Dalam sejarah penyelenggaraan Liga Champions, hanya ada dua kesebelasan yang mampu mencetak lima gol dalam satu pertandingan di semifinal. Ajax Amsterdam tercatat sebagai tim pertama yang berhasil menorehkan rekor tersebut, setelah mengalahkan Bayern Muenchen 5-2 di leg kedua semifinal Liga Champions 1994/95.
Lebih kurang 23 tahun kemudian, jejak Ajax akhirnya mampu diikuti Liverpool FC. Menghadapi AS Roma dalam pertandingan leg pertama semifinal Liga Champions 2017/18 di Anfield pada Selasa (25/4) dini hari WIB, Liverpool mengamuk, menuntaskan perlawanan I Lupi dengan skor mencolok 5-2.
***
Dalam pertandingan menghadapi Roma, Juergen Klopp tidak banyak melakukan perubahan baik dari segi komposisi pemain maupun penerapan skema dasar. Manajer Liverpool itu tetap mengandalkan formasi dasar 4-3-3, dengan mengandalkan Roberto Firmino, Sadio Mane, dan Mohamed Salah sebagai juru gedor.
Roma sendiri tampil dengan formasi dasar 3-4-2-1. Formasi tersebut, sebelumnya diterapkan manajer Eusebio di Francesco saat timnya sukses mengalahkan Barcelona 3-0 di leg kedua perempatfinal. Seolah ingin mengulang kesuksesan yang sama, formasi tersebut pun kembali diterapkan Di Francesco saat menghadapi Liverpool.
Selama 25 menit pertama, Roma begitu nyaman menguasai jalannya pertandingan. Penguasaan bola mereka mencapai 56 persen. Selain itu, dari tiga tembakan yang dilepaskan, dua di antaranya tepat sasaran. Skema garis pertahanan tinggi dan pressing ketat pun berhasil membuat Liverpool kesulitan untuk mengembangkan permainannya.
Tapi, sistem permainan seperti itu sebenarnya cukup berisiko bagi Roma. Sebab, Roma menerapkan mid-block press yang membuat ruang besar di lini pertahanan mereka. Liverpool yang bisa melihat celah tersebut pun mulai meningkatkan intensitas serangannya. Setelah setengah jam laga berjalan, Liverpool bisa membuat tekanan Roma mengendur, lewat Gegenpressing yang diterapkan.
Roma pun tak berkutik, Liverpool berhasil mengambil alih dominasi permainan. Upaya melancarkan serangan balik cepat melalui sektor sayap selalu gagal karena ketatnya pressing yang dilancarkan para pemain Liverpool.
Belum lagi, kecepatan Salah dan Mane dari sektor sayap membuat lini pertahanan Roma kelimpungan. Akibatnya, dua gol berhasil disarangkan Liverpool ke gawang Alisson Becker, melalui Salah, pada menit ke-36 dan ke-45.
Dua gol yang dicetak Liverpool di babak pertama hanya permulaan. Selepas turun minum, Liverpool semakin ganas mencecar jantung pertahanan Roma.
Pada awal paruh kedua, Di Francesco terlihat mencoba mengubah strategi dengan memasukkan Patrik Schick untuk menggantikan Cengiz Uender yang minim kontribusi di babak pertama.
Masuknya Schick membuat Roma mengubah formasi menjadi 3-4-1-2. Masuknya Schick memang membuat intensitas serangan Roma meningkat. Dua wingback Roma, Aleksandar Kolarov dan Alessandro Florenzi, juga lebih agresif melancarkan serangan ke daerah pertahanan Liverpool. Tapi, hal tersebut justru membuat sisi kiri dan kanan pertahanan Roma memiliki lubang menganga.
Dua sayap Liverpool, Salah dan Mane yang punya kecepatan pun kian nyaman mencecar pertahanan Roma dari sisi lapangan. Akibatnya, hanya dalam tempo lima menit, dua gol berhasil dibukukan Liverpool. Skemanya sama, melalui serangan yang dibangun dari sayap kanan. Pergerakan Salah kerap tak bisa diantisipasi Kolarov yang rajin overlap. Salah yang tak terlalu mendapat pengawalan pun sukses memberi dua asis untuk gol yang dicetak Mane pada menit ke-56 dan Firmino di menit ke-61.
Tertinggal empat gol, Roma mulai fokus menjaga pertahanan mereka untuk menahan Liverpool tak semakin merajalela. Skema empat bek pun diterapkan agar gawang mereka tak lagi dibobola tuan rumah. Tapi pada akhirnya, gawang Roma lagi-lagi bisa dibobol Liverpool pada menit ke-69 melalui melalui sundulan Firmino. Gol tersebut terlihat bukan karena kesalahan taktikal Di Francesco, namun lebih kepada kurang sigapnya para pemain bertahan Roma mengantisipasi bola sepak pojok James Milner.
Liverpool semakin nyaman menguasai permainan, toh mereka sudah unggul 5-0 saat pertandingan belum genap 70 menit. Skor saat itu, bisa menjadi indikasi bahwa pertandingan sebenarnya sudah berakhir tanpa harus menunggu laga sampai di 90 menit. Liverpool yang mulai fokus untuk mengamankan hasil pun mengendurkan serangan mereka. Tempo yang lebih lambat dimainkan Liverpool sejak menit ke-75, atau tepatnya saat Salah digantikan Danny Ings.
Tapi masalahnya, Liverpool tidak memiliki gelandang yang mampu memperlambat tempo. Permainan Liverpool pun jadi tak berimbang. Ditambah dengan organisasi pertahanan yang buruk, Liverpool seolah memberi jalan bagi Roma untuk memperkecil keadaan. Situasi tersebut berhasil dimanfaatkan Roma; dua gol berhasil dicetak melalui Edin Dzeko (81’) dan penalti Diego Perotti (85’).
***
Seusai pertandingan, Klopp mengungkapkan bahwa kinerja impresif anak asuhnya hanya berlaku selama 80 menit saja. Selebihnya, Liverpool banyak melakukan kesalahan elementer di sektor pertahanan. Misalnya saat gol Dzeko tercipta, jelas itu karena kesalahan Dejan Lovren mengantisipasi bola direct yang diarahkan kepada penyerang Bosnia itu.
"Kami membuat satu kesalahan dalam bertahan. Penalti bukan penalti, tetapi itu adalah situasinya dan sekarang sudah 5-2. Tentu saja kami akan lebih senang dengan 5-0 atau 5-1. Tetapi 5-2 adalah hasil fantastis. Kami pergi akan pergi ke sana (Roma) dan mencoba lagi,” kata Klopp, kepada BT Sport.
Di atas kertas, Liverpool memiliki peluang yang jauh lebih besar ketimbang Roma untuk lolos ke partai final. Setidaknya, hasil imbang di pertandingan leg kedua yang akan berlangsung Stadio Olimpico pada 3 Mei mendatang akan meloloskan Liverpool ke partai puncak. Tapi, bila mengingat come back Roma atas Barcelona, dua gol tandang yang dibukukan I Lupi di Anfield adalah modal besar mereka membalikkan keadaan.
“Kami mengatakan sebelum pertandingan Barcelona yang kami yakini benar-benar dalam peluang kami dan saya mengatakan hal yang sama sekarang," kata Di Francesco kepada Mediaset Premium.
Komentar