Jika Yaya Toure diminta untuk menyebutkan salah satu pertandingan terbaik yang pernah ia lakoni sepanjang karier sepakbolanya, saya tidak akan ragu untuk menebak bahwa pertandingan antara Manchester City dan Manchester United di semifinal Piala FA 2011 akan dipilihnya. Saat itu adalah musim pertama Toure berseragam biru muda Manchester City, sejak kepindahannya dari Barcelona pada 2010.
Skuat The Citizen saat itu sedang dilingkupi oleh semangat yang menggebu-gebu untuk bisa kembali melenggang ke final Piala FA, setelah terakhir kali melakukannya pada 1981. Dan yang pasti, City sudah sangat merindukan bagaimana rasanya mengangkat trofi dan menjadi juara. Motivasi tersebut semakin berlipat ketika tahu bahwa lawan yang dihadapi adalah rival sekota mereka, Manchester United, yang musim itu menjuarai Liga Primer Inggris.
Di awal laga semifinal itu, City sempat berada di bawah tekanan—termasuk terancam oleh dua peluang yang diciptakan Dimitar Berbatov—sebelum akhirnya, salah satu momen besar dalam karier Toure itu terjadi pada menit ke-51.
Momen itu diawali oleh blunder konyol Michael Carrick di area sepertiga pertahanan United. Bola yang dilepaskannya mengarah ke Toure yang sedari tadi memang membayangi Carrick. Tanpa tedeng aling-aling, Toure menghukum kesalahan Carrick tersebut.
Toure membawa bola menuju kotak penalti United. Karena sebelumnya sudah panik dengan blunder yang dilakukan Carrick, barisan pertahanan United kelimpungan menghentikan laju lari Toure. Nemanja Vidic dilewatinya dengan begitu mudah. Dan ketika penjaga gawang Edwin van Der Sar maju untuk menghentikannya, Toure melakukan yang terbaik: menempatkan bola di antara dua betis Van Der Sar. Dengan mulus bola meluncur ke gawang United.
Perayaan gol emosional begitu tampak dalam diri Toure. Dirinya memang sangat berhasrat untuk mengalahkan United yang saat itu tengah berada dalam kepercayaan diri tinggi berkat dominasi mereka di Liga Primer.
“Kami harus mengalahkannya. Mereka sangat kuat. Mereka meraih gelar liga di tahun tersebut. Saat menjelang pertandingan, mereka sangat percaya diri. Mereka pikir mereka akan dengan mudah mengalahkan kami. Aku tak akan pernah lupa bahwa mereka beberapa kali gagal memanfaatkan peluang besar di pertandingan itu. Pada saat turun minum, kami hampir bertengkar di ruang ganti,” kenang Toure kepada The Telegraph.
Berkat gol Toure itu, City melenggang ke babak final. Di partai pamungkas, mereka menghadapi Stoke City, dan Toure kembali menjadi pahlawan City dengan mencetak satu gol pada menit ke-74. Itulah satu-satunya gol yang memenangkan City sekaligus memenuhi dahaga City untuk meraih gelar Piala FA setelah 30 tahun lamanya.
Setelah memenangi Piala FA pada 2011 itu, keran untuk gelar-gelar yang lain seakan mulai terbuka untuk City. Dan semua itu dimulai City melalui peran besar Yaya Toure.
***
Setahun berselang, pada musim 2011/12, City berhasil menjuarai Liga Primer Inggris setelah terakhir kali melakukannya pada musim 1967/68 (ketika kompetisi tertinggi sepakbola Inggris masih bernama Divisi Utama).
Yaya Toure memainkan peran penting di lini tengah Manchester City pada musim 2011/12 itu. Di bawah arahan Roberto Mancini, pemain asal Pantai Gading tersebut memainkan 32 pertandingan dari total 38 laga dalam satu musim Liga Primer Inggris.
Toure juga mencetak total enam gol di Liga Primer Inggris, bersamaan dengan enam asis yang berhasil dicatatkannya musim itu. Peran menonjol Toure terlihat dari bagaimana aktifnya ia mengalirkan bola di lini tengah City. Pada Liga Primer Inggris musim 2011/12, rata-rata operan sukses yang berhasil dikirimkan Toure di setiap pertandingannya adalah 90,5 persen.
