Kehadiran penyerang sekaliber Cristiano Ronaldo ke Juventus sepertinya membuat para penyerang Si Nyonya Tua waswas pada bursa transfer musim panas 2018. Satu slot di lini depan dipastikan akan jadi milik Ronaldo. Benar saja, Gonzalo Higuain langsung hijrah ke AC Milan. Tapi bagi Mario Mandzukic, kehadiran kapten timnas Portugal itu justru membuatnya semakin menjadi andalan Juventus di lini depan.
Hampir di sepanjang musim 2017/18, pelatih Juventus, Massimiliano Allegri, menempatkan Mandzukic sebagai wide target man dalam formasi 4-2-3-1. Dengan peran tersebut Super Mario dipuja dan dipuji sebab dinilai mampu melaksanakan tugasnya dengan baik di sisi kiri Juventus. Tak seperti pemain sayap kebanyakan yang menuntut kecepatan dan akselerasi, Allegri memanfaatkan determinasi dan fisik Mandzukic untuk melakukan tekanan dan covering di sisi kiri.
Tapi peran baru Mandzukic itu membuat kesempatan mencetak golnya tereduksi. WhoScored mencatat rataan tembakan Mandzukic pada dua musim terakhirnya di Juventus mencapai 1,6 tembakan per pertandingan. Catatan yang lebih rendah dibanding saat membela Atletico Madrid dan Bayern Muenchen. Di musim terakhir bersama Atleti, 2,5 tembakan, sementara di Bayern sampai mencatat 3,7 tembakan. Di kedua kesebelasan tersebut, Mandzukic memang dijadikan lone striker dan difungsikan sebagai ujung tombak.
Catatan tersebut berbanding lurus dengan gol yang diciptakan Mandzukic. Bergabung Juventus sejak musim 2015/16, penyerang yang kini berusia 32 tahun tersebut "hanya" mencetak 34 gol dalam 129 penampilan sebelum musim ini dimulai. Bandingkan saat ia menjadi target man di klub sebelumnya; mencetak 48 gol dalam 88 kali berseragam Bayern Muenchen serta menceploskan 20 gol dari 43 pertandingannya saat bermain untuk Los Rojiblancos.
Paling kentara terlihat dari jumlah gol Mandzukic di liga. Di Serie A, dalam dua musim terakhir, gol Mandzukic tak menyentuh dua digit (musim lalu 5 gol). Di musim pertamanya pun "hanya" 10 gol. Padahal dalam tiga musim berlaga di Serie A, jumlah laga dimainkan Mandzukic mencapai 93 pertandingan. Di Bayern dan Atleti, golnya selalu mencapai dua digit. Bahkan di musim pertamanya bersama Bayern mencapai 15 gol dalam 24 pertandingan.
Mandzukic memang bukan lagi penyerang utama di Juventus. Sebelum jadi wide target man pada musim lalu, dirinya juga harus mulai terbiasa dipasang sebagai tandem salah satu penyerang Juve dalam pola 3-5-2. Jika pun dipasang sebagai penyerang tengah, dia pun lebih sering dimainkan sebagai pemain pengganti.
Jelang akhir musim 2017/18, sebelum isu kedatangan Ronaldo muncul, Mandzukic sempat diisukan hengkang. Dikutip dari Calciomercato.com yang bersumber dari Rai Sport, pemain yang pernah membela Wolfsburg ini diisukan ingin kembali ke posisi penyerang tengah. Apalagi setelah Ronaldo datang, persaingan di lini depan jelas menjadi lebih ketat.
Tapi tampaknya penampilan impresif Mandzukic yang mampu membawa Kroasia ke final Piala Dunia 2018 jadi penentu nasibnya di Juve. Dalam formasi 4-2-3-1 dan 4-1-4-1, Mandzukic merupakan pucuk serangan tim di lini depan Kroasia. Selain mencetak tiga gol dan satu asis di sepanjang turnamen, dengan kekuatan fisik dan staminanya dalam taktik counter-pressing besutan Zlatko Dalic, ia menjadi orang pertama yang akan menekan pemain lawan sejak bola berada di daerah pertahanan musuh. Gol ke gawang Perancis pada final Piala Dunia 2018 lahir pada momen pressing ini.
Singkatnya, di usianya yang sudah melewati kepala tiga, Mandzukic membuktikan diri bahwa dirinya masih memiliki stamina yang prima dan penyelesaian akhir yang tajam.
