Asosiasi Sepakbola Malaysia (FAM) melaporkan surat protes kepada Federasi Sepakbola Asia Tenggara (AFF) dan Konfederasi Sepakbola Asia (AFC) soal ujaran kebencian dan nyanyian-nyanyian ekstrem pendukung Indonesia di pertandingan Grup C Piala AFF U16 pada Senin (30/07). Pendukung Indonesia menyanyikan chant berbunyi "Malaysia itu anjing".
Lucunya, pertandingan itu tidak mempertemukan Tim Nasional U16 Malaysia melawan Indonesia, melainkan Malaysia melawan Thailand. Lucunya lagi, Indonesia adalah tuan rumah Piala AFF U16. Pertandingan yang digelar di di Stadion Gelora Joko Samudro (Gresik) itu berakhir 2-1 untuk kemenangan Thailand.
Menteri Pemuda dan Olahraga Malaysia, Syed Saddiq Syed Abdul Rahman, mendukung aksi pelaporan FAM kepada AFF dan AFC dengan mengunggah kejadian memalukan tersebut di Instagram-nya.
Menpora Malaysia tersebut mengatakan Indonesia layak mendapatkan hukuman berat karena aksi tersebut, sama seperti ketika Malaysia dihukum setelah pendukung mereka berulah dengan menghina Timnas Singapura dan Brunei Darussalam di SEA Games 2017 lalu.
Selain menghina Timnas Malaysia, pendukung Indonesia juga dituding menghina salah satu pemain Malaysia U16, Amirul Ashrafiq Hanifah. Nyanyian "Amirul itu anjing" bahkan terdengar juga.
Berawal dari Bendera Terbalik
Masalah antara Indonesia dan Malaysia memang bisa ditelusuri dari bertahun-tahun yang lalu, dari mulai masalah di lapangan hijau sampai di luar lapangan hijau misalnya soal adat, kebudayaan, musik, dan lain sebagainya. Namun untuk memperkecil masalah kali ini, banyak yang menganggap semuanya berawal karena aksi Amirul.
Sebelum bertolak ke Indonesia, Amirul mengunggah Instagram Story yang mengandung penghinaan terhadap bendera Negara Indonesia pada Jumat (27/07). Bendera Indonesia yang seharusnya merah di atas dan putih di bawah, malah diunggah dengan terbalik, yaitu putih di atas dan merah di bawah (seperti bendera Polandia).
Aksi ini mirip dengan insiden "bendera terbalik" di buku SEA Games 2017 Kuala Lumpur. Saat itu bendera Indonesia juga ditampilkan putih-merah, bukan merah-putih. Saat itu juga Indonesia langsung menyerang Malaysia, dan pada akhirnya Malaysia meminta maaf secara terbuka kepada Indonesia.
https://twitter.com/panditfootball/status/1022866667460878337
Aksi tengil ini lantas menyulut emosi masyarakat Indonesia, terutama warganet. Warganet Indonesia umumnya langsung membanjiri Instagram Amirul dengan komentar pedas dan negatif. Namun dari sekian banyak komentar itu juga ada beberapa komentar warganet Malaysia yang mendukung Amirul.
Amirul sendiri sempat membalas beberapa di antaranya, terutama komentar-komentar yang mendukungnya. Hal itu terjadi selama beberapa jam.
Namun setelah kejadian itu, Pelatih Malaysia U16, Raja Azlan Shah Raja So`ib, langsung berusaha mengakhiri kontroversi itu dengan berbicara dengan Goal pada Sabtu (28/07). "Pemain tersebut (Amirul) membuat suatu kekhilafan. Dia mengaku membuat kekhilafan [dengan] meng-upload bendera yang salah. Saya minta maaf terhadap apa yang berlaku," kata Raja, dikutip dari video yang diunggah Goal Indonesia.
Amirul sendiri kemudian sempat meminta maaf di akun Instagram-nya: "Saya ingin memohon maaf kepada seluruh rakyat Indonesia di atas kesilapan saya memuat naik bendera yang salah pada Instastory saya tempoh hari. Saya tiada niat langsung untuk melakukan sebarang provokasi ia semata-mata kesilapan saya tersalah letak bendera Poland, bukannya bendera Indonesia seperti yang sepatutnya. Diharap isu ini tidak terus diperbesarkan dan sekali lagi saya minta maaf."
Meski Amirul menyatakan bahwa ia tak sengaja, namun aksinya beberapa jam setelah unggahan itu tak mencerminkan apa yang ia tulis pada permintaan maaf di atas. Seperti yang tertulis di atas, Amirul sempat membalas beberapa komentar. Seharusnya jika ia sadar telah melakukan kesalahan, ia langsung meminta maaf saat itu juga dan bahkan menghapus unggahannya tersebut. Nyatanya tidak.
Mencari Kambing Hitam, Begitu Terus Sampai Kiamat
Kalau kita hanya mau mencari kambing hitam, Amirul bisa dibilang adalah orang yang bersalah, yang mengawali semua ini. Sikapnya tidak dewasa, tapi itu karena memang ia masih di bawah 16 tahun.
Namun jika pihak Malaysia mau mencari kambing hitam lainnya, bisa dibilang semua ini berawal pada pertandingan semifinal Piala AFF U19 antara Malaysia dan Indonesia pada 12 Juli 2018 lalu. Pada pertandingan yang digelar di Stadion Gelora Delta Sidoarjo itu kedua kesebelasan bermain imbang 1-1, namun Malaysia berhasil melaju ke final setelah menang 3-2 di babak adu penalti.
