Potret itu menampakkan seorang pria dengan rambut gimbal dan jambang yang tumbuh di sekitar rahangnya. Posenya tersenyum seraya kedua matanya melirik ke arah kanan; persis seperti gelagat seseorang yang sedang mengingat-ingat sesuatu.
Pria itu adalah Gera. Ia lahir di Moscow pada 1961. Kendati demikian, Gera bukanlah seseorang yang lahir dari orang tua berkebangsaan Rusia. Ayahnya berasal dari Kuba yang datang ke Moskow untuk menempuh studi filsafat.
Tumbuh sebagai anak dari seorang imigran di Rusia, masa kecil Gera tidaklah mudah. Ia merasakan betul bagaimana warna kulitnya yang berbeda dari teman-temannya, telah membuat dirinya acap kali jadi pusat perhatian banyak orang.
Kepada Johnson Artur—fotografer yang mengabadikan potret dan kisahnya untuk sebuah proyek bernama “Russian of Colour” pada 2010—Gera mengenang dan menceritakan saat-saat kelam itu. Ia mengaku tak pernah nyaman dengan tatapan banyak orang yang tertuju kepadanya ketika berada di tengah keramaian.
“Aku tumbuh dengan banyak mata tertuju kepadaku. Dan itu semua tidaklah menyenangkan. Rusia adalah negara yang sangat Chauvinistic. Mereka tak suka orang berkulit hitam ada di sini,” tuturnya.
***
Walau kisah yang dituturkan Gera telah lewat berpuluh tahun, namun isu rasisme yang terjadi di Rusia masih aktual hingga sekarang. Ini, tentunya, menjadi masalah serius bagi Rusia yang akan menggelar perhelatan akbar Piala Dunia kurang dari sebulan lagi.
Sepakbola kerap menjadi tempat tumbuh suburnya tindakan rasis di Rusia. Sikap itu biasanya ditunjukkan oleh suporter lewat nyanyian-nyanyian atau gerakan yang menghinakan seorang pemain berkulit hitam yang tengah berlaga di atas lapangan.
Kasus paling baru terjadi di pertandingan persahabatan antara tim nasional Rusia melawan Perancis pada 27 Maret 2018. Pada pertandingan yang dihelat di Krestovsky Stadium tersebut, banyak suporter Rusia meneriakkan ejekan-ejekan fisik kepada pemain-pemain Perancis yang berkulit hitam seperti N’Golo Kante, Anthony Martial, hingga Paul Pogba.
Jurnalis foto Reuters yang ada di tempat kejadian, mengaku mendengar ejekan monyet dari penonton kepada beberapa pemain Perancis dalam waktu yang sangat sering. Biasanya ejekan tersebut semakin nyaring terdengar ketika pemain Perancis hendak melakukan lemparan ke dalam atau mengambil sepak pojok.
Hal ini tentu sangat disayangkan. Apalagi jika mengingat peristiwa tersebut terjadi di Krestrovsky Stadium yang akan menjadi salah satu lokasi digelarnya pertandingan Piala Dunia 2018. Tiga minggu setelah insiden, dengan berbagai macam bukti yang telah dikumpulkan, FIFA mendenda Federasi Sepakbola Rusia atas insiden rasisme suporter tersebut.
Selanjutnya, pejabat anti-diskriminasi di Federasi Sepakbola Rusia, Alexei Smertin, menanggapi hal ini dengan meminta Kementerian Dalam Negeri Rusia untuk mencari tahu beberapa orang yang terlibat dalam insiden. Jika sudah diketahui dan memang terbukti, Smertin menegaskan bahwa orang-orang tersebut akan terlarang untuk menyaksikan seluruh laga Piala Dunia 2018 dan Liga Rusia.
“Permintaan telah dikirim kepada Kementerian Dalam Negeri untuk mengidentifikasi beberapa orang yang terlibat dalam insiden,” katanya kepada media Rusia, TASS. “Jika kesalahan mereka telah terbukti, kemungkinan besar nantinya mereka tak akan diizinkan untuk menyaksikan pertandingan Piala Dunia dan Liga Rusia.”
Terlepas dari itu, rasisme di sepakbola Rusia sendiri sudah sangat sering terjadi. Banyaknya jumlah kasus yang tercatat menegaskan hal ini.
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh jaringan Football Against Racism in Europe (Fare), tercatat ada 92 kasus rasisme dan diskriminasi lewat nyanyian yang dilantangkan suporter di dalam stadion-stadion Rusia pada musim 2014/15. Jumlah ini meningkat dibanding musim sebelumnya, 2013/14, di mana total insiden serupa yang tercatat adalah 83 kasus.
Dari total 92 kasus tersebut, 10 di antaranya ditujukan kepada pemain berkulit hitam. Jumlah ini lebih banyak dari musim 2013/14 di mana kasus terhadap pemain berkulit hitam jumlahnya adalah 5 kasus.
“Saat Piala Dunia nanti, insiden seperti itu akan terjadi di dalam dan di sekitar stadion. Pertanyaannya adalah, seberapa sering hal itu akan terjadi dan seberapa serius dampaknya,” ujar direktur Fare, Piara Powar.
Powar juga menyoroti upaya yang dilakukan Federasi Sepakbola Rusia dalam menangani kasus rasisme. Menurutnya, federasi sudah lebih baik dalam hal memberikan sanksi kepada klub yang suporternya melakukan tindakan rasis. Akan tetapi seharusnya hal itu juga diiringi dengan upaya mengubah kultur suporter sendiri agar menjadi lebih baik.
“Federasi Sepakbola Rusia sudah lebih baik dalam memberikan sanksi kepada klub. Tetapi tidak ada rencana yang jelas dari mereka untuk mengajak para suporter mengubah kultur mereka agar menjadi lebih baik,” ucapnya kepada The Independent.
Salah satu pemain yang pernah merasakan pahitnya menjadi korban rasisme dari para suporter Rusia adalah Yaya Toure. Itu terjadi saat ia bertandang ke Moskow untuk menjalani pertandingan Liga Champions melawan CSKA Moskwa pada 2013 silam.
Saking kecewanya dengan perlakuan suporter tim tuan rumah, Toure sampai mengajak para pemain berkulit hitam asal Afrika untuk memboikot Piala Dunia 2018. Ia mengancam para pemain asal Afrika tidak akan ambil bagian di Piala Dunia 2018 jika Rusia tak mampu mengatasi kasus rasisme.
“Jika kami [pemain asal Afrika] tak percaya diri untuk tampil di sana [Rusia], kami tak akan datang,” ujarnya kepada BBC.
Dengan masih hangatnya isu rasisme yang terjadi di sepakbola Rusia saat ini, FIFA pun menyiapkan langkah-langkah tegas untuk mengantisipasi kasus tersebut di Piala Dunia nanti.
Dikatakan oleh Presiden FIFA, Gianni Infantino, salah satu langkah yang akan diambil adalah dengan memberikan wasit wewenang untuk menghentikan hingga membatalkan pertandingan jika insiden rasis terjadi di lapangan.
“Kami menjamin insiden rasis tak akan terjadi di Piala Dunia. Kami menyiapkan tiga langkah yang bisa diambil wasit untuk menangani hal tersebut; dari menghentikan pertandingan hingga membatalkan pertandingan jika insiden rasis atau diskriminatif terjadi,” ujarnya kepada Reuters. “Kami akan sangat-sangat tegas untuk hal ini. Sehingga kita semua bisa mengharapkan sebuah pertandingan sepakbola yang baik di Rusia.”
Komentar