Di musim ini Juventus memulai musim dengan beberapa alternatif formasi. Awalnya Mandzukic kembali ditempatkan di sayap kiri seperti musim lalu. Namun, setidaknya dalam empat pertandingan terakhir, Allegri mulai nyaman menggunakan formasi 4-3-3 dengan Mandzukic sebagai ujung tombak. Ronaldo yang sebelumnya disiapkan sebagai penyerang tengah, sebagaimana Higuain kehilangan tempatnya, perlahan ditempatkan di sayap kiri. Paulo Dybala juga mesti beradaptasi di pos sayap kanan.
Mandzukic sebenarnya tetap dengan catatan statistik yang tak jauh berbeda dengan dua musim terakhir soal peluang yang dimilikinya; 1,5 tembakan per laga. Jumlah tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan Ronaldo (7) dan Dybala (2,3). Tapi bedanya, dengan operasi permainannya yang di tengah, peluang yang didapatkan Mandzukic kini benar-benar dekat dengan gawang lawan.
Hal itu terbukti dengan proses gol-golnya musim ini. Golnya ke gawang Lazio, Parma, dan SPAL musim ini dicetak lewat eksekusi tendangan jarak dekat, di sekitar kotak kecil kiper. Kelebihan Mandzukic dalam memanfaatkan bola liar seperti yang ditunjukkannya di Piala Dunia 2018 pun membuat dirinya bisa mencetak gol lewat kemelut hasil peluang Ronaldo (seperti gol ke gawang Lazio dan SPAL).
https://twitter.com/mfbnproject/status/1033648193005932544
Kelebihan Mandzukic lain adalah aspek duel udaranya. Catatan keunggulan duel udaranya mencapai 3,1 per laga, tertinggi di Juventus, bahkan unggul dari Medhi Benatia (3) dan Giorgio Chiellini (2) yang berposisi sebagai bek.
Keunggulan pemain bertinggi 190cm ini menjadi alternatif bagi serangan Juve. Jika Ronaldo dan Dybala mengancam gawang lawan dengan akselerasi dari sayap yang menusuk ke kotak penalti atau sekitar kotak penalti, Mandzukic andal dalam menyambut umpan-umpan silang. Saat artikel ini ditulis, total 8 gol yang dikemasnya di Serie A, setengahnya diciptakan lewat kepala.
https://twitter.com/JuveGIFs/status/1061705730728828930
Menariknya, jumlah 8 gol yang dicetak dalam 14 penampilan Mandzukic itu sudah melampaui catatan golnya di Serie A dalam dua musim terakhir. Kehadiran Ronaldo nyatanya memberi berkah baginya. Toh, Ronaldo pun tercatat mencatatkan tiga asis untuk gol Mandzukic.
Selain itu, Mandzukic juga kerap menciptakan gol-gol penting. Golnya ke gawang Napoli (2), Valencia, Inter dan AS Roma merupakan gol-gol penentu kemenangan Juventus. Bersama Kroasia, di Piala Dunia, Mandzukic mencetak gol penyama kedudukan di perempat final (melawan Denmark), gol kemenangan atas Inggris di semi-final, dan gol (juga gol bunuh diri) di babak final.
***
Ronaldo fantastis, seperti biasa. Namun Mandzukic adalah pengecualian. Mandzukic dapat diandalkan dalam momen apapun. Atas kemampuannya, tak heran Mandzukic mendapatkan tempat utama di lini depan Juventus. Allegri juga tak akan bosan memuji pemain berusia 32 tahun ini.
“Mario adalah pemain yang hebat,” ujar Allegri pada Sky Italia saat satu golnya mempecundangi Inter Milan (07/12). Pujian itu kembali diberikan ketika gol Mandzukic membuat Juve mengalahkan AS Roma (23/12).
"Dia pemain penting karena punya kombinasi fisik dan teknik. Dia pemain yang sangat pemurah dan begitu membantu kami. Dengan karakteristik yang dimilikinya itu, Mario adalah pemain yang luar biasa."
Saat artikel ini ditulis, Juventus kabarnya bersiap memperpanjang kontrak Mandzukic yang sebenarnya baru akan berakhir pada 2020 mendatang. Jika kontrak baru itu benar-benar disodorkan manajemen Juve, itu semakin menjadi bukti bahwa kehadiran Ronaldo tetap tak menggubris statust Mandzukic sebagai pemain penting di lini depan Juventus.
Komentar