Pada saat itu Timnas Malaysia U19 ditimpuki oleh para pendukung Indonesia (sebagai tuan rumah) saat ingin masuk ke dalam kamar ganti pemain.
https://twitter.com/zulhilmibzainal/status/1017664330286882817
Sebenarnya pada saat ini mayoritas warganet Indonesia mengutuk perbuatan suporter di Sidoarjo tersebut. Namun tetap saja itu membekas terus.
Semua kejadian di atas terjadi pada 2018. Jika ditarik ke belakang lagi, para suporter yang melempari Malaysia mungkin punya alibi lain dan mencari kambing hitam lainnya. Sama seperti yang beredar sekarang di media sosial, pembahasan merembet menjadi masalah-masalah di masa lalu yang malah tak ada hubungannya dengan sepakbola sama sekali.
Kalau kita hanya mau mencari kambing hitam, mencari siapa yang salah, siapa yang memulai, ini semua tak akan ada habisnya.
Menurut banyak ilmu psikologi, sudah menjadi sifat alami bagi manusia untuk mencari kesalahan pada diri orang lain. Salah satu penelitian terbaru dilakukan oleh Michael Gill dari Lehigh University (Amerika Serikat) yang diterbitkan oleh Journal of Experimental Social Psychology pada Juli 2018.
Jadi seberapa ingin pun kita menghindarinya, selalu saja ada yang mencoba mencari-cari kesalahan, pada diri kita maupun orang lain, termasuk pada tulisan ini.
Hal ini kemudian diperparah dengan karakteristik umum suporter sepakbola soal rivalitas yang tertanam di alam bawah sadar (misalnya perilaku tak bersalah ketika nyanyian "Malaysia anjing" sudah dianggap biasa), mudah menyamaratakan (kelakuan tengil Amirul seorang mencerminkan Malaysia secara keseluruhan), pembenaran berkelompok (merasa benar karena banyak kawannya yang melakukan hal sama), dan tidak bisa membedakan "lawan" dengan "musuh" (anggapan keliru jika Malaysia adalah musuh yang harus dimusnahkan).
Baca selengkapnya: Empat Hal Keliru dari Suporter Sepakbola (Indonesia)
Cara Membela yang Baik dan Benar
Selain menyalahkan orang lain, sifat natural manusia lain tentu adalah membela diri ketika merasa diserang. Kami tahu tindakan Amirul dengan melecehkan bendera Indonesia menyulut api nasionalisme kebanyakan masyarakat Indonesia, untuk kemudian balik menyerang Amirul.
Tapi jika melihat dari perspektif sebaliknya, FAM dan Menpora Malaysia juga sudah bertindak alami dengan berusaha menjaga kehormatan negara mereka ketika negara mereka dilecehkan secara berjamaah di sebuah pertandingan sepakbola.
Pemakluman-pemakluman seperti ini seolah menciptakan iklim toleransi. Namun bahayanya malah manusia bisa menjadi sangat cuek jika mereka terlalu toleran. Bendera Indonesia dibalik kok diam saja? Negara sendiri dikatai anjing kok diam saja? Tidak bisa begitu.
Manusia itu makhluk sosial yang hidup berdampingan. Jangankan Indonesia dengan Malaysia, teman sepermainan saja bisa berkelahi. Oleh karena itu yang harus kita hadapi dengan benar bukanlah masalahnya itu sendiri, melainkan bagaimana respons kita terhadap masalah tersebut.
Dalam hal ini, jika merasa dirugikan di urusan sepakbola tingkat Asia Tenggara, maka kita bisa lapor langsung ke AFF, atau bahkan sampai AFC, FIFA, dan bisa jadi pengadilan olahraga internasional. Atau jika dalam sebuah pertandingan merasa wasit memimpin dengan buruk, bukan malah menghajar wasit atau tindakan merugikan lainnya, tapi kita laporkan wasit tersebut kepada komisi disiplin.
Sama halnya jika kita merasa dirugikan di kehidupan sehari-hari, kita laporkan ke polisi, bukan malah diajak berkelahi.
Semua ada cara meresponsnya, cara yang baik dan benar, yang sesuai dengan hukum yang berlaku. Dalam hal ini, sialnya, FAM sudah melakukannya dengan baik dan benar. Mereka merasa dirugikan, maka mereka lapor ke AFF dan AFC, bukan malah mengajak PSSI adu mulut atau adu jotos, misalnya.
Soal nantinya Indonesia diputuskan bersalah atau tidak, Indonesia dihukum atau tidak, itu urusan berikutnya. Urusan di luar kuasa masyarakat Malaysia, FAM, dan warganet Indonesia. Yang jelas mereka sudah merespons sebuah isu melalui cara yang sesuai. Kita mungkin bisa belajar dari situ.
Dalam menghadapi kasus Amirul misalnya. Kita bisa langsung melaporkannya kepada AFF atau AFC, seperti yang Malaysia lakukan. Atau sebatas kepada FAM juga bisa. Semua ada jalannya yang sesuai. Hal yang harus diketahui: sebijaksana apapun kata-katanya, tulisannya (termasuk artikel ini misalnya), semuanya tak akan selesai di media sosial.
Baca juga: Salam dari Shah Alam
Foto: Asean Football
Komentar