Musim selanjutnya, walau Manchester City tidak menjadi juara, namun mereka berhasil menempel ketat Manchester United di peringkat kedua Liga Primer Inggris. Toure pun masih memainkan peran penting di lini tengah dengan total tampil sama banyaknya seperti musim 2010/11. Produktifitas golnya pun terjaga, Toure berhasil menjaringkan total enam gol di Liga Primer Inggris sepanjang musim 2012/13.
Musim 2013/14, Manuel Pellegrini mulai menahkodai Manchester City menggantikan Roberto Mancini. Yaya Toure masih diandalkan di lini tengah. Hampir di setiap pertandingan Liga Primer Inggris musim itu, ia selalu menjadi pilihan utama Pellegrini untuk mengawal lini tengah The Citizen.
Musim itu pun produktivitas gol Toure melonjak drastis. Total ia berhasil membukukan 20 gol untuk City di Liga Primer Inggris. Total asis yang diberikannya pun lebih banyak dari musim-musim sebelumnya, yakni sebanyak 9 asis. Seluruh penampilan apiknya itu berhasil mengantarkan City menjadi juara Liga Primer Inggris untuk yang keempat kalinya.
Karier Toure bersama City mulai meredup ketika Pep Guardiola datang menggantikan Manuel Pellegrini pada awal musim 2016/17. Toure mulai tersisihkan dari lini tengah Manchester City. Sepanjang musim 2016/17, Toure hanya tampil sebanyak 26 kali dari total 38 laga City di Liga Primer Inggris.
Segalanya menjadi lebih buruk bagi Toure di musim berikutnya. Ia hanya memainkan sembilan kali pertandingan bersama City di Liga Primer Inggris musim 2017/18—itu pun sebagai pemain pengganti. Jika sebelum-sebelumnya Toure selalu memberikan peran besarnya saat Manchester City menjadi juara, di musim ini ketika City kembali menjuarai Liga Primer Inggris, tak tampak peran besar Toure di lini tengah.
“Aku sangat sedih akan hal itu. Aku ingin bisa lebih berperan di atas lapangan, bukan di luar lapangan,” ungkap Toure.
Sadar bahwa dirinya semakin tersisih di skuat Manchester City, Toure pun memutuskan untuk meninggalkan Manchester City di akhir musim ini. Hal itu seperti diungkapkan oleh manajer, Pep Guardiola.
“Yaya Toure tak akan ada di sini [City] musim depan. Pertandingan melawan Brighton [laga kandang terakhir City musim ini] akan menjadi pertandingan yang fokus dalam meraih kemenangan untuknya. Kami akan berupaya memenangkan pertandingan untuknya,” ujar Guardiola kepada Sky Sports.
***
Persembahan terbaik memang berhak didapatkan oleh Yaya Toure di laga kandang terakhir City musim ini. Biar bagaimana, Toure telah berperan besar di masa-masa awal City meraih kejayaan. Hingga sekarang, City telah menjadi kesebelasan yang selalu diperhitungkan sebagai kandidat kuat juara di setiap musimnya. Bahkan pemain tengah Manchester City, Kevin de Bruyne, menyebut Yaya Toure sebagai salah satu aktor revolusioner kejayaan Manchester City.
“Aku rasa dia [Toure] adalah salah satu pemain yang memulai revolusi di klub ini. Dia telah memainkan banyak sekali pertandingan dan memenangkan banyak hal. Dia pantas untuk mendapat laga perpisahan yang agung dari semua orang,” tuturnya kepada Manchester Evening.
Toure sendiri menyadari kontribusi besar yang telah diberikannya untuk kejayaan City. Manchester City baginya sudah seperti pasangan hidup.
“Orang-orang tidak tahu bagaimana besarnya dedikasiku untuk City. Kesebelasan ini adalah istri pertamaku, bahkan istriku pun mengetahuinya,” ungkapnya.
Dan, di antara banyak hal yang telah ia dapatkan selama ini bersama Manchester City, hanya ada satu prestasi yang menurutnya adalah yang terbesar: menempatkan Manchester United berada di bawah bayang-bayang Manchester City.
“Sejujurnya, ya, itu [mengungguli United] adalah prestasi terbesarku. Ketika aku pertama kalinya datang ke City, tujuan kami adalah untuk menempatkan mereka [United] di bawah bayang-bayang kami. Memang sulit. Namun, semifinal Piala FA (2011) telah menjadi bagian terbesar dari misi itu,” ungkapnya kepada Telegraph.
Komentar