Andi Darussalam Tabusalla (ADT) memang tidak pernah menjadi Ketua Umum PSSI. Namun siapa pun yang mengikuti sepakbola Indonesia dalam tiga dekade terakhir pasti mengenal sepak terjangnya.
ADT mungkin tidak setenar Nurdin Halid, tapi ia jauh lebih lama terjun dalam sisik melik sepakbola. Masih ingat nama Nugraga Besoes, sekjen PSSI terlama yang sudah berkiprah sejak 1980an hingga awal 2010an? Nah, ADT sudah berkiprah di lingkaran inti sepakbola Indonesia sejak zaman itu.
Pemerhati sepakbola Indonesia juga pasti akrab dengan nama Nirwan D. Bakrie, salah satu orang kaya yang paling lama berkutat di sepakbola Indonesia. Lagi-lagi, nama ADT ada di sana. ADT dan Nirwan Bakrie ini beriringan bukan hanya dalam penuntasan kasus Lapindo, misalnya, tapi juga dalam sepakbola. Bahkan masuknya Nirwan ke sepakbola Indonesia juga atas andil ajakan ADT ini.
Karier ADT di dunia olahraga dimulai dari Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi). Ia mulai muncul di sepakbola pada awal dekade 1980an saat menangani Makassar Utama, klub di era kompetisi semi-pro Galatama. Namanya terus merayap naik terutama saat menyebut beberapa nama dari klub Caprina yang dianggap terlibat pengaturan skor di Galatama pada 1984. Dari sanalah ia akhirnya masuk ke pusaran inti sepakbola Indonesia dengan menjadi sekretaris Galatama.
Sejak itu, juga karena relasinya dengan Nirwan, karier ADT tak terhentikan di sepakbola. Puncaknya, pada akhir dekade pertama 2000an, ia menjadi salah satu dari triumvirat sepakbola: Nurdin Halid, Nirwan Bakrie, dan ADT. Spesifikasi utamanya: menjadi operator liga.
Pengalaman di Galatama membuatnya dipercaya merancang Badan Liga Indonesia, cikal bakal Indonesia Super League (ISL) —yang kini sudah menjadi Liga 1— pada pertengahan 2000an. Dia pula yang merancang Badan Liga Amatir (BLA) untuk kompetisi di level bawah. Siapa yang dia percaya untuk menangani BLA? Joko Driyono. ADT sendiri pernah mengakui bahwa dirinya menganggap Jokdri sebagai adik sendiri.
Joko Driyono kini menjadi orang kuat di kancah sepakbola Indonesia. Setelah berkutat di PT Liga Indonesia yang menjadi operator liga, kini ia menjabat Wakil Ketua Umum PSSI (selain memiliki saham di Persija Jakarta). Bahkan dirinya sempat menjadi pelaksana tugas Ketua Umum PSSI ketika Edy Rahmayadi cuti untuk kampanye Pemilihan Gubernur Sumatera Utama. Singkatnya: jejak ADT masih ada sampai saat ini meski ADT tidak lagi terlihat di jajaran pengurus liga.
ADT tidak terlibat lagi dengan kepengurusan PSSI dan PT Liga Indonesia sejak 2011. Jabatan terakhirnya adalah Direktur Utama PT Liga Indonesia. Saat dirinya mundur, Jokdri sudah menjabat CEO PT Liga, sementara Tigor Shalom di posisi Sekjen. Dua sosok ini masih beredar di lingkaran kepengurusan sepakbola Indonesia saat ini. Ketika mundur, PSSI saat itu pun sedang kacau.
"Banyak hal.... Puluhan tahun saya di sepakbola, mulai dari kepengurusan Pak Kardono, Pak Azwar Anas, Pak Agum Gumelar, dan Pak Nurdin Halid, tapi baru kali ini saya mengalami keadaan begini. Tidak ada persahabatan di dalamnya. Semua pihak bilang ini jelek, ini yang paling bagus. Ini menyedihkan. Pers saja terkoyak-koyak," ujar ADT ketika membeberkan alasannya mundur dari kepengurusan sepakbola nasional.
ADT sebenarnya tidak sepenuhnya menghilang. Pada 2015 dirinya terlibat dalam penyelesaian konflik dualisme kepemilikan Arema. Nama ADT juga hampir selalu muncul saat isu pengaturan skor melanda sepakbola Indonesia, termasuk isu pengaturan skor yang ramai diperbincangkan belakangan ini. Tak heran juga muncul pengakuan bahwa ADT dan Jokdri diduga terlibat ajakan pengaturan skor yang melibatkan PS Ngada NTT beberapa waktu lalu. ADT sendiri terbiasa dengan dugaan keterlibatan pengaturan skor ini karena beberapa kali diberitakan terlibat sejak era 1980an.
ADT akan berbicara di televisi bersama Mata Najwa mengenai isu paling panas: mafia sepakbola, mafia pengaturan skor. Cukup menarik dinantikan karena ini jadi kali pertama mantan manajer Timnas Indonesia ini bersedia berbicara di televisi, bahkan disiarkan secara langsung.
foto: pssi.org
Komentar