Di Amerika Selatan, Paraguay bukanlah tim unggulan layaknya Argentina, Brasil, atau Uruguay. Mereka juga masih di bawah Cile. Tapi pada Copa America 2011, Paraguay berhasil melangkah ke final yang terakhir kali mereka rasakan 32 tahun sebelumnya. Uniknya, pencapaian tersebut diraih dengan hanya mengandalkan hasil imbang.
Secara teknis, khususnya di fase gugur, Paraguay memang mampu mengalahkan lawan-lawannya hingga sampai di partai puncak. Namun semua lawan dikalahkan melalui babak adu penalti, bukan dalam 90 menit pertandingan atau 2 x 15 menit di babak tambahan waktu.
Oara penggemar Paraguay sudah dibuat tegang dengan kiprah tim kesayangannya itu sejak fase grup. Memulai turnamen di grup "neraka", hadangan Ekuador dilalui dengan hasil imbang 0-0. Kemudian di laga kedua menghadapi kandidat juara, Brasil, hasil imbang 2-2 diraih Paraguay. Di laga terakhir menghadapi Venezuela, Lucas Barios dkk kembali bermain imbang 3-3.
Dengan koleksi tiga poin dari tiga laga yang dilakoni, Paraguay pun menempati posisi tiga di klasemen akhir Grup G. Kepastian lolos tidaknya mereka ke fase gugur ditentukan melalui penentuan peringkat tiga terbaik. Los Guaraníes harus bersaing dengan Kosta Rika (Grup A) untuk mendapat tiket lolos ke perempatfinal dengan status peringkat tiga terbaik.
Dalam penghitungan akhir, sama-sama meraih poin tiga, mereka berhasil menyingkirkan Kosta Rika melalui keunggulan produktivitas gol. Los Guaraníes melenggang ke babak delapan besar bersama Peru (Grup A), yang sudah pasti mendapat jatah lolos ke fase gugur sebagai tim ketiga terbaik karena keunggulan satu poin atas Paraguay dan Kosta Rika.
Brasil kembali menjadi lawan Paraguay di perempat final. Banyak yang memprediksi bahwa laju Los Guaraníes akan terhenti di sana. Namun Paraguay mampu menahan Brasil tanpa gol selama 90 menit penuh. Skor tersebut bertahan hingga 2 x 15 menit di babak perpanjangan waktu. Paraguay akhirnya memenangkan pertandingan dengan skor 2-0. Kiper Paraguay, Justo Villar, jadi bintang dengan menahan tiga tendangan penalti pemain Brasil.
Di semifinal yang digelar pada 20 Juli 2011, Venezuela yang lolos setelah mengalahkan Cile 2-1 menjadi lawan yang harus dihadapi Paraguay.
Lagi-lagi Paraguay tak mampu menuntaskan laga dalam waktu 90 menit. Skor imbang 0-0 bertahan hingga babak perpanjangan waktu, pemenang lagi-lagi ditentukan melalui babak adu penalti, dan lagi-lagi Paraguay keluar sebagai pemenang. Ketika semua pemain Paraguay mengeksekusi penalti dengan baik, Villar menahan satu tendangan penalti sehingga Paraguay menang 5-3.
Lolos ke final, Paraguay diambang menciptakan sejarah. Namun lawan yang mereka hadapi adalah Uruguay yang kala itu sedang dalam performa impresif di berbagai ajang Internasional. Prediksi tersebut pun berbuah nyata, keberuntungan Paraguay memudar. Mereka tak mampu menahan agresivitas Diego Forlan dkk. Paraguay pun harus mengakui keunggulan Uruguay tiga gol tanpa balas.
Banyak faktor yang membuat Paraguay akhirnya kalah. Paling dominan tampaknya dari segi stamina yang terkuras habis. Dua laga beruntun di fase gugur harus dilewati Paraguay hingga babak adu penalti artinya mereka menjalani pertandingan "tambahan" selama 60 menit.
***
Meski pada akhirnya Paraguay gagal merengkuh gelar juara, kiprah mereka di Copa America tetap dipandang fenomenal. Tapi, Paraguay bukan satu-satunya kesebelasan yang bergantung pada hasil imbang di turnamen besar.
Fenomena yang mirip-mirip dialami Paraguay pernah dialami juga oleh Republik Irlandia di Piala Dunia 1990. Kala itu, Irlandia berhasil lolos ke fase gugur setelah meraih tiga hasil imbang di fase grup. Tapi kiprah Irlandia terhenti di babak perempatfinal setelah dikalahkan Italia 0-1.
Portugal juga pernah menuai sensasi seperti yang dilakukan Paraguay dan Republik Irlandia di Piala Eropa 2016. Bedanya, Portugal mampu meraih gelar juara di akhir turnamen. Tren imbang Portugal juga terhenti di babak semifinal, karena mereka mampu mengalahkan Wales 1-0 di waktu normal meski di babak final, mereka harus susah payah mengalahkan Perancis 1-0 melalui babak perpanjangan waktu.
Komentar