima dengan tuduhan tersebut. Ia pun lantas mengkritisi balik tuduhan FIGC. Beberapa bulan kemudian Criscito pun terbebas dari segala tuduhan buruk itu, namun ia sudah tak lagi jadi bagian tim nasional Italia. Setelah absen di Piala Eropa 2012, Criscito juga tidak masuk dalam skuat tim nasional Italia yang berlaga di Piala Dunia 2014.
***
Setelah sekian lama tidak membela tim nasional Italia dan klub Serie A, Criscito sempat mengungkapkan rasa rindunya pada Italia. Tapi di sisi lain, ia juga mengungkapkan bahwa dirinya sangat bahagia dengan karirnya bersama Zenit.
“Saya sangat merindukan Italia dan Serie A tapi di saat yang sama saya juga sangat bahagia dengan pengalaman di Rusia, karena saya main untuk klub besar yang setiap tahun bermain di Liga Champions. Meski soal belajar bahasa Rusia, saya tidak melakukannya dengan baik,” ujar Criscito seperti dilansir dari FourFourTwo.
Dengan segala hal yang ia dapatkan di Rusia, agaknya negara itu sudah menjadi seperti rumah kedua bagi Criscito. Di sanalah ia menemukan puncak kariernya sebagai pesepakbola dengan gelar-gelar yang ia dapatkan bersama Zenit St. Petersburg.
Italia, sebagai tanah kelahiran, tentu juga merupakan rumah baginya. Namun dengan segala kenangan pahit yang ia dapatkan selama di Italia—dari mulai minimnya kesempatan bermain hingga dituduh terlibat skandal pengaturan skor—nampaknya Italia hanya sebatas rumah sebagai kata benda bagi Criscito. Rumah dalam arti yang sesungguhnya—sebuah bangunan yang berdinding, beratap, berlantai. Sebatas tempat berlindung dari dingin malam dan teriknya siang.
Sementara Rusia, adalah rumah yang lain. Rumah sebagai kata sifat bagi Criscito. Tempat yang dapat memberinya rasa nyaman, bahagia, dan tenteram.
Komentar