Rusia tak ingin menyia-nyiakan status sebagai tuan rumah di Piala Dunia 2018 ini. Di rumah sendiri, tekad Rusia tampak menggebu untuk membuktikan bahwa mereka bukan negara yang bisa dipandang sebelah mata. Dalam sembilan penyelenggaraan Piala Dunia terakhir (1982-2014), status Rusia di event empat tahunan itu memang tak lebih dari tim non unggulan.
Pencapaian terbaik Rusia di Piala Dunia dalam kurun waktu tersebut mentok di 16 besar. Bahkan dalam tujuh penyelenggaraan terakhir (1990 hingga 2014), kiprah mereka selalu terhenti di fase grup. Berbeda dengan gelaran kali ini, Sbornaya langsung tancap gas di babak penyisihan. Dua pertandingan awal fase grup menghadapi Arab Saudi (5-0) dan Mesir (3-2) dilalui dengan kemenangan.
Walau begitu, hasil minor yang diraih Rusia saat bentrok dengan Uruguay di laga terakhir dianggap banyak orang sebagai penanda awal akan berakhirnya kiprah tim asuhan Stanislav Cherchesov itu di Piala Dunia 2018. Apalagi Spanyol jadi calon lawan mereka di babak 16 besar.
Tapi sepakbola bukan sekadar hitung-hitungan di atas kertas, dan Rusia membuktikan itu. Rusia mampu tampil mengejutkan dengan menyingkirkan Spanyol melalui adu penalti dengan skor 4-3 (1-1). Kemenangan tersebut pun mengantar Denis Cherysev dkk melenggang ke perempatfinal untuk kali pertama dalam 43 tahun terakhir.
Lolos ke perempatfinal, Rusia diambang mengulang sejarah yang pernah mereka torehkan 52 tahun silam, saat berhasil menembus babak semifinal. Sejauh ini, pencapaian Rusia di Piala Dunia 1966 menjadi pencapaian tertinggi yang ditorehkan Rusia dalam kiprahnya di event empat tahunan itu.
Di perempatfinal, Rusia akan jumpa Kroasia yang punya performa impresif di Piala Dunia 2018. Kroasia melaju ke perempatfinal dengan torehan seratus persen kemenangan. Kroasia yang awalnya dipandang sebagai tim kuda hitam pun kini di gadang-gadang sebagai favorit juara.
Sama halnya dengan Rusia, Kroasia juga sedang dalam misi untuk mengulang sejarah. Tekad Kroasia adalah mengulang prestasi di Piala Dunia 1998, saat mereka berhasil menembus babak semifinal, yang hingga kini menjadi pencapaian tertinggi Kroasia di Piala Dunia. Tapi tampaknya, Dejan Lovren dkk saat ini tengah dalam kepercayaan diri tinggi, hingga rasanya tanggung untuk bisa meraih pencapaian yang jauh lebih baik dari yang dilakukan Davor Suker dkk di Piala Dunia sedekade silam.
Duel Sengit di Sayap dan Tengah
Menghadapi Kroasia, Rusia kemungkinan besar akan lebih sering membangun serangan melalui sektor sayap kanan. Pos yang biasa dihuni Aleksandr Semedov itu memang menjadi poros utama serangan Rusia. Terbukti dengan 43 persen (paling tinggi) alur serangan Rusia di bangun melalui sektor tersebut.
Agresivitas serangan Rusia juga diprediksi akan lebih menggigit mengingat Alan Dzagoev sudah bisa ditampilkan di laga tersebut. Sebelumnya, Dzagoev absen dalam tiga pertandingan karena mengalami cedera hamstring di laga melawan Saudi Arabia. Kehadiran Dzagoev bisa menambah opsi serangan Rusia. Selain sektor sayap kanan, lini tengah yang akan ditempati Dzagoev pun bisa menjadi opsi lain bagi Rusia dalam membangun serangan.
Kehadiran Dzagoev yang biasa berperan sebagai gelandang serang juga bisa lebih menghidupkan serangan Rusia dari sektor sayap kiri. Sebab, ketika Dzagoev menepi, Aleksandr Golovin yang biasa beroperasi di sektor kiri kerap kali digeser untuk bermain lebih ke tengah, menggantikan posisi Dzagoev. Maka dengan kembalinya Dzagoev, Golovin bisa kembali menempati pos sayap kiri.
Tapi Rusia juga harus waspada, sebab Kroasia juga kuat di sektor sayap. Terlebih sayap kiri, yang merupakan poros utama serangan. Tercatat, 45 persen (paling tinggi) alur serangan mereka dibangun melalui pos tersebut.
Selain itu, lini tengah Kroasia juga wajib diwaspadai. Luka Modric, Milan Badelj, Ivan Rakitic, dan Perisic begitu piawai dalam mengalirkan bola ke depan. Keempatnya pun cukup produktif ketika lini depan yang dihuni Mario Mandzukic mengalami kebuntuan. Dari delapan gol yang dibukukan Kroasia, enam di antaranya dicetak melalui aksi keempat pemain tersebut.
Persoalan bagi Kroasia adalah betapa rapatnya lini pertahanan Rusia. Setelah melawan Arab Saudi, Rusia jadi kesebelasan yang mengandalkan strategi ultra-defensif lalu melancarkan serangan balik cepat. Lawan Spanyol mereka hanya mencatatkan 21% penguasaan bola. Mereka juga kini tercatat sebagai kesebelasan tersedikit keenam dalam torehan jumlah operan, yang bisa diartikan bahwa mereka lebih banyak tak menguasai bola.
Lini serang Kroasia boleh tajam lewat catatan delapan gol dengan lima di antaranya lewat open play. Tapi Rusia belum pernah kebobolan melalui open play. Dari lima kali kebobolan, dua berasal dari set piece, satu dari penalti, dua dari gol bunuh diri. Justru Kroasia yang patut waspada, di mana dua kali kebobolan lewat set piece, Rusia sudah empat kali mencetak gol dari bola mati lewat akurasi operan Golovin.
***
Kroasia akan mendominasi laga ini. Pertanyaannya, sanggupkah mereka menembus pertahanan kokoh dan meredam serangan balik Rusia? Melawan Denmark menjadi bukti bahwa Kroasia kesulitan meski mendominasi. Kemungkinan Rusia pun akan memaksa Kroasia kembali beradu kemampuan tendangan penalti. Kedua kesebelasan yang sama-sama bermain hingga 120 menit pun akan membuat kebugaran pemain bisa tak maksimal sehingga memungkinkan kembali terjadi adu penalti.
Tapi melihat konsistensi dan kualitas permainan, kami memprediksi Kroasia bisa melenggang ke semifinal. Tapi tidak menutup kemungkinan juga bagi Rusia. Terlebih bila pertandingan harus ditentukan melalui babak adu penalti. Peluang Rusia bisa menang atas Kroasia cukup terbuka, karena mereka memiliki tembok kokoh di bawah mistar gawang, Igor Akinfeev.
Komentar