Tidak banyak yang mengetahui kapabilitas Kieran Trippier tiga atau empat tahun lalu. Kariernya memang berubah drastis per 2017. Sebelum itu, pemain kelahiran 19 September 1990 ini biasa-biasa saja. Ia tak dilabeli calon pemain bintang, gagal di kesebelasan besar, dan baru bermain di Liga Primer Inggris tahun 2014.
Trippier bergabung ke Tottenham Hotspur pada 2015 pun sebagai serep Kyle Walker di pos bek kanan. Nilai transfernya hanya 3,5 juta paun. Tapi siapa sangka pada Piala Dunia 2018 ia bukan hanya ikut meramaikan, melainkan juga menjadi salah satu pemain paling berpengaruh bagi Timnas Inggris yang berhasil melangkah ke semifinal. Trippier pun kini dikenal sebagai salah satu full-back terbaik dunia.
Trippier menjalani debut di Timnas Inggris pada Juni 2017. Usianya sudah menginjak 26 tahun. Bisa dikatakan terlambat untuk pemain top Eropa. Walaupun begitu, penampilan tersebut justru menjadi lompatan awal dalam karier Trippier yang lebih mengilap. Kedua orang tuanya pun tak menyangka anak bungsunya itu bisa membela Timnas Inggris setelah melalui karier yang tidak terlalu hebat.
"Saya tidak pernah lupa ketika kami (sekeluarga) berada di Perancis pada Juni dan kedua orang tua saya menangis sejadi-jadinya," kata Trippier kepada Guardian. "Meski bermain di tim junior, ayah saya selalu turut serta. Mereka selalu bangga, bahkan meski saya bermain di tim junior Inggris. Tapi bermain di Timnas senior... itu momen paling membanggakan. Hal yang selalu saya impikan bahkan walau saya bermain di Championship sekali pun."
Keberhasilan anak adalah keberhasilan orang tua. Dalam karier Trippier hal itu sangat terasa. Kedua orang tua Trippier, Chris Trippier dan Eleanor Lomax, kerja keras banting tulang agar anak-anaknya bisa memiliki karier yang luar biasa. Apalagi saat Trippier tumbuh kembang, kedua orang tuanya pun harus menyeimbangkan juga tumbuh kembang sang kakak, Kelvin Trippier, yang juga berkarier di sepakbola sejak kecil.
"Sangat sulit buat kedua orang tua saya ketika kami masih kecil, mereka harus membagi waktu tujuh hari dalam seminggu tanpa jeda untuk saya dan kakak saya," ujar Trippier saat bercerita pada laman resmi Spurs. "Apresiasi patut diberikan pada ayah dan ibu saya karena saat itu saya berlatih Senin, kakak saya berlatih Selasa, saya Rabu, kakak saya Kamis, saya bertanding hari Sabtu, kakak saya Minggu. Kedua orang tua saya sangat berdedikasi dalam membantu karier kami dan mereka mengorbankan banyak hal."
Dalam penuturan Trippier, sang ayah mengambil banyak pekerjaan untuk bisa mendapatkan upah maksimal agar anak-anaknya bisa mendapatkan kehidupan yang layak. Setiap hari ayahnya bekerja dengan berbagai profesi. Perjalanan ke Skotlandia adalah hal yang biasa baginya.
"Ayah saya kadang bekerja sebagai penebang pohon, ia mengerjakan segalanya. Tidak hanya satu pekerjaan, ia punya banyak pekerjaan. Ia tak pernah berhenti. Karenanya apresiasi terbesar dalam karier saya adalah untuknya dan ibu saya, yang selama bertahun-tahun menghabiskan tujuh hari dalam seminggu untuk mengurusi saya dan kakak saya. Jika bukan karena mereka, saya tidak akan menjadi seperti sekarang."
Meski sangat berterima kasih pada kedua orang tuanya, Trippier nyatanya tidak selalu menuruti perintah orang tuanya. Pemain yang andal bermain di pos bek kanan ini enggan mendengarkan saran sang ayah yang menyuruhnya menerima tawaran dari akademi Manchester United saat ia masih berusia 8 tahun. Trippier lebih memilih Manchester City.
