Negara-negara dari Afrika sering menjadi kuda hitam di Piala Dunia. Hanya ada tiga negara yang berhasil melaju paling jauh di Piala Dunia, yaitu ke fase perempatfinal (delapan besar). Mereka adalah Kamerun (Piala Dunia 1990), Senegal (2002), dan Ghana (2010).
Dari ketiga negara di atas, Senegal bisa dibilang yang paling mengejutkan. Pada Piala Dunia 2002 itu mereka adalah negara debutan yang langsung tergabung di grup neraka bersama juara bertahan Perancis, Denmark, dan Uruguay.
Sayangnya, saat itu juga jadi satu-satunya waktu mereka berhasil lolos ke Piala Dunia. Rusia 2018 ini akan menjadi Piala Dunia kedua mereka. Meski sudah terpisah 16 tahun, ada satu sosok yang masih tinggal dari perjalanan luar biasa Senegal di 2002: Aliou Cissé.
Pengaruh Perancis
Meski merupakan negara di Benua Afrika, Senegal adalah negara yang identik dengan Perancis. Tak heran, Perancis adalah negara yang menjajah Senegal sebelum mereka kemudian merdeka pada 4 April 1960. Pada tahun itu juga, Federasi Sepakbola Senegal (FSF) langsung dibentuk.
Pada Piala Dunia 2002, pengaruh Perancis sangat terasa di skuat Senegal. Pelatih mereka saat itu, Bruno Metsu, adalah orang Perancis. Sebanyak 21 dari 23 pemain yang mereka bawa juga bermain di Liga Perancis.
Puncaknya, pada pertandingan pembuka Piala Dunia 2002 di Seoul World Cup Stadium, Senegal berhasil mengalahkan Perancis yang saat itu bersatus sebagai juara bertahan (Piala Dunia 1998) dan juara Eropa (Euro 2000) dengan skor 1-0 melalui gol Papa Bouba Diop. Sejak itu, Senegal langsung menjadi buah bibir.
Perancis yang mereka kalahkan adalah Perancis yang diperkuat oleh Patrick Vieira, Claude Makélélé, Zinedine Zidane (saat itu tak bermain), Marcel Desailly, Thierry Henry, dan David Trezeguet.
Pada saat itu, para pemain Senegal masih terdengar asing, seperti Diop, Aliou Cissé, Tony Sylva, Salif Diao, dan El-Hadji Diouf (man of the match). “Pada 2002, kami berada di grup sulit tapi itu tak lantas menghambat kami untuk mendapatkan petualangan luar bisasa,” kata Cissé, dikutip dari ESPN.
“Kami tak terlalu khawatir dengan situasi itu, dengan tim-tim lain, atau dengan cara kami bermain; kami hanya terus fokus dan menikmati momen,” lanjutnya, yang saat itu menjabat sebagai kapten Singa dari Téranga.
Generasi Emas Piala Dunia 2002
Setelah menang melawan Perancis, Senegal kemudian bermain imbang 1-1 dengan Denmark dan imbang 3-3 dengan Uruguay. Mereka lolos ke babak 16 besar dengan menjadi runner-up di bawah Denmark dan di atas Perancis. Perancis bahkan menjadi juru kunci.
Di babak 16 besar, mereka mengalahkan Swedia 2-1. Henri Camara berhasil membuat dua gol, salah satunya adalah gol emas di perpanjangan waktu. Ironisnya, Senegal juga yang kemudian merasakan disingkirkan lewat gol emas pada perempat final.
Mereka kalah 0-1 dari Turki melalui gol Ilhan Mansiz hanya empat menit setelah babak perpanjangan waktu berjalan. Meski hanya sampai perempat final, El-Hadji Diouf masuk ke dalam skuat terbaik Piala Dunia 2002 versi FIFA.
Diouf dan Diao kemudian direkrut Liverpool setelah Piala Dunia 2002 berakhir. Khalilou Fadiga juga pindah ke Internazionale Milan, sementara Habib Beye berhasil “naik kelas” dari Strasbourg ke Olympique de Marseille.
Pemain-pemain lain seperti Camara, Diop, Amdy Faye, sampai Cissé dan Beye juga pada akhirnya pindah ke Liga Primer Inggris. Bisa dibilang Senegal memiliki generasi emas pada 2002 itu.
