Banu Rusman meninggal dunia setelah mengalami pendarahan di kepala pada 12 Oktober 2017. Ia merupakan salah seorang suporter Persita Tangerang. Banu meninggal setelah menjadi korban atas insiden kericuhan yang terjadi pada laga Persita Tangerang menghadapi PSMS Medan yang digelar sehari sebelum korban meregang nyawa.
Bukan hanya Banu, kericuhan saat itu sebenarnya menelan korban sekitar 17 orang. Namun di antara belasan korban tersebut, Banu menjadi satu-satunya korban meninggal dunia. Banu tak mampu selamat dari luka hantaman balok yang menerpa kepalanya itu.
Keesokan harinya, 13 Oktober 2017, Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi, lewat akun Twitternya, menyatakan bahwa kasus ini akan segera diinvestigasi. Bersamaan dengan itu, Wakil Ketua Umum PSSI, Joko Driyono, juga mengatakan bahwa akan mendalami masalah ini dengan serius.
https://twitter.com/RahmayadiEdy/status/918669424470585345
Janji yang Tak Ditepati
Hari, minggu, bulan, telah berlalu tapi ternyata cuitan Edy Rahmayadi itu tidak menjadi kenyataan. Saat usia kematian Banu sudah mencapai 100 hari, para pendukung Persita, La Viola, meminta kejelasan soal siapa pelaku dan sejauh mana investigasi kasus pembunuhan ini telah berjalan. Bahkan saat artikel ini ditulis, umur kematian Banu sudah mencapai satu tahun, sementara publik memang tidak mengetahui bagaimana tindak lanjut soal kasus tersebut.
Publik sebenarnya berharap Edy Rahmayadi, yang merupakan Ketua Umum PSSI sekaligus Pembina PSMS Medan sekaligus Pangkostrad saat itu, bisa benar-benar mengusut kasus ini dengan cepat. Multi jabatan yang diembannya itu idealnya bisa memudahkannya untuk menyentuh seluruh pihak terkait dalam mengurai kasus pembunuhan Banu.
Keterlibatan Pangkostrad di sini tak lepas dari siapa pelaku pembunuhan Banu. Suporter PSMS yang ketika itu terlibat kericuhan merupakan anggota TNI yang memang diperintahkan untuk mendukung PSMS. Mereka tak menggunakan atribut PSMS, yang ada hanya training khas militer.
"Bisa saya pastikan yang melakukan pemukulan ke saya itu aparat TNI dari ciri-cirinya. Mereka berseragam olahraga Kostrad dan mengenakan sepatu running, bercukuran cepak, dan dari perawakannya sepertinya tentara baru," kata Dani, salah satu korban, seperti yang dikutip Tirto.
Keterlibatan tentara yang "menyerang rakyatnya sendiri" itu juga yang sebenarnya membuat posisi Edy Rahmayadi tertekan. Pernyataan yang ia unggah pada 13 Oktober 2017 itu merupakan upaya pencitraan bahwa ia siap menyelesaikan kasus ini tanpa pandang bulu, bahkan jika itu menyangkut anak buahnya.
Akan tetapi sampai saat ini masih sebatas janji palsu. Belum terungkap siapa pelaku yang tega menghilangkan nyawa Banu. Perkembangan kasus ini tidak menunjukkan progres. Hal itu diakui langsung oleh Edy Rahmayadi dalam program acara Mata Najwa yang ketika itu juga membahas kematian suporter, Haringga Sirla.
"Seluruh hasil investigasi sudah dicari. Dan sangat sulit dicari kebenarannya. Dan kami beserta pihak keamanan (pihak berwenang) sampai saat ini belum dapat kepastian. Jadi belum terbukti sejauh ini. Sekali lagi saya sampaikan kita puluhan ribu dan itu jumlahnya banyak. Semua persoalan pasti kami tindak lanjuti," tutur Edy pada Mata Najwa.
Secara tersirat Edy mengakui bahwa pelaku kemungkinan besar dari pihak TNI karena menyebut `kita`. Namun menurutnya, pelaku sulit terungkap atau dihukum karena terkendala barang bukti yang belum kuat. Di samping itu, ia menyebut bahwa masalah ini masih didalami pihak kepolisian.
Selama masalah ini masih belum terungkap penyelesaiannya terhadap publik, kita patut terus mengingat pernyataan Edy Rahmayadi pada 13 Oktober 2017 di atas. Twit tersebut menjadi jejak digital, apakah seorang Ketum PSSI sekaligus pembina PSMS sekaligus Gubernur Sumatera Utara ini bisa memenuhi janjinya atau tidak.
[ard]
Baca juga: Romantisme PSMS Medan-TNI dan Tentara yang Memerangi Rakyatnya Sendiri
Komentar