Oleh: Arief Hadi Prasetyo*
Liga 2 Indonesia resmi berakhir pada hari Selasa (4/12), ditutup dengan acara penghargaan juara Liga 2 yang disematkan kepada tim dari Daerah Istimewa Yogyakarta, PSS Sleman yang mengalahkan wakil Sumatera Barat, Semen Padang dengan skor 2-0. Satu tiket promosi lainnya diamankan oleh kesebelasan yang berasal dari pulau Kalimantan, yaitu Kalteng Putra. Pada babak perebutan tempat ketiga Laskar Isen Mulang mengalahkan Persita Tangerang 2-0 lewat gol yang dicetak oleh Maulana dan I Made Wirahadi.
Praktis dengan hasil ini tiga tim promosi yakni PSS Sleman, Semen Padang, dan Kalteng Putra, akan meramaikan gelaran Liga 1 Indonesia musim depan. Lalu apa target selanjutnya dari ketiga tim promosi ini?
Para suporter tentu berharap prestasi sebaik-baiknya di Liga 1 2019 nanti. Namun yang akan dihadapi oleh ketiga tim promosi adalah Liga 1, liga di mana terdapat banyak klub yang diunggulkan untuk menjadi juara. Selain itu jika dibandingkan dengan klub peserta Liga 2, klub-klub Liga 1 dapat dikatakan sudah mapan secara finansial, pengelolaan manajemen, fasilitas klub, memiliki massa suporter yang besar, pemain dan pelatih dengan gaji tinggi, serta beberapa sudah mendapat lisensi pro AFC.
Berbeda kondisinya saat mengarungi Liga 2 di mana dari 24 klub yang bersaing mendapatkan tiga tiket promosi, hanya beberapa klub saja yang dapat disebut tim papan atas dan paling diunggulkan untuk promosi di setiap tahunnya. Sebut saja Persis Solo, PSIM Jogja, Persiba Balikpapan, PSPS Riau, Persita, dan Madura FC, dan termasuk ketiga tim promosi tahun ini.
Jadi sebaiknya para tim promosi jangan dulu menargetkan juara di Liga 1 musim depan. Bertahan di Liga 1 musim 2019 akan jadi target paling realistis. Melihat kiprah tiga tim promosi Liga 2 tahun 2018 yakni Persebaya Surabaya, PSMS Medan, dan PSIS Semarang, tampaknya bertahan di Liga 1 bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Ketiganya pernah merasakan berada di zona merah meski pada akhirnya hanya PSMS Medan yang benar-benar harus terdegradasi ke Liga 2.
Perbedaan kualitas pemain antara Liga 2 dengan Liga 1 pastilah menjadi faktor utama sulitnya meraih juara Liga 1 bagi para tim promosi. Di Liga 2, setiap peserta tidak diperbolehkan menyertakan pemain asing dan hanya dibatasi memiliki 3 pemain yang berusia di atas 35 tahun. Berbeda dengan Liga 1 yang diperbolehkan mendaftarkan 3 pemain asing + 1 pemain asing warga negara anggota AFC dan untuk pemain lokal tidak dibatasi oleh usia.
Perbedaan komposisi pemain ini tentunya akan menghambat prestasi para tim promosi, tim promosi secara tidak langsung diharuskan untuk merombak keseluruhan kerangka tim menyesuaikan regulasi pemain dari Liga 1. Masuknya pemain asing juga dapat mengubah skema permainan tim yang telah dibentuk selama jalannya pagelaran Liga 2.
Atmosfer pertandingan saat melakoni laga away juga berbeda antara Liga 1 dengan Liga 2. Di Liga 2 hanya beberapa klub saja yang memiliki basis suporter besar dan selalu memadati tribun stadion saat tim kebanggaan mereka bertanding. Kapasitas stadion di Liga 2 berkisar antara 10.000-25.000 tempat duduk, itu pun jarang dipenuhi oleh penonton.
Berbeda jauh dengan kandang salah satu kontestan Liga 1, Persebaya Surabaya yang mampu menampung hingga 50.000 penonton di stadion Gelora Bung Tomo. Belum lagi rekor penonton terbanyak yang ditorehkan oleh Persija Jakarta saat matchday terakhir melawan Mitra Kukar di Stadion Utama Gelora Bung Karno yang dihadiri sebanyak 68.873 penonton.