Trippier (kapten) saat membela Manchester City
Keluarga ayah Trippier merupakan pendukung berat Manchester United. Sang ayah pun sempat tak senang atas pilihannya bergabung ke City. Trippier sendiri merasa lingkungan di City lebih baik dari United, di mana akhirnya ia menimba ilmu hingga 12 tahun di akademi City.
Tak sedikit pemain akademi City yang berhasil menembus ke skuat senior. Sebut saja Shaun Wright-Phillips, Nedum Onuoha, Micah Richards, Joey Barton, hingga Daniel Sturridge. Trippier berkembang sambil berharap mampu mengikuti jejak mereka. Sialnya harapannya itu tak kesampaian. Walau begitu Trippier menikmati masa-masa di akademi City.
"Ada banyak masa-masa menarik tapi pada akhirnya saya harus keluar, pergi supaya bisa bermain setiap minggu. Saya berkata pada diri saya bahwa suatu hari nanti saya harus bisa kembali ke Liga Primer. Sekarang saya sudah bisa bermain di Liga Primer bahkan Liga Champions, berkat Tottenham. Saya melalui rute yang panjang tapi pada akhirnya saya berharap bisa terus seperti ini bersama tim ini."
Setelah gagal di City dan masa peminjamannya di Barnsley, Trippier menemukan jalan ke Liga Primer saat bermain di Burnley di Divisi Championship. Ia merupakan bagian dari kesuksesan Burnley asuhan Sean Dyche pada 2013/14. Pemain kelahiran Manchester ini mengakui bahwa Dyche dan Mauricio Pochettino (manajer Spurs) merupakan sosok yang mampu mengeluarkan talenta terbaiknya.
"Saya tidak dalam bentuk terbaik saat datang ke Tottenham dan manajer memberi tahu saya soal itu," tukas Trippier pada Guardian. "Semua pemain Burnley menjalani tes berat badan dan saya dianggap punya tubuh ideal, Sean Dyche cukup senang. Tapi begitu saya datang ke Spurs, mereka menuntutmu lebih kuat, khususnya setelah kembali dari liburan, musim panas itu saya dari Meksiko yang mungkin saya terlalu banyak meminum mojitos. Dari Sean Dyche saya mendapatkan pelajaran respek dan kejujuran."
Trippier saat masih membela Burnley
Di awal kedatangannya Trippier benar-benar lebih sering duduk di bangku cadangan, menyaksikan Walker menunjukkan kemampuannya. Ia hanya reguler tampil di pertandingan Piala Liga atau Piala FA.
Berkah bagi Trippier datang ketika Walker memutuskan hijrah ke Manchester City. Beruntung juga baginya karena Spurs mendatangkan Serge Aurier sebagai pengganti Walker. Bek kanan asal Pantai Gading itu cukup sering absen karena cedera ataupun larangan bermain.
Kesempatan itu tak disia-siakan Trippier dengan tampil sebaik-baiknya. Ia bahkan tetap tampil baik ketika ditempatkan sebagai wing-back kanan atau bek kiri. Tak heran karena ia sempat bermain sebagai gelandang dang winger kanan sebelum akhirnya paten di pos bek kanan. Kemampuan mengeksekusi bola mati pun terus ia matangkan.
Sejak di Barnsley, Trippier sudah kerap mencetak gol dari tendangan bebas. Pun begitu ketika di Burnley. Sekarang, kita akan terus melihat pemain bertinggi 178 cm itu mengeksekusi bola mati baik di Tottenham Hotspur maupun Timnas Inggris karena ia terus mengasah kelebihannya itu di tempat latihan.
"Saya hanya mencoba memberikan yang terbaik setiap saya bermain. Itu adalah hal yang benar-benar bisa semua orang lakukan. Meskipun saya tidak selalu tampil reguler seperti yang saya harapkan, saya tak pernah mengeluhkannya. Saya hanya terus berusaha di tempat latihan dan memberikan yang terbaik ketika panggilan untuk saya datang. Kita harus selalu siap setiap saat," tutur Trippier.
Komentar