PKT Bontang, Petrokimia Putra, VfL Wolfsburg, dan Fujitsu FC. Klub sepakbola di bawah perusahaan bukanlah hal baru. Namun tidak semua kesebelasan yang dinaungi sebuah perusahaan memiliki kedekatan dengan warga kota di mana mereka berada. PS Warna Agung Jakarta misalnya. Disokong perusahaan cat dan tercatat sebagai jawara pertama Galatama, mereka bukanlah Pelita Jaya. Apalagi Persija Jakarta.
Ketika Jepang meluncurkan J-League sebagai liga profesional di 1993, semua kesebelasan yang punya nama korporat diminta untuk mengadopsi daerah mereka. Hingga kini Fujitsu memiliki kesebelasan sepakbola, tapi nama mereka dikenal sebagai Kawasaki Frontale. Begitu juga dengan kesebelasan-kesebelasan lainnya. Dengan kebijakan ini, warga kota mereka seperti memiliki ikatan batin. Tidak seperti bisbol.
"Bisbol adalah olahraga adu gengsi antar perusahaan. Stadion dipenuhi para pegawai dengan kerah putih dan dasi longgar mereka. Perusahaan itu yang jadi identitas mereka,” kata suporter tim nasional Jepang kepada Copa90. "Saat J-League dibentuk, atribut perusahaan harus dihapus. Nissan, menjadi Yokohama F.Marinos, Tokyo Gas FC kini dikenal sebagai FC Tokyo, dan lain-lain," tambah suporter Tim Nasional Jepang lainnya.
Ketika sepakbola di Jepang hidup karena melepas atribut perusahaan, tetangga mereka, Korea Selatan adalah kebalikannya. Perusahaan seperti LG, Hyundai, dan Samsung membuat sepakbola Korea Selatan hidup. Terutama Samsung, yang membuat kota sepakbola di Suwon.
Suwon Samsung Bluewings
Kesebelasan atas nama perusahaan sudah ada sebelum liga sepakbola profesional Korea Selatan berdiri. Suwon Samsung Bluewings sendiri merupakan kesebelasan kesembilan yang masuk dan ikut serta di kompetisi itu, alias K-League. Sebelum Suwon Bluewings dibentuk oleh Samsung pada 15 Desember 1995, sepakbola di sana sudah mengenal Pohang Steelworks dari pabrik besi, Hyundai Horang-i kesebelasan milik divisi alat berat Hyundai, atau Anyang LG yang dibangun perusahaan eletronik.
Namun dari berbagai kesebelasan itu, hanya Bluewings yang setia di tempat pilihan mereka, Suwon. Hyundai Horang-i pindah dari Incheon ke Ulsan. Anyang LG kembali ke Seoul dan kini dikenal sebagai FC Seoul. Suwon Samsung Bluewings tidak beranjak. Justru `memaksa` kesebelasan lainnya untuk pindah.
Pasalnya sebelum Samsung mendirikan Bluewings, mereka secara spesifik memilih Suwon sebagai kandang; menandatangi kesepakatan dengan walikota untuk membangun daerah dan komunitas di sana. Keputusan Samsung inilah yang mendorong K-League untuk meminta peserta lain memikirkan tempat mereka bermukim di luar kota besar.
K-League yang menggunakan sistem franchise dalam pembentukan kesebelasan peserta, awalnya hanya berpusat di kota-kota besar. Akan tetapi kerja sama Samsung dengan Kota Suwon mengubah hal tersebut. Daerah K-League mengalami ekspansi (jika bukan eksodus).
Setahun setelah Bluewings berdiri, kemudian K-League meminta semua peserta liga pindah dari kota-kota besar ke satelit seperti Suwon. Letak Suwon dengan Seoul sebenarnya mirip dengan Jakarta dan Tangerang. Tidak jauh tapi bukan berarti juga dekat. Kehadiran Suwon Samsung Bluewings membuat Hyundai di Incheon diminta pindah ke Ulsan. LG yang sudah berdiri di Seoul hijrah ke Anyang.
LG tergolong beruntung bisa kembali ke Seoul karena stadion yang dibangun di kota itu tidak ada penghuni setelah Piala Dunia 2002. Meski sempat membuat yang lain iri, LG memang sebelumnya hidup di Seoul membuat hal kepindahan itu dimaklumi. Namun, kesebelasan lainnya tetap bertahan di kota-kota satelit, mewarisi sesuatu yang diciptakan Suwon Samsung Bluewings.
