Kebangkitan sepakbola Filipina dimulai pada 2010. Tepatnya pada 5 Desember 2010. Di hari itu Filipina mengalahkan Vietnam dua gol tanpa balas. Jangan lupakan bahwa pertandingan ini digelar di Hanoi. Jangan lupakan bahwa Filipina saat itu tidak pernah lolos dari fase grup sepanjang keikutsertaan mereka di Piala AFF—Azkals bahkan tidak lolos ke putaran final 2008. Jangan lupakan pula bahwa Vietnam saat itu berstatus juara bertahan.
Tiga poin dari "Miracle of Hanoi" terbukti menjadi kemenangan mahapenting bagi Filipina. Ditambah masing-masing satu poin dari hasil imbang melawan Singapura dan Myanmar, Filipina lolos ke semifinal Piala AFF untuk kali pertama dalam sejarah mereka. Indonesia menghentikan langkah Filipina di empat besar edisi 2010, tapi lolos ke semifinal saja sudah menjadi prestasi bagi Filipina.
Di dua edisi berikutnya, pencapaian itu mereka ulangi. Kegemilangan Filipina di edisi 2010, 2012, dan 2014 bahkan sedikit banyak membantu memuluskan langkah Filipina menjadi tuan rumah edisi 2016—pertama kali dalam sejarah.
Dengan modal penampilan yang sangat baik di tiga edisi sebelumnya, ditambah faktor tuan rumah, 2016 harusnya menjadi milik Filipina. Nyatanya tidak. Filipina hanya mampu mengumpulkan dua poin dari tiga pertandingan dan karenanya berakhir di posisi tiga Grup A, di belakang Thailand dan Indonesia.
Mengecewakan memang, namun Filipina tak lantas larut dalam kesedihan. Target baru dipasang: lolos ke Piala Asia untuk kali pertama.
Maret 2018, target tersebut tercapai. Kemenangan 2-1 atas Tajikistan memastikan Filipina lolos ke Piala Asia 2019. Azkals tidak terkalahkan sepanjang kualifikasi: tiga kali menang dan tiga kali bermain imbang. Kabar baik lain datang pada April. Di ranking dunia FIFA, Filipina naik ke posisi 113—tertinggi sepanjang sejarah.
Semuanya—termasuk kegagalan di Piala AFF 2016—menjadi modal penting bagi Filipina untuk mengangkat trofi Piala AFF, kejuaraan yang belum pernah mereka menangi. Filipina benar-benar serius mengincar gelar juara di Piala AFF 2018.
"Bagiku, kejuaraan ini adalah di mana semuanya bermulai bagi Azkals," ujar Dan Palami, Manajer Filipina, dikutip dari Rappler. "Karena itulah memenangi Suzuki Cup barangkali bukan hanya sangat penting, melainkan juga sama pentingnya [dengan Piala Asia] karena sudah waktunya kami membuktikan diri sebagai juara Asia Tenggara."
Begitu serius Filipina menyambut Piala AFF 2018 sampai pada Juni lalu mereka tidak memperpanjang kontrak Thomas Dooley, Kepala Pelatih yang membawa Filipina lolos ke Piala Asia 2019. Menggantikan Dooley, Filipina menunjuk Terry Butcher—eks kapten Tim Nasional Inggris—sebagai kepala pelatih dan Scott Cooper sebagai penasihat senior.
Namun Butcher mengundurkan diri hanya 50 hari sejak mulai melatih. Cooper bertindak sebagai karteker, tapi di putaran final Piala AFF 2018 dia tak akan memimpin. Pada 27 Oktober, Filipina mengumumkan kepala pelatih baru mereka: Sven-Goran Eriksson.
"Aku melakukan sesuatu yang berbeda dari yang sudah ku lakukan," ujar Eriksson saat diperkenalkan sebagai pelatih Filipina. "Ini adalah sebuah babak baru dalam hidupku. Datang ke sini, bekerja untuk dua turnamen besar —AFF Suzuki Cup dan AFC Asian Cup— adalah sesuatu yang berbeda. Aku berkata pada diriku sendiri bahwa aku ingin melakukannya."