Bayangkan apa jadinya jika sebuah tim promosi masih menggunakan sebagian besar pemainnya yang berlaga di Liga 2 dengan atmosfer yang boleh dibilang “sepi”, kemudian dihadapkan dengan pertandingan away di kandang tim dengan basis suporter yang besar. Mental pemain benar-benar akan diuji.
Selain faktor atmosfer pertandingan di kandang lawan, faktor kelelahan saat perjalanan melakoni laga away pastinya akan lebih terasa. Sistem kompetisi Liga 2 terbagi menjadi dua wilayah yakni barat dan timur serta masing-masing wilayahnya hanya terdiri dari 12 tim. Dengan pembagian wilayah ini tentunya perjalanan sebuah tim untuk melakoni laga tandang tidak terlalu rumit. Berbeda dengan Liga 1 yang tidak menggunakan sistem pembagian wilayah, sebuah tim diharuskan melakoni laga tandang ke seluruh penjuru Indonesia mulai dari pulau Sumatera yang diwakili Semen Padang hingga ke Papua dengan wakilnya Persipura Jayapura dan Perseru Serui. Biaya yang harus dikeluarkan sebuah tim untuk melakoni laga tandang di Liga 1 pastinya berkali lipat lebih banyak daripada saat melakoni laga tandang di Liga 2.
Tentunya persiapan manajemen dalam mengarungi Liga 1 akan lebih sulit. Tidak hanya persiapan tim utama saja, manajemen dari tim promosi Liga 2 juga diharuskan mempersiapkan tim dengan kelompok usia tertentu, seperti U-16, U-19, dan U-21. Jika para tim promosi sudah memiliki tim pada kelompok usia tertentu maka beban manajemen dalam mengarungi Liga 1 2019 akan sedikit berkurang, namun jika para tim promosi belum memiliki tim dengan kelompok usia tertentu, pastinya akan menjadi sedikit hambatan bagi manajemen dalam mempersiapkan tim utama.
Jika dirasa untuk sekedar bertahan di Liga 1 merupakan target yang terlalu mudah bagi tim promosi, maka para tim promosi patut mencoba target lainnya yang masih tergolong realistis namun levelnya lebih susah, yakni unbeaten (tak terkalahkan) di kandang sendiri. Pada musim ini hanya 3 tim Liga 1 yang berhasil mencatatkan rekor itu, ketiga tim tersebut adalah Arema FC, Barito Putera, dan Persela Lamongan. Arema FC berhasil mengamankan 39 poin di kandang sendiri hasil dari 11 kemenangan dan 6 kali hasil imbang, sedangkan Persela Lamongan memperoleh 37 poin, dan Barito Putera 35 poin.
Jika sebuah tim bisa sapu bersih poin di kandang sendiri, tentu peluang menjadi juara terbuka sangat lebar. Persija Jakarta sang kampiun musim ini hanya berhasil mengumpulkan 62 poin, sedangkan total poin maksimal yang dapat diraup di kandang sendiri sebanyak 51 poin atau hanya terpaut 11 poin dari jawara Liga 1 2018.
Namun sepakbola bukanlah hitungan matematis, banyak faktor yang bisa mempengaruhi kinerja tim di lapangan. Menjaga kesucian kandang sendiri tentu tidaklah mudah, perlu kerjasama dari semua pihak terutama suporter tuan rumah yang memikul tugas utama dalam meneror pemain lawan, tentunya meneror dengan aksi-aksi kreativitas dan chants pembakar semangat tim sendiri.
Bertahan di Liga 1 dan unbeaten di kandang sendiri merupakan target paling realistis yang bisa dicanangkan oleh tim promosi, sambil membangun kekuatan untuk menarget gelar juara di musim kompetisi selanjutnya. Namun semua dikembalikan kepada stakeholder dari masing-masing pihak tim dengan berbagai pertimbangan yang ada.
foto: liga-indonesia.id
*Penulis merupakan fans Liga Indonesia kemarin sore yang tim daerah asalnya terdampar di Liga Nusantara. Bisa dihubungi lewat akun Twitter di @prasetyo27
**Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis melalui kolom Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis
Komentar