Inggris melenggang ke babak semifinal Piala Dunia 2018. Pencapaian ini disambut meriah oleh banyak pendukung Inggris di pelbagai tempat. Hal yang wajar, mengingat Inggris sudah lama tak mencecap bagaimana rasanya tampil di panggung semifinal Piala Dunia. Terakhir kali Inggris tampil di semifinal Piala Dunia adalah pada edisi Italia 1990.
Lawan yang akan dihadapi Inggris di semifinal tidak mudah: Kroasia. Jika perjalanan Inggris pernah ternodai oleh satu kekalahan dari Belgia saat berlaga di fase grup, Kroasia melaju ke babak semifinal tanpa pernah sekalipun terkalahkan. Belum lagi mental Luka Modric dan kolega tengah menanjak usai sukses menundukkan tuan rumah Rusia di perempatfinal.
Uniknya Inggris begitu santai menghadapi laga besar yang akan digelar di Luzhniki Stadium, Kamis (12/7) dini hari WIB. Hal ini tampak dari bagaimana anak asuh Gareth Southgate menjalani hari-hari mereka selama berada di kamp pelatihan. Saking santainya, pemain sayap Inggris, Ashley Young, menyebut bahwa skuat Inggris merasa seperti sedang liburan selama berada di Rusia. ‘
“Banyak pemain lain yang merasa bosan berada di kamp pelatihan, namun kami tidak merasa seperti itu. Ini terasa seperti liburan, dan kami sangat menikmati setiap momennya,” ungkap Young kepada India Today pada Senin (9/7).
Dua hari sebelum berlaga melawan Kroasia, Young masih terlihat menikmati waktunya bermain boling di hotel tempat menginap tim Inggris yang terletak di kawasan Repino.
https://twitter.com/youngy18/status/1016334822904561664
Cairnya suasana di tim Inggris tidak terjadi baru-baru ini saja. Satu hari usai meraih kemenangan perdana dengan mengalahkan Tunisia di fase grup misalnya, Jordan Pickford, Jesse Lingard, Jordan Henderson, dan Harry Maguire, terlihat asyik bermain menggunakan pelampung unicorn di kolam renang yang terdapat di tempat tim menginap.
Beberapa pemain lainnya seperti Kieran Trippier dan Jamie Vardy, memilih bersantai dengan bermain panahan. Bahkan salah seorang jurnalis The Guardian, Daniel Taylor, sempat ditantang Trippier untuk bertanding panahan.
Mempererat Kebersamaan
Kebijakan Gareth Southgate dengan memberi skuatnya kelonggaran dalam beraktivitas sehari-hari bukan hanya membuat para pemain bebas dari tekanan, melainkan juga membuat kebersamaan di dalam tim menjadi semakin erat.
“Setiap orang merasa sama baiknya ketika sedang berada di dalam maupun di luar lapangan. Dan ketika kamu sudah memiliki kebersamaan yang kuat di luar lapangan, maka itu akan terbawa saat berada di dalam lapangan. Kamu dapat melihat bagaimana semua orang, baik staf, pemain, dan penggemar di tim ini memiliki kebersamaan yang sangat kuat,” tutur Ashley Young.
Melansir The Guardian, kebijakan Southgate memberi pemainnya banyak waktu longgar memiliki kesamaan dengan kebiasaan skuat Inggris yang menjalani Piala Dunia 1966. Kala itu, para pemain The Three Lions dibebaskan pergi mencari hiburan usai menjalani hari pertandingan yang melelahkan.
Pada 1966, ketika baru menjalani pertandingan perdana melawan Uruguay, keesokan harinya para pemain Inggris pergi menghadiri undangan minum di studio film Pinewood. Mereka minum-minum bersama beberapa pesohor layar lebar seperti Sean Connery, Yul Brynner, Lulu, hingga Norman Wisdom.
Jelang menjalani pertandingan kedua mereka, sang pelatih, Alf Ramsey, masih bisa bersantai dengan bermain golf bersama asistennya, Harold Shepherdson. Suasana rileks dan kebersamaan yang terus dihadirkan di dalam tim pada akhirnya membuahkan satu pencapaian bersejarah bagi Inggris: trofi Piala Dunia pertama.
Sumber Kekuatan
Seperti yang diungkapkan Ashley Young, dan yang mungkin dirasakan oleh siapa pun yang selalu mengikuti perkembangan tim Inggris, saat ini kebersamaan begitu kental terasa di dalam skuat Inggris. Hal ini menjadi sumber kekuatan baru bagi mereka, dan menjadi hal yang paling ditakuti oleh calon lawan mereka di semifinal, Kroasia.
Kapten Kroasia, Luka Modric—pernah bermain untuk Tottenham Hotspur—masih bisa mengingat bagaimana ketika pemain-pemain Inggris begitu sulit untuk dipersatukan. Itu menjadi salah satu penyebab mangkraknya prestasi Inggris di turnamen besar. Kini, Modric merasakan bahwa Inggris telah lebih kuat sebagai tim.
“Mereka (Inggris) terlihat kuat sebagai tim,” ungkapnya kepada The Guardian. “Aku tidak tahu apakah mental mereka sudah berubah, yang jelas mereka sekarang terlihat utuh sebagai tim. Mereka memiliki kebersamaan yang mana itu sangat penting untuk meraih prestasi.”
Apa yang dikatakan Modric diamini oleh Presiden Federasi Sepakbola Kroasia, Davor Suker. Andai memungkinkan, Suker akan memilih tim Inggris yang sebelumnya daripada yang sekarang, untuk menjadi lawan Kroasia di semifinal.
“Yang aku inginkan adalah menghadapi Inggris yang sebelumnya daripada yang sekarang. Mereka (Inggris) sangat kuat, dan kami sangat mengapresiasi itu. Yang nanti bersaing bukan lagi uang, atau perhiasan, melainkan murni 11 pemain melawan 11 yang lain,” ujar Suker.
***
Keleluasaan waktu dan hangatnya suasana di dalam tim telah membuahkan kebersamaan yang sangat kuat di tim Inggris. Terlepas dari jitunya strategi atau taktik, agaknya faktor ini pula yang telah mengantarkan Inggris melenggang hingga ke semifinal.
Jika pada 1966 kuatnya kebersamaan bisa menghasilkan gelar juara dunia, bukan tidak mungkin hal tersebut bisa kembali terjadi di Piala Dunia tahun ini. Seperti yang dikatakan Mark Twain: “Sejarah tidak pernah berulang, tetapi sering berima”.
Komentar