Piala Dunia kerap menjadi etalase bagi para pemain kurang populer untuk direkrut kesebelasan besar. Pada Piala Dunia 2018, Robin Olsen mendapatkan panggungnya. Berkat penampilan impresifnya bersama timnas Swedia, yang ia antarkan ke perempatfinal -pertama kalinya dalam sejarah Swedia (ralat: setelah 1994), Olsen bisa hijrah ke kesebelasan besar; AS Roma.
Olsen diboyong Roma dengan nilai transfer 8,5 juta euro dari kesebelasan asal Denmark, Copenhagen. Transfer ini terjadi empat hari berselang setelah Roma kehilangan kiper nomor satu mereka, Allison Becker, yang pindah ke Liverpool dengan nilai transfer 70 juta euro.
Meski 8,5 juta euro terlihat murah dibandingkan transfer Alisson juga pemain-pemain top lain, tapi bagi kesebelasan divisi 7 Swedia bernama Bunkeflo FF, nilai tersebut sudah membuat mereka kaya. Padahal kesebelasan yang dibela Olsen pada 2006 hingga 2011 itu hanya mendapatkan 5% dari total biaya transfer Olsen ke Roma. Aturan FIFA mewajibkan kesebelasan pembina seorang pemain di usia muda mendapatkan jatah transfer.
Bagi Bunfkeflo, 5% yang bernilai 60 ribu euro tersebut memang bagaikan durian runtuh. Karena biasanya mereka tidak punya dana sebesar itu untuk mengarungi musim. Bahkan pendapatan mereka biasanya hanya didapatkan dari biaya keanggotaan suporter (rata-rata hanya 41 penonton per pertandingan) yang tidak seberapa serta penjualan hot dog dan kopi di hari pertandingan.
"Uang sebanyak itu tentu akan didistribusikan ke berbagai hal," kata pemilik Bunkeflo, Calle Wadenhammar, pada Reuters. "Saya ingin menjadikan ini keuntungan di berbagai aspek. Membuat sepakbola klub ini lebih baik dan mungkin juga mengadakan kegiatan spontan untuk anak-anak."
Bunkeflo memang seolah mendapatkan uang kaget dari penjualan Olsen ke Roma. Sebelumnya, tidak ada satu pun pemain yang bisa membuat mereka mendapatkan pundi-pundi uang. Olsen adalah satu-satunya pemain, yang pertama, bahkan mungkin juga yang terakhir, yang bisa menghasilkan pendapatan untuk Bunkeflo. Sebagai kesebelasan amatir, mereka tak punya akademi yang bisa mengasah dan memaksimalkan talenta pemain muda yang ada.
Olsen sendiri awalnya tidak berniat bergabung ke Bunkeflo. Apalagi sejak muda ia sudah disebut-sebut punya talenta menjanjikan bagi masa depan Swedia. Ia juga memulai karier di akademi kesebelasan besar Swedia, Malmo FF. Namun cedera lutut yang ia alami pada usia 16 tahun membuatnya dilepas Malmo. Untuk memulai kembali kariernya, ia memilih Bunkeflo karena banyak teman-temannya bermain di sana.
"Saya ingin menemukan kembali kebahagiaan dan kesenangan. Semua rekan, teman dekat, bermain di sini, di Bunkeflo. Penting buat saya mendapatkan kesenangan kembali (setelah cedera)," kata Olsen saat diwawancarai Reuters.
"Saya tahu betul betapa berharganya uang itu bagi mereka, semua anak-anak di sana akan senang," ujar Olsen pada Aftonbladet.
Olsen kembali bergabung dengan Malmo pada 2011 atau 11 tahun setelah Malmo membuangnya. Kariernya langsung meroket kembali. Ia pun kemudian hijrah ke PAOK sampai akhirnya direkrut kesebelasan Denmark, Copenhagen. Penampilan impresifnya di Copenhagen bahkan membuat timnas Denmark menawarinya bermain di timnas. Olsen memang punya darah Denmark dari sang ayah.
Tapi Olsen menolak. Ia lebih ingin berbakti pada negara tempat lahir dan dibesarkannya, Swedia.
"Saya menghubunginya dan mengajaknya ke timnas, ia senang dengan panggilan tersebut tapi ia lebih memilih Swedia," kata pelatih timnas Denmark pada 2014, Morten Olsen. "Itu pilihannya. Dia merasa kesempatannya untuk menjadi yang terbaik ada di timnas Swedia."
Saat itu karier Olsen memang sedang menanjak. Dua kali beruntun ia membawa Malmo juara Liga Swedia. Kiper yang kini berusia 28 tahun itu pun mendapatkan penghargaan kiper terbaik Liga Swedia 2014. Di Copenhagen, Olsen kembali meraih gelar juara liga dua kali beruntun, dikawinkan dengan Piala Denmark dua kali beruntun juga. Ia mendapatkan gelar kiper terbaik Swedia 2016 dan 2017.
Posisi kiper utama Swedia jatuh ke tangan Olsen setelah eks kiper Juventus, Andreas Isaksson, pensiun dari timnas pada 2016 lalu. Sejak saat itu Olsen reguler bersama timnas Swedia sampai akhirnya berlaga di Piala Dunia 2018. Perlu diingat juga, bersama Olsen, Swedia menyingkirkan Belanda di babak kualifikasi, Italia di babak play-off, dan Jerman di fase grup. Di Piala Dunia 2018, ia bermain sebanyak lima kali, kebobolan empat dan nirbobol tiga kali.
Baca juga: Kebersamaan Swedia, Bukan Keberuntungan
Olsen sudah 23 kali membela timnas Swedia. Hebatnya, ia berhasil tak kebobolan pada 12 laga. Di klub, menurut catatan Transfermarkt, dari 198 kali ia bermain bersama empat kesebelasan berbeda, ia berhasil mencatatkan 81 kali nirbobol. Catatan terbaiknya ia raih bersama Copenhagen, dari 100 laga, ia kebobolan 82 kali dan nirbobol 45 kali. Artinya hampir di setiap laga, Copenhagen punya peluang tidak kebobolan bersama Olsen.
Dengan statistik di atas, Roma melihat Olsen sebagai pengganti yang tepat atas kepergian Alisson. Olsen akan bersaing dengan Antonio Mirante dan Daniel Fuzato yang juga baru didatangkan pada bursa transfer musim panas 2018 ini.
Tapi harga Olsen yang murah membuat Roma bisa berinvestasi pada posisi lain. Saat artikel ini ditulis, I Giallorossi tercatat sudah mendatangkan 10 pemain baru. Di antaranya adalah Javier Pastore, Justin Kluivert, Ante Coric hingga Bryan Cristante. Roma pun masih akan membeli pemain anyar setelah gagal mendatangkan Malcom yang dibajak Barcelona. Roma tetap punya skuat menjanjikan bersama penjaga gawang utama Swedia di bawah mistar.
[ar]
foto: Daily Maverick
Komentar