Internazionale Milan resmi dijatuhi hukuman dua laga kandang tanpa penonton menyusul tindakan rasis yang dilontarkan kepada bek tengah Napoli, Kalidou Koulibaly, pada pekan ke-18 Serie A yang mempertemukan kedua tim, Rabu (26/12). Selain itu, tribun Curva Nord juga akan ditutup selama tiga laga kandang dilangsungkan dengan alasan sebagian besar nyanyian rasis berasal dari tribun yang ditempati oleh ultra garis keras Inter tersebut.
“Inter Milan telah dihukum dengan dua pertandingan secara tertutup setelah penyalahgunaan rasial yang ditujukan pada pemain belakang Napoli, Kalidou Koulibaly,” demikian bunyi pernyataan resmi Federasi Sepakbola Italia (FIGC). Itu artinya, pendukung Inter dilarang memasuki stadion Guiseppe Meazza pada laga Coppa Italia menghadapi Benevento Calcio, Senin (14/1) dini hari WIB dan pekan ke-20 Serie A menjamu Sassuolo, Minggu (20/1) dini hari WIB.
Selain itu, pihak berwenang juga masih menyelidiki tindak kekerasan yang berlangsung sebelum laga digelar. Menurut laporan Talk Sport, terdapat satu pendukung Inter yang tewas ditabrak mobil van. Pendukung Inter tersebut sempat dilarikan ke rumah sakit sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya. Kericuhan sebelum laga itu juga menelan korban lain, yakni empat pendukung Napoli yang menderita luka berat akibat ditusuk benda tajam.
Tindakan rasisme memang bukan menjadi hal yang baru di Italia. Pada tahun 2013 silam, Mario Balotelli yang kala itu berseragam AC Milan pernah diteriaki dengan sebutan ‘monyet’ oleh pendukung Inter. Inter pun kemudian dijatuhi hukuman denda senilai 50 ribu euro. Menjelang akhir musim 2016/17, Antonio Rudiger yang kala itu berseragam AS Roma juga pernah menjadi sasaran rasisme pendukung Lazio. Selain dua kasus di atas, masih banyak lagi insiden rasisme di Italia yang sudah terjadi selama bertahun-tahun.
Ketua Umum FIGC, Gabrