Jika kalian ingat Serie A Italia sebagai salah satu liga sepakbola terbaik dunia dengan pemain-pemain seperti Ronaldo, Zinedine Zidane, Roberto Baggio, dan Gabriel Batistuta, maka bisa dipastikan kalian satu angkatan dengan saya.
Salah satu yang membuat Serie A begitu lekat dengan Generasi Y (Milenial) adalah karena generasi yang tumbuh pada tahun 1990-an umumnya mengenal dan bahkan sampai jatuh cinta kepada sepakbola lewat tayangan Serie A. Ya, cinta pertama mereka adalah Liga Italia.
Paradigma itu bisa berubah sama sekali mulai musim 2018/19. Serie A bisa kembali menjadi liga sepakbola terbaik dunia. Serie A bisa menjadi cinta pertama Generasi Z dan Alpha. Nostalgia bisa berubah menjadi renaisans.
Renaisans (renaissance) adalah sebuah kata dalam Perancis yang berarti "kelahiran kembali". Bedakan ini dengan Renaisans (dengan R kapital) yang merupakan nama sebuah era.
Setelah Benua Eropa merasakan masa kegelapan, Renaisans hadir pada abad ke-14, dalam wujud gerakan budaya yang sangat memengaruhi kehidupan intelektual Eropa pada periode modern awal. Pengaruh renaisans dirasakan dalam sastra, filsafat, seni, musik, politik, ilmu pengetahuan, agama, dan lain-lain.
Bukan kebetulan, Renaisans bermula di Italia, tepatnya di Florence. Gerakan ini lalu menyebar ke seluruh Eropa pada abad ke-16. Jadi apa yang membuat sepakbola Italia mengalami renaisans, kelahiran kembali? Apakah pengaruhnya sebesar itu?
Logo Baru
Mengutip tulisan James Robinson di Dream Team FC, enam musim terakhir di Serie A ibarat menonton seri kedua True Detective atau musim ketiga The Wire. Robinson menulisnya pada November 2017. Sekarang sudah 2018; Juventus sudah mendominasi dalam tujuh—bukan lagi enam—musim terakhir.
"Kelakar yang bagus adalah yang tak perlu dijelaskan [kalau itu lucu], tetapi bagi mereka yang belum menonton, itu seperti menonton sesuatu yang kalian tahu kalian sukai, dan mungkin akan terus menyukainya di masa depan, tetapi saat ini sedang sangat membosankan," tulisnya.
Kesetiaan kepada kesebelasan, atau dalam hal ini liga sepakbola, memang seperti itu. Seberapa dominan pun Juventus di Serie A, selalu ada tempat spesial untuk kesebelasan-kesebelasan seperti Internazionale Milan, AC Milan, Roma, Lazio, Fiorentina, Napoli, bahkan sampai Parma. Namun bagi penonton netral, penonton sepakbola yang baru, Serie A butuh perombakan.
Baca juga: Mengenal Scudetto, Tanda Khusus, dan Penggunaan Bintang
Pada Rabu pekan lalu (08/08) Serie A meluncurkan logo baru untuk mengawali niat mulia mereka ini. Ada slogan baru: `Appassionante, Avvincente, Adrenalinica` yang semuanya diawali huruf A. Terjemahan tiga kata tersebut adalah `Menarik, mengikat, memompa adrenalin`.
Lebih jauh, logo baru itu berasal dari "keinginan untuk memberikan sentralitas kepada A", yang merupakan "elemen khas universal dari liga kami", menurut rilis pers Serie A.
"Tampilan baru, yang memberikan dampak langsung, menampilkan warna bendera Italia, prestise emas, dan otoritas A, sementara menegaskan kembali hubungan solid dan baru dengan TIM (sponsor mereka)," lanjut rilis pers tersebut.
Selain Serie A, kompetisi Coppa Italia, Supercoppa, dan Primavera juga mendapatkan rebranding. Akhirnya Serie A juga mempromosikan akun Facebook, Instagram, dan Twitter mereka yang baru, semuanya menyandang nama `SerieA`, meski pendahulunya telah membangun lebih dari 1,2 juta pengikut.
Reaksinya memang beragam, tapi secara umum ini semua menggambarkan semangat baru Serie A. Namun kami kembali bertanya: selain logo dan tetek bengeknya, apa lagi yang baru?
Pemain-pemain Baru
Salah satu tonggak sejarah rebranding Serie A secara tak langsung justru terjadi pada bulan lalu. Kepindahan Cristiano Ronaldo, salah satu pemain terbaik dunia, ke Juventus menjadi simbol yang menguatkan bahwa Serie A terlahir kembali. Terakhir kali pemain terbaik dunia pindah ke Italia adalah ketika Ronaldo (yang lain) pindah ke Inter pada 1997.