“Setelah 2002, banyak orang mengira kami akan reguler bermain di turnamen [Piala Dunia], tapi itu tak terjadi,” kata Cissé.
Meski sempat menempati peringkat keempat di Piala Afrika 2006, Senegal kemudian gagal lolos ke Piala Dunia 2010 dan 2014. Bahkan mereka tidak lolos ke Piala Afrika 2013. Pada 2013 itu merupakan tahun terakhir Senegal menyertakan generasi emas 2002 mereka.
“Akhirnya, kami kembali!” kata Cissé. “Jelas kami terus dibanding-bandingkan dengan generasi [2002] itu, tapi tim itu sudah menciptakan sedikit sejarah mereka sendiri, dan sekarang waktunya generasi baru!”
Skuat Berbakat
Pengaruh Perancis di Senegal tak sekental pada 2002. Di Piala Dunia 2018 ini, hanya ada tujuh pemain di skuat Lions of Téranga yang bermain di Liga Perancis. Bukannya menandakan kemunduran, ini justru menandakan kemajuan karena banyak pemain mereka yang bisa bermain di liga top Eropa lainnya seperti Inggris, Italia, dan Jerman.
Sama seperti dari Liga Perancis, juga ada tujuh pemain Senegal saat ini yang bermain di Inggris. Kapten mereka saat ini, Cheikhou Kouyaté, bermain di West Ham United. Bek andalan mereka, Kalidou Koulibaly, bermain di Italia bersama Napoli.
“Kami punya skuat muda dengan banyak sekali potensi. Kami harus ke sana (Rusia) memainkan permainan alami kami,” ujar pelatih mereka, Aliou Cissé.
Selain Kouyaté (28 tahun) dan Koulibaly (26) yang sudah disebutkan di atas, Senegal juga memiliki Mame Biram Diouf (30), Idrissa Gueye (28), Diafra Sakho (28), M`Baye Niang (23), dan Ismaïla Sarr (20).
Pemain muda mereka yang paling menjanjikan adalah Keita Baldé Diao (23) yang bergabung dengan AS Monaco pada 2017 dengan harga 30 juta euro. Pada musim sebelumnya, ia berhasil mencetak 16 gol di Serie A Italia bersama Lazio.
Namun dari semua nama di skuat Senegal, satu nama yang paling ditunggu adalah Sadio Mané (26).
Mané berhasil menunjukkan permainan menonjolnya sejak direkrut Southampton dari Red Bull Salzburg pada 2014. Sebanyak 21 gol berhasil ia cetak sebelum ia kemudian bergabung dengan Liverpool.
Di Anfield, ia mendapatkan gelar Liverpool Player of the Year di musim 2015/16. Sejauh ini ia berhasil mencetak 33 gol dari 56 pertandingan di semua kompetisi. Sementara di Tim Nasional Senegal, ia berhasil mencetak 14 gol sejak 2012.
Cissé Sebagai Pengaruh Nostalgia 2002
Ini adalah Piala Dunia kedua Senegal. Membicarakan Senegal memang tak bisa tak membahas nostalgia di Piala Dunia 2002, apalagi sekarang masih ada Aliou Cissé (pelatih mereka) sebagai sisa kejayaan Senegal di Korea Selatan dan Jepang.
Perjalanan Senegal di Piala Dunia 2002 berhenti Osaka, Jepang. Pada Piala Dunia ini, kebetulan mereka akan menghadapi Jepang. Selain Jepang, Senegal akan bertemu Polandia dan Kolombia di Grup H. Tak ada kuda hitam maupun unggulan di grup tersebut, meski peringkat FIFA terburuk diisi oleh Jepang.
Jika mereka berhasil mereplikasikan apa yang mereka perjuangkan di 2002, bukan tidak mungkin kita bisa melihat mereka lolos ke babak selanjutnya. Sejujurnya dari lima negara Afrika di Piala Dunia 2018, Senegal adalah negara yang paling berkualitas secara individual dari para pemainnya. Hanya tinggal bagaimana Cissé menyatukan mereka semua.
“Jika kami bisa menjadi diri sendiri, menikmati pengalaman ini, dan pada saat yang sama bermain serius, kami pasti bisa mengejutkan banyak orang lagi seperti di 2002,” tutup Cissé.
Komentar