Frente Tricolor
Keberhasilan Samsung membangun Suwon sebagai kota sepakbola Korea Selatan terlihat lewat dukungan fanatik Frente Tricolor. Kelompok Ultras Bluewings dikenal sebagai salah satu suporter terbaik di Asia. Copa90 menyebut mereka sebagai kelompok suporter yang penuh gairah dan inovatif.
Kelompok suporter Suwon Samsung Bluewings lahir di tahun yang sama dengan kesebelasan mereka. Saat itu namanya masih Grand Bleu. Sebagai organisasi, mereka sama dengan kesebelasan kesayangannya, yaitu sama-sama meninggalkan warisan ke dunia suporter Korea Selatan. Sorakan "Daehan Minguk!" yang kini identik dengan tim nasional Negeri Ginseng awalnya dinyanyikan oleh Frente Tricolor.
Dalam urusan mendukung, Frente Tricolor juga rajin membuat inovasi. Dari koreografi menggunakan payung hingga mengadopsi lagu "Despacito" mereka lakukan untuk Bluewings. Copa90 mengatakan bahwa Frente Tricolor rata-rata mengirim 5.000 anggota mereka untuk mendampingi kesebelasan. Padahal, pertandingan K-League tergolong sepi.
Sangat sulit untuk mencapai rata-rata 15.000 pasang mata per musim. Namun berkat Frente Tricolor, Bluewings tidak pernah kesepian. Setidaknya sejak 2011 hingga 2018, rata-rata penonton Suwon Samsung Bluewings tidak pernah keluar dari lima besar K-League.
Mereka bahkan mencatat jumlah penonton terbanyak pada 2013 (336.068) dan 2014 (372.551). Padahal pada kedua musim tersebut bukanlah jawara liga. Pada 2013 mereka ada di peringkat lima klasemen akhir K-League 1, tapi unggul dukungan yang didapat juara, Pohang Steelers, sepanjang musim (184.301). Wajar jika Frente Tricolor menjuluki diri mereka sendiri sebagai yang pertama dan terbaik di Korea Selatan.
Sebanyak 4 gelar juara K-League (1998, 1999, 2004, 2008) dan FA Cup (2002, 2009, 2010, 2016), serta dua trofi Liga Champions Asia (2000/01, 2001/02) sejauh ini berhasil dipersembahkan Bluewings kepada pendukung setia mereka.
Samsung vs LG
Bluewings mungkin bukan kesebelasan paling sukses di Korea Selatan. Namun, berkat bantuan Frente Tricolor dan kesuksesan yang mereka raih bersama legenda Korea Selatan Cha Bum-Kun, Suwon dikenal sebagai kota sepakbola. Menurut Trip Advisor, stadion Suwon adalah salah satu tempat yang perlu dikunjungi selain museum Samsung dan rumah toilet.
Hingga 2014, tercatat ada 10 kesebelasan di Korea Selatan yang dinaungi sebuah perusahaan tertentu. Tiga di antaranya berasal dari Hyundai. Akan tetapi, tidak ada yang mengubah daerah mereka menjadi gila sepakbola seperti Samsung. Andaipun ada, semua tetap diawali oleh Suwon Samsung Bluewings yang `memaksa` mereka pindah ke kota satelit.
FC Seoul bahkan masih kalah populer dari LG Twins yang juga bermain di Kota Seoul. J-League menghindari atribut korporat agar penduduk di daerah masing-masing kesebelasan dapat jadi bagian kesebelasan tersebut. LG sudah mengubah nama kesebelasannya jadi FC Seoul, namun masih harus membagi masa dengan tim bisbol mereka.
Rivalitas antara FC Seoul dan Bluewings dikenal sebagai ‘Super Match’ di Korea Selatan. Rivalitas ini sudah ada sejak FC Seoul masih bernama Anyang LG Cheetahs. Duel Samsung dan LG memang terkenal di dunia teknologi, apalagi di Korea Selatan.
Bagi penduduk Korea Selatan, LG dan Samsung sama seperti PES lawan FIFA, atau iOS dengan Android. Kantor Samsung bahkan pernah digeledah polisi setelah LG mengklaim bahwa pihak tetangga memata-matai mereka. Dalam urusan teknologi itu mungkin masalah selera.
Dari segi prestasi, FC Seoul mungkin mengungguli Bluewings dengan enam gelar juara K-League mereka. Namun Suwon Samsung Bluewings berhasil membuat sepakbola menjadi sajian utama kota, mendapat dukungan besar dari warga, sekalipun masih membawa nama perusahaan. Sesuatu yang belum dapat dicapai LG, bahkan ditakuti di negeri tetangga, Jepang.
Komentar