Dalam beberapa musim, praktis sejak 2006 (ketika Italia menjadi juara dunia) dengan pengecualian 2010 (ketika Inter meraih treble, salah satunya Liga Champions UEFA), Liga Primer Inggris dan La Liga Spanyol sudah dianggap sebagai liga sepakbola terbaik. Popularitas dan koefisien Serie A bahkan mulai kalah dari Bundesliga Jerman dan Ligue 1 Perancis.
Cristiano pernah bermain di Liga Primer bersama Manchester United. Sampai 2017/18 ia masih bermain di La Liga bersama Real Madrid. Tanpa bermaksud membanding-bandingkan, keduanya adalah kesebelasan dan liga terbaik. Sekarang saatnya Juventus dan Serie A berperan sebagai yang terbaik. Begitu bukan?
Masalahnya bukan hanya Cristiano, liga terbaik juga membutuhkan pemain-pemain terbaik. Sebelum CR7 pindah ke Juventus, sudah ada beberapa pemain yang juga ditransfer ke kesebelasan Italia seperti Alen Halilovic, Kevin-Prince Boateng, Lautaro Martinez, Valon Berisha, Alban Lafont, Joao Cancelo, Javier Pastore, Darijo Srna, Justin Kluivert, dan Riza Durmisi.
Baca juga: Menanti Kebangkitan Serie A Setelah Ronaldo ke Juventus
Semua nama di atas secara umum bisa dibilang merupakan pemain berprofil tinggi. Setelah Cristiano datang, beberapa di antaranya menyusul seperti Sime Vrsaljko, Bruno Alves, Robin Olsen, Joaquin Correa, Kevin Mirallas, Johan Djourou, Tiemoue Bakayoko, Steven Nzonzi dan Ronaldo yang lain lagi: Ronaldo Vieira.
Meski begitu, pemain-pemain seperti Alisson Becker, Felipe Anderson, Jorginho, Stephan Lichtsteiner, dan Gianluigi Buffon malah pindah dari Serie A. Empat nama awal pindah ke Liga Primer. Namun tidak seperti Liga Inggris yang sudah ditutup pada 9 Agustus 2018, jendela transfer Liga Italia masih dibuka sampai 18 Agustus 2018. Kemungkinan masih ada beberapa nama besar yang akan datang ke Serie A.
Lagipula Serie A sudah terlebih dahulu memiliki para pencetak gol ulung seperti Mauro Icardi, Paulo Dybala, Gonzalo Higuain, Edin Dzeko, Ciro Immobile, dan Dries Mertens. Serie A juga memiliki pertahanan terbaik dalam diri Giorgio Chiellini, Leonardo Bonucci, Miranda, Milan Skriniar, dan Kalidou Koulibaly. Kepergian pemain bintang dan kedatangan rombongan bintang anyar membuat Serie A tetap mewah, bahkan lebih mewah.
Semangat Baru
Dari 20 kesebelasan Serie A, hanya satu yang tak dikepalai pelatih berkewarganegaraan Italia. Julio Velasquez, seorang warga negara Argentina, adalah Pelatih Udinese. Meski Maurizio Sarri pindah dari Napoli ke Chelsea, Serie A masih memiliki Massimiliano Allegri, Gian Piero Gasperini, Stefano Pioli, Luciano Spalletti, Walter Mazzari, sampai Carlo Ancelotti.
Beberapa pemain ikonik pada 1990-an juga kembali meramaikan Serie A, kali ini sebagai pelatih. Mereka adalah Filippo Inzaghi, Simone Inzaghi, Gennaro Gattuso, dan Eusebio Di Francesco.
Sebagai liga, Serie A Italia 2018/19 punya segalanya. Cita rasa tinggi Italia, para pencetak gol ulung, permainan bertahan yang melegenda, drama-drama khas Italia di dalam dan luar lapangan, serta para peracik taktik yang apik.
Ya, ya, ya, Italia memang tak ada di Piala Dunia 2018. Tim nasional mereka sedang jelek-jeleknya. Namun kita bisa bercermin pada Timnas Inggris yang selalu jelek (kecuali Piala Dunia 2018 lalu) tapi liganya malah terus-menerus dicap sebagai yang terbaik di dunia. Jadi, sama, kan?
Jangan kaget jika Serie A yang merupakan cinta pertama sepakbola bagi para Generasi Millennials berpotensi menjadi cinta pertama juga bagi generasi-generasi selanjutnya. Apalagi kita juga bisa kembali menyaksikan pertandingan-pertandingan terbaik Serie A di televisi kita.
Jika calciopoli adalah masa kegelapan Serie A yang terus membuat para penggemarnya bernostalgia, maka kepindahan Cristiano Ronaldo dan perubahan logo kompetisi adalah awal dari sebuah renaisans. Selamat datang, Serie A.
Serie A 2018/19 dimulai per akhir pekan ini, diawali dengan laga antara Chievo Verona melawan Juventus. Cristiano Ronaldo berpotensi menjalani debutnya pada laga ini sehingga membuat laga tersebut cukup ditunggu-tunggu, khususnya oleh para pendukung Juventus.
Komentar