Mesir beruntung punya Mohamed Salah yang berhasil mengantar mereka ke Piala Dunia 2018. Padahal sebagai negara maupun kesebelasan nasional sepakbola, Mesir sedang punya banyak masalah.
Krisis melanda Mesir sejak 2011, pasca penggulingan kekuasaan Hosni Mubarak. Penggantinya tetap tak membuat rakyat Mesir bisa tidur tenang. Terpilihnya Mohamed Morsi yang berlatar belakang Muslim Brotherhood membuat adanya perlawanan dari Fattah el-Sisi, seorang tentara militer. El-Sisi pun berhasil menjatuhkan Morsi dari kepresidenan dan menggantikannya. Muslim Brotherhood dicap sebagai organisasi terlarang.
Pihak yang pro Muslim Brotherhood pun tak tinggal diam dengan situasi ini. Karenanya sejak 2014, khususnya sampai akhir 2017, para anti militer ini kerap membuat masyarakat Mesir tidak hidup dengan damai lewat serangan-serangan yang mereka lancarkan. Atau pemerintah yang berupaya membungkam suara mereka. Hingga akhir 2017, “perang” ini menumbalkan hampir 800 nyawa.
Di saat yang sama, Timnas Mesir tak lolos ke Piala Afrika (AFCON) tiga edisi: 2012, 2013, dan 2015. Padahal sebelum itu Mesir juara tiga kali beruntun. Di Piala Dunia lebih parah. Terakhir kali Mesir tampil pada 1990.
Kehadiran Salah memang menjadi anomali bagi Mesir saat ini. Tidak. Tidak hanya Mesir. Sepakbola Mesir, Liverpool, bahkan Islam pun tersedot dalam pusaran pengaruh Salah pada dunia. Tak heran ia dijuluki Egyptian King alias Raja Mesir. Di Rusia nanti Sang Raja pun bisa menaklukkan (Piala) dunia.
Mesir Membaik Bersama Salah
Mesir punya Piramida Giza yang melegenda. Kemegahan peninggalan sejarah itu menjadi salah satu destinasi favorit para turis. Namun krisis yang melanda Mesir sejak 2010 membuat para turis mulai enggan menjamah Mesir.
United Nations World Tourism Organisation (UNWTO) menyebut jumlah turis yang datang ke Mesir berkurang signifikan dari 14,7 juta jiwa pada 2011 menjadi 5,4 juta jiwa saja pada 2016. Ini berdampak ke berbagai sektor. UNWTO memperkirakan kerugian negara mencapai milyaran. Tak bisa dimungkiri ini juga yang memengaruhi penampilan Timnas Mesir pada periode 2012 hingga 2016.
Sebelumnya nama-nama tenar tak ragu berlibur ke Mesir. Mulai dari aktor Hollywood, Will Smith, hingga bintang Argentina dan Barcelona, Lionel Messi, menyambangi Mesir. Namun sejak serangkaian teror meledak di beberapa kota, Mesir tak lagi jadi primadona.
“Orang-orang Mesir merasa tersudut dengan keadaan [krisis] ini. Ini diakibatkan karena sesuatu terjadi di dunia industri turis,” ujar Steven Cook, seorang pejabat senior Dewan Hubungan Luar Negeri Timur Tengah. “Entah itu (pengeboman) MetroJet atau (kecelakaan) pesawat EgyptAir, atau harapan akan adanya perubahan dalam beberapa bulan mendatang, sekarang mereka menghadapi serangan teroris baru yang membuat orang-orang menjauh.”
Pernyataan itu tidak sepenuhnya benar. Memang pada periode 2011-2016 industri wisata Mesir mengalami penurunan drastis. Namun sejak 2017 situasi mulai membaik.
“Mesir masih berada di urutan teratas bagi para turis, baik secara regional maupun global. Memang mereka sedang mengalami masa sulit, tapi mereka berhasil kembali pulih bahkan lebih kuat. Saya rasa sekarang tidak akan terlalu berbeda (dengan 2010),” kata juru bicara UNWTO, Sandra Carvao.
Ada kaitannya atau tidak, sejak 2017 sepakbola Mesir pun mulai menanjak. Tampil di AFCON 2017, mereka jadi runner-up. Babak kualifikasi Piala Dunia pun dilewati dengan baik sehingga mereka berhak tampil di Rusia. Mesir menjuarai grup E dengan menyisihkan negara kuat macam Ghana dan Kongo. Uganda berada di peringkat kedua.
Ada peran besar Salah dalam keberhasilan Timnas Mesir ini. Hampir di setiap kemenangan Mesir, Salah turut berkontribusi. Pada periode 2016 hingga 2017, penyerang Liverpool itu total mengemas 10 gol dari 17 penampilan. Ia menjadi pencetak gol terbanyak Mesir sekaligus terbanyak (bersama penyerang Burkina Faso, Prejuce Nakoulma) di babak kualifikasi zona Afrika (CAF) dengan lima gol.
Tak berlebihan Salah disebut sebagai penentu Mesir ke Piala Dunia. Dua gol dicetaknya pada partai penentuan melawan Kongo. Kedudukan pertandingan sempat 1-1, dan langkah Mesir terancam karenanya. Namun eksekusi penalti Salah menerbangkan Mesir ke Rusia.
Total Salah telah mencetak 33 gol dari 57 penampilannya untuk Mesir. Perlu diketahui, tidak ada pemain Mesir lain yang jumlah golnya mencapai dua digit saat ini. Terbanyak kedua saat ini, Abdallah Said, hanya mampu menyumbang 6 gol saja. Itu pun dari 35 penampilan.
Persentase gol Salah (0,58 per laga) untuk Mesir adalah salah satu yang terbaik di dunia. Lionel Messi “hanya” 0,49 gol per laga. Cristiano Ronaldo pun berada di belakang Salah dengan 0,54 gol per laga. Hanya Neymar yang unggul dari Salah, dengan 0,61 gol per laga.
Maka seberapa jauh langkah Mesir di Piala Dunia nanti tergantung Salah. Bahkan bisa dibilang seorang Salah-lah yang membuat Mesir menjadi lebih menarik di Rusia nanti.
Salah Menyedot Perhatian Dunia
Sepanjang musim 2017/18 penampilan Salah bersama Liverpool menyedot perhatian dunia. Maka Piala Dunia 2018 pun menjadi panggung berikutnya bagi Salah untuk menjadi pusat perhatian.
Bukan hanya seberapa berprestasi Mesir di Rusia nanti, melainkan tampilnya Salah di Piala Dunia maka segala hal cerita tentang dirinya akan semakin banyak didengungkan. Ini menguntungkan banyak aspek.
Bersama Timnas Mesir, Salah yang menjadi kapten akan membuat rakyat Mesir mengesampingkan perbedaan, setidaknya, untuk sementara waktu. Seluruh negara dipastikan akan mendukung timnasnya.
Mesir saat ini terbelah dua; Pro-militer dan Anti-militer. Apalagi sepakbola Mesir juga sempat tercoreng karena vonis pemerintah terhadap legenda mereka, Mohamed Aboutrika, yang dicap sebagai teroris karena diduga mendukung Mohamed Morsi yang kini dipenjara 20 tahun.
Namun Salah menyatukan Mesir. Saat beredar foto dirinya berjabat tangan dengan Presiden Mesir saat ini, El-Sisi, tak sedikit pun ada kebencian terhadap Salah dari orang-orang yang pro-Muslim Brotherhood.
“Salah memberikan kepercayaan diri,” kata Haytham Abokhali, pemimpin aktivis HAM pro-Muslim Brotherhood, “pada pemuda-pemuda kami bahwa kita bisa jadi yang terbaik dengan segala kemungkinan dan kesempatan yang tepat.”
Pada pemilihan Presiden Mesir 2018 lalu, hampir 2 juta pemilih (7,27%) abstain dan menuliskan nama Salah. Angka tersebut menjadi terbanyak kedua setelah El-Sisi. Penantangnya, Moussa Mustafa Moussa, hanya mendapat 2,9% suara. Uniknya, angka ini juga membuat pemilih meningkat sekitar 4%. Bukan tak mungkin meningkatnya kesadaran pengguna hak pilih tersebut berkat Salah yang kini menjadi ikon nasional Mesir.
Tidak hanya di Mesir, di belahan dunia lain pun dampak Salah begitu terasa. Islam yang menjadi agama yang dianut Salah pun tak lagi dipandang sebelah mata, khususnya di Eropa. Bahkan banyak pendukung Liverpool menyatakan siap menjadi mualaf seandainya Salah terus mencetak gol. Pernyataan ini terungkap lewat chant “Good Enough” dengan nada lagu musisi pop Britania, Dodgy.
Islam memang begitu lekat dengan Salah. Saat banyak tokoh dunia tertutup dengan keislamannya, Salah sebaliknya. Penampilannya merepresentasikan etnis Arab lewat rambut ikal dan janggutnya. Padahal Britania dikenal tak terlalu ramah terhadap Islam. Di London misalnya, meski dipimpin oleh walikota beragama Islam, kejahatan terhadap muslim meningkat sebesar 40% pada periode 2016-2017.
Aksi Salah juga menunjukkan keislamannya. Saat masih membela Basel, ia menolak jabat tangan para pemain kesebelasan Israel, Maccabi Tel Aviv, sebelum pertandingan dimulai. Anak perempuannya pun diberi nama Makka, merujuk pada tempat paling suci agama Islam, Mekkah. Tak lupa juga setiap mencetak gol, Salah selalu bersujud sebagai tanda syukur. Itu semua dilakukan karena Salah tahu betul siapa dirinya sekarang.
“Bagi mereka (orang-orang Arab, khususnya anak-anak), Anda menjadi seseorang yang berasal dari negara mereka. Mereka akan melihat apa yang bisa diraih oleh seseorang yang berasal dari negara mereka, di mana itu bisa menjadi inspirasi,” kata Salah pada sebuah wawancara televisi.
Karenanya tak berlebihan jika Salah dijuluki “Raja Mesir”. Sosok yang pertama kali dijuluki “Raja Mesir” sendiri adalah Sultan Fouad I yang berhasil memerdekakan Mesir dari penjajahan Inggris pada 1951.
Inggris kini sudah ditaklukkan Salah. Bahkan Eropa (mungkin) sudah dalam genggamannya dengan keberhasilan menapak final Liga Champions bersama Liverpool walau berakhir anti-klimaks karena ia mengakhiri laga lebih dini karena cedera. Pada musim panas ini, jika cederanya pulih dan ia kembali berada di top performa, giliran (Piala) dunia yang akan coba ditaklukkannya.
Komentar