Nama besar Eriksson membawa pengaruh yang sama besarnya. Di level internasional, Filipina menjadi lebih diperhitungkan. Di level internal tim, para pemain menjadi lebih bersemangat.
"Awalnya para pemain tidak bisa percaya dia (Eriksson) mengamati kamp latihan kami di Qatar," ujar Palami. "Saya rasa ada aura positif dalam tim, tidak hanya karena kedatangannya, tetapi juga sebelumnya, ketika sistem Scott Cooper diperkenalkan."
"Semuanya dimantapkan kehadiran Sven dan saya rasa para pemain bersemangat bermain di bawah arahan seseorang yang pernah melatih pemain-pemain seperti [David] Beckham, [Wayne] Rooney, dan tim-tim juara."
https://twitter.com/panditfootball/status/1060109711419363329
Eriksson hanya dikontrak selama enam bulan, tapi pengaruhnya bisa terasa lebih lama dari itu. Berkat kesediaannya menangani tim nasional, ada lebih banya pemain keturunan Filipina di seluruh dunia yang tertarik membela tanah leluhur mereka: seperti Stephan Palla keturunan Austria yang pernah bermain di Rapid Wien, Adam Reed kelahiran Inggris yang merupakan lulusan akademi Sunderland, Luke Woodland yang lahir di Arab Saudi tetapi besar di Inggris dan pernah membela timnas Inggris U18, dan John Patrick Strauss pemain kelahiran Jerman yang pada 2017 lalu bermain di RB Liepzig II.
Tentu saja ketertarikan tersebut sangat mungkin memudar jika di edisi 2018 ini nasib Filipina tak lebih baik dari 2016. Apalagi Eriksson hanya terikat kontrak jangka pendek. Maka menjadi sangat penting bagi Filipina untuk, pada akhirnya, merasakan gelar juara Piala AFF.
Besar peluang Filipina mengukir sejarah di edisi kali ini. Selain ditangani kepala pelatih top, komposisi pemain mereka juga salah satu yang terbaik. Neil Etheridge mendapat izin dari Cardiff City untuk ambil bagian di kejuaraan ini. Nama-nama besar dan menjanjikan seperti Stephen Schrock, Javier Patino, Manny Ott, Luke Woodland, dan—tentu saja—Phil Younghusband.
"Itu turnamen yang membuat Azkals diperhatikan masyarakat Filipina," ujar Younghusband, pencetak gol penentu di Miracle of Hanoi, kepada laman web Piala AFF. "Itu turnamen di mana kami meraih sukses yang membuat orang-orang lebih tertarik kepada tim dan aku, tim, serta masyarakat Filipina berutang banyak kepada Suzuki Cup untuk perkembangan sepakbola Filipina."
"Tahun ini kami punya banyak pemain bagus, kami punya pelatih baru, kami punya banyak pengalaman di kompetisi ini—kami mencapai semifinal tiga kali dalam empat kesempatan terakhir. Target kami saat ini adalah maju selangkah lebih baik karena hanya dengan begitu kami tahu seberapa pesat perkembangan kami, dan untuk benar-benar tahu kami sudah berkembang, kami perlu lolos dari semifinal.”
Jika dua tahun silam ada 16 pemain "asing" dari 23 pemain yang dipanggil, kali ini ada 23 pemain "asing" dari 29 pemain yang mengikuti pemusatan latihan terakhir Filipina. Walau skuat akhir belum diumumkan, Filipina menunjukkan bahwa mereka akan berkompetisi dengan skuat yang lebih bernuansa pemain "asing".
Belum lagi Patino kali ini akan turut serta. Penyerang kelahiran Spanyol ini tak berlaga di Piala AFF 2016 karena tak diizinkan klub yang dibelanya, Henan Jianye. Kini penyerang berusia 30 tahun tersebut membela Buriram United, di mana Liga Thailand sudah selesai. Catatan 23 gol dari 64 laga bersama Henan Jianye menunjukkan bahwa Patino akan menjadi ancaman nyata bagi lini pertahanan lawan-lawan Filipina di Piala AFF 2018, khususnya Thailand, Timor-Leste, Singapura dan juga Indonesia.
Komentar