Dalam 21 tahun kariernya, Zlatan Ibrahimovic telah meraih 34 trofi juara (termasuk dua scudetto yang dicabut). Kecuali di Malmo, Zlatan selalu memberikan trofi untuk kesebelasan yang ia bela. Ajax, Juventus, Inter Milan, AC Milan, Paris Saint-Germain, Manchester United sampai sekarang LA Galaxy punya tempat spesial di hati Ibra. Hanya satu kesebelasan yang paling tak ingin dikenangnya: Barcelona.
Awalnya Zlatan begitu bersemangat membela Barcelona. Pada 2009, mantan penyerang Timnas Swedia itu menjadi pembelian termahal kedua Barca sepanjang sejarah dengan nilai transfer 69,5 juta euro dari Inter Milan. Ia pun begitu percaya diri bahwa Barcelona adalah tempat yang tepat untuk meraih segala prestasi.
"Aku mungkin sedang bersama kesebelasan terbaik dalam sejarah," tutur Zlatan mengomentari kepindahannya ke Barca seperti yang dikutip Guardian. "Sepakbola mereka begitu indah. Ketika aku bersiap menjalani pertandingan, aku akan langsung merasakan kemenangan sebelum laga dimulai. Aku melihat pemain-pemain di sekitarku dan melihat Messi, Iniesta, Xavi, Puyol, Pique, Dani Alves dan Busquets. Luar biasa! Mereka pesepakbola dari planet lain dan aku bahagia. Ini sempurna."
Zlatan mengatakan hal di atas di awal-awal perkenalannya sebagai pemain baru Barca. Tapi tak lama setelah itu, pemain kelahiran 3 Oktober 1981 ini mulai merasakan ketidaknyamanan. Barca ternyata tak seindah yang ia pikirkan.
Zlatan menyukai kebebasan. Ia tak suka didikte. Ia ingin melakukan apa pun yang ingin ia lakukan. Di Barca, ternyata para pemain menjalani kehidupan yang "terpenjara". Semua itu langsung ia rasakan di awal-awal ia mulai menjalani latihan bersama Barca yang ketika itu dilatih Pep Guardiola.
Pep melarang para pemain membawa mobil pribadinya. Bagi Zlatan itu penyiksaan. Mobil mewah adalah hal yang paling ia kejar dalam hidup. "Aku suka mobil (mewah). Itu ambisi hidupku," katanya dalam otobiografinya, I Am Zlatan.
Sialnya, para pemain Barcelona tidak satu frekuensi dengan gaya hidupnya. Karakter Zlatan merupakan kebalikan dari karakter para pemain Barcelona. Zlatan langsung merasakan ketidaknyamanan di pekan-pekan pertama berseragam Blaugrana, beberapa hari setelah mengatakan bahwa Barca adalah tim sempurna.
"Aku langsung menilai bahwa Barcelona seperti sekolah atau institusi sejenisnya. Para pemain pendiam. Tak ada yang merasa dirinya superstar. Messi, Xavi, Iniesta dan lainnya—mereka seperti anak sekolahan. Para pesepakbola terbaik itu berdiri sambil menundukkan kepala mereka, aku tidak mengerti itu," ungkap Zlatan pada otobiografinya yang rilis tahun 2011.
"Di Italia, jika ada yang menyuruhmu melompat, para pemain akan bertanya "Untuk apa kami melakukan ini?". Di sini [Barcelona] semuanya menuruti setiap perintah. Aku langsung merasa tidak cocok," tulis Zlatan.
Karena gaya hidup yang berbeda dengan pemain lain, Zlatan bahkan sempat berpikir untuk pensiun. Satu-satunya teman yang paling mengerti dirinya hanya Maxwell. Ekspektasi tentang sepakbola indah langsung buyar.
"Di Barcelona, aku tidak bisa meneriaki rekan setimku lagi. Aku bosan. Zlatan bukan lagi Zlatan. Aku bahkan sempat berpikir untuk berhenti bermain sepakbola—walau tentu saja aku profesional. Tapi aku kehilangan antusiasme."
Sebenarnya Zlatan tetap produktif di masa adaptasinya itu. Trofi Piala Super Eropa diraih tak luput dari performa impresifnya. Lima pertandingan pertama La Liga, lima gol dan dua asis dicetaknya. Sampai pertengahan musim, ia mencetak 14 gol dan 8 asis.
Semuanya berubah sejak pengujung tahun 2009. Zlatan yang sebenarnya memberontak dalam diri. Ia merasa dirinya tak layak menjalani hidup dan karier yang muram.
"Aku harus melakukan sesuatu. Akhirnya libur Natal tiba. Aku menyetir seperti orang gila. Kupacu mobil Porsche Turbo ku hingga 325km per jam dan membuat polisi menikmati debunya. Barulah setelah itu, akhirnya, Zlatan yang dulu telah kembali! Aku pun berpikir, kenapa aku harus seperti ini? Aku punya banyak uang. Aku tak perlu lagi jadi budak dari manajer idiot itu. Aku harus bersenang-senang dan menemui keluargaku."
Manajer idiot. Selain kehidupan di Barca yang kaku, Zlatan memang punya masalah dengan Pep Guardiola. Pep lebih menyukai Lionel Messi. Pep berusaha memaksimalkan talenta Messi sampai-sampai mengorbankan Zlatan. Bahkan Zlatan merasa tak dihargai ketika Pep mulai enggan berbicara dengannya.
Sempat berusaha memperbaiki situasi, hubungan keduanya justru semakin retak. Akhirnya Zlatan hijrah ke AC Milan pada musim berikutnya. Kehidupan dan karier Zlatan pun kembali (tidak) normal.
Baca juga:
Kisah Masa Buruk Ibrahimovic Bersama Guardiola
Kisah Zlatan Ibrahimovic dan Ajax Amsterdam
10 Kutipan Terbaik Zlatan Ibrahimovic
Komentar