Piala Dunia 2018 akan menjadi Piala Dunia kesepuluh bagi Korea Selatan. Catatan tersebut menjadikan Taeguk Warrior negara Asia dengan jumlah keikutsertaan terbanyak di turnamen sepakbola empat tahunan tersebut.
Tak hanya terbanyak, Korea Selatan pun tercatat sebagai negara Asia tersukses di Piala Dunia. Korea Selatan satu-satunya negara Asia yang pernah melangkah ke semifinal. Pencapaian tersebut diraih pada Piala Dunia 2002, saat mereka menjadi tuan rumah bersama Jepang.
Korea Selatan meraih momentum terbaik sepanjang keikutsertaan di Piala Dunia saat menjadi tuan rumah. Tampil di rumah sendiri, Korea Selatan yang saat itu dibesut Guus Hiddink tampil gemilang sejak awal turnamen.
Hadangan Polandia, Portugal, dan Amerika Serikat di fase grup dilalui tanpa cela. Korea Selatan lolos ke 16 besar sebagai juara Grup H, dengan raihan 7 poin dari dua kemenangan (2-0 melawan Polandia dan 1-0 melawan Portugal) dan satu hasil imbang (1-1 melawan Amerika Serikat).
Berhadapan dengan Italia di 16 besar, tanpa diduga Korea Selatan mampu menang tipis 2-1. Performa Italia di Piala Dunia 2002 memang tidak terlalu bagus, namun tak berarti publik Italia menganggap wajar kekalahan dari Korea Selatan. Terlebih karena pertandingan tersebut juga banyak dibumbui kontroversi, khususnya soal kepemimpinan wasit Byron Moreno.
Moreno dianggap lalai dalam melaksanakan tugasnya sebagai wasit utama dalam laga tersebut karena terkesan membiarkan Korea Selatan memeragakan permainan keras menjurus kasar. Beberapa tindakan yang seharusnya berbuah pelanggaran untuk Italia luput dari pengamatanya.
Yang paling kentara adalah tekel dua kaki Choi Jin-Cheul kepada Gianluca Zambrota, sikutan Kim Tae-Young kepada Alessandro Del Piero, dan tekel Kim Tae-Young kepada Francesco Totti di kotak penalti. Sial bagi Italia, alih-alih mendapat hadiah penalti, mereka justru kehilangan Totti yang diganjar kartu kuning kedua karena dinilai wasit Moreno melakukan diving.
Kontroversi kepemimpinan wasit Moreno pun terlihat saat ia memberikan penalti kepada Korea Selatan dan menganulir gol bersih Damiano Tommasi, yang dianggapnya offside. Serangkaian keputusan kontroversial wasit asal Ekuador itu membuat publik Italia berang. Mereka menolak mengakui kekalahan Italia dari Korea Selatan, dan menganggap pertandingan sudah diatur.
Kontroversi berlanjut di perempatfinal, saat Korea Selatan jumpa Spanyol. Lagi-lagi kepemimpinan wasit menjadi sorotan. Keputusan kontroversial wasit Gamal Al Al-Ghandour terlihat saat ia menganulir dua gol bersih Spanyol. Laga tersebut dimenangi Korea Selatan melalui babak adu penalti dengan skor 5-3 (0-0).
Laju mulus Korea Selatan di Piala Dunia 2002 terhenti di semifinal. Taeguk Warrior tak berdaya saat dikalahkan Jerman 0-1. Kemudian, dalam laga perebutan tempat ketiga, Korea Selatan kalah dari Turki 2-3.
***
Selepas menembus semifinal Piala Dunia 2002, performa Korea Selatan mengalami penurunan. Taring Sang Macan Asia mulai tumpul, terlebih dalam tiga penyelenggaraan Piala Dunia berikutnya.
Di Piala Dunia 2006, yang berlangsung di Jerman, langkah Korea Selatan mentok di fase grup. Sementara di Piala Dunia 2010, Korea Selatan bisa memperbaiki prestasi. Di Afrika Selatan, mereka mampu lolos dari fase grup. Namun Korea Selatan tidak mampu mampu melaju lebih jauh setelah takluk 1-2 dari Uruguay di 16 besar. Pada Piala Dunia 2014 di Brasil, lagi-lagi Korea Selatan tidak mampu melaju lebih jauh dari fase grup.
Bak sudah jatuh tertimpa tangga, derita keterpurukan Korea Selatan dalam tiga penyelenggaraan Piala Dunia terakhir bertambah dengan terungkapnya skandal suap dan korupsi yang terjadi di kompetisi domestik mereka pada 2011. Dari hasil investigasi, teridentifikasi lebih dari 20 pertandingan di K-League musim 2011 telah dicurangi.
Imbasnya, FIFA menghukum 41 pemain Korea Selatan yang terlibat dalam skandal suap tersebut. Selain itu, otoritas kompetisi Korea Selatan pun membatalkan hasil di kompetisi musim 2012 untuk mengendalikan masalah yang diyakini terkait dengan perjudian yang dijalankan kelompok kriminal terorganisir.
Skandal suap tampak menjadi bahaya laten dalam sepakbola Korea Selatan. Buktinya, pada Januari 2017 lalu, AFC mendiskualifikasi Jeonbuk Hyundai Motors dari Liga Champions Asia. Keputusan tersebut tak lepas dari keterlibatan Jeonbuk dalam kasus pengaturan pertandingan di kompetisi domestik Korea Selatan pada musim 2013 dan 2014.
Skandal suap yang terjadi di kompetisi Korea Selatan dalam beberapa musim terakhir bisa jadi merupakan penyebab menurunnya performa Taeguk Warrior di Piala Dunia. Biar bagaimana, skandal suap adalah tren mengkhawatirkan yang memengaruhi kualitas kompetisi itu sendiri. Hal ini tentunya berimbas pula pada perkembangan pemain di tim nasional.
***
Penurunan performa masih ditunjukkan Korea Selatan. Mereka melaju ke Piala Dunia 2018 dicapai dengan susah payah. Korea Selatan lolos dengan status runner-up Grup A Kualifikasi Piala Dunia 2018 Zona Asia. Performa Taeguk Warrior terbilang mengecewakan. Dari 10 laga di fase kualifikasi, hanya empat kemenangan yang berhasil diraih—semuanya di laga kandang.
Penampilan Korea Selatan di fase kualifikasi jauh dari kata mengesankan. Banyak yang meragukan Taeguk Warrior bisa mencapai target menembus fase 16 besar di Piala Dunia 2018.
Satu faktor lain yang membuat performa Korea Selatan mengalami kemunduran adalah tidak meratanya kualitas pemain yang mereka miliki. Hal tersebut disampaikan oleh salah satu media lokal Korea Selatan, Daily Economic News.
"Tidak banyak pemain berkualitas tinggi di tim Korea Selatan saat ini, yang berarti mencapai babak 16 besar akan sangat sulit. Fans berharap bahwa Korea Selatan setidaknya dapat memberikan hasil positif di setiap pertandingan,” tulis Daily Economic News, dilansir dari ESPN.
Faktor lain yang membuat skeptisme itu berkembang juga dipengaruhi tergabungnya Korea Selatan di grup neraka. Di Piala Dunia 2018, Korea Selatan tergabung di Grup F bersama Jerman yang merupakan juara bertahan, Meksiko yang lolos sebagai pemuncak klasemen di babak kualifikasi zona CONCACAF, dan Swedia yang meski lolos melalui fase play-off kekuatannya tidak bisa dipandang remeh.
Komentar