Olympique de Marseille dan Atletico de Madrid akan saling berhadapan di final Liga Europa 2017/18. Kemungkinan besar laga yang akan digelar pada Kamis (17/5) dini hari WIB tersebut akan berlangsung ketat dan keras.
Kedua finalis berada di level yang sama. Marseille dan Atletico juga memiliki beberapa kemiripan pendekatan taktis. Pasukan Rudi Garcia maupun para pemain Diego Simeone sama-sama menekankan tekel agresif saat tidak menguasai bola. Adu fisik tak akan terhindarkan pada laga final yang akan digelar di Lyon ini.
Marseille sudah mengantungi 81 kartu kuning dan 3 kartu merah di Ligue 1 musim ini. Kedua terburuk di antara 20 kesebelasan divisi tertinggi Perancis musim 2017/18. Per laga, Marseille melayangkan 19,5 tekel—terbanyak ketiga. Lucas Ocampos dan Luiz Gustavo paling banyak menyumbang, dengan rata-rata 2,7 tekel per pertandingan. Guztavo tidak mengejutkan karena ia gelandang bertahan; Ocampos penyerang sayap kiri.
Atletico pun terkenal dan terbukti keras di La Liga. Los Rojiblancos sudah mendapat 86 kartu kuning dan 4 kartu merah sejauh ini. Rata-rata tekel per pertandingannya lebih tinggi dari Marseille: 24,5. Di Liga Europa lebih sedikit, 20,9 tekel per pertandingan. Pemain-pemain dengan rata-rata tekel terbanyak (di La Liga saja) adalah Filipe Luis (4,7) Saul Niguez (3,7), dan Lucas Hernandez (3,6).
Meski sama-sama agresif dalam melancarkan tekel, yang dilakukan Marseille dan Atletico setelah merebut bola sedikit berbeda. Les Olympiens membangun serangan secara perlahan, hanya sesekali melancarkan serangan balik cepat. Atletico, sementara itu, langsung melancarkan serangan balik cepat.
Perbedaan lainnya: Atletico lebih mengedepankan kerapatan di lini pertahanan ketimbang menyerang lawan habis-habisan. Karena itulah Atletico tidak seperti Marseille yang sangat produktif mencetak gol.
Atletico hanya mencetak 56 gol dalam 37 pertandingan La Liga—tidak sampai dua gol per pertandingan. Di Liga Champions, 5 gol dari 6 laga. Di Liga Europa mereka sedikit lebih subur: 17 pertandingan dari 8 laga.
Marseille jauh lebih subur. Dari 37 pertandingan Ligue 1 musim ini, Marseille telah mencetak 78 gol. Di Liga Europa, mereka mencetak 28 gol dalam 18 pertandingan menuju final.
Dengan kata lain, final ini akan menjadi ajang adu kekuatan lini depan Marseille melawan lini belakang Atletico. Kami memprediksi akan sedikit gol tercipta, dan Marseille akan menang. Selain karena pertandingan digelar di Prancis, Marseille cakap memaksimalkan bola mati. Di laga besar, hal ini krusial.
WhoScored mencatat Marseille telah mengoleksi 15 gol dari bola mati. Itu belum termasuk 5 gol penalti. Bola mati bisa menjadi pemecah kebuntuan melawan ketatnya pertahanan Atletico dalam skema open play.
Dimitri Payet akan memainkan peran kunci. Ia spesialis bola mati, baik tendangan bebas maupun sepak pojok. Sudah 10 gol dan 24 asis dicetaknya musim ini. Aksi-aksinya memanjakan Florian Thauvin, pencetak gol terbanyak Marseille musim ini (26 gol di semua ajang). Thauvin juga bisa memanjakan rekan-rekannya. Menempati pos winger kanan, ia telah mencetak 18 asis musim ini.
Dinamisnya pergerakan lini depan Marseille juga membuat mereka bisa mencetak gol melalui Lucas Ocampos, Morgan Sanson, hingga Valere Germain. Jika ditotal, torehan gol ketiganya mencapai 32 gol. Marseille punya banyak pemain yang handal merobek jala lawan di lini depan.
Hal ini berbanding terbalik dengan Atletico. Top skor dan top asis diborong oleh Antoine Griezmann dengan menyumbang 27 gol dan 15 asis di semua ajang. Terdekat, hanya Angel Correa dan Kevin Gameiro yang bisa menjadi alternatif pencetak gol—masing-masing 8 dan 7 gol. Dalam menyerang, Atletico benar-benar bertumpu pada kemampuan Griezmann.
Kedua kesebelasan akan bermain dengan kekuatan terbaik karena tidak adanya pemain yang dipastikan cedera atau terkena suspensi. Modal utama Atletico pada final nanti memang terletak pada kekuatan lini pertahanan mereka. Jika mereka bisa unggul lebih dulu, prediksi kami bisa meleset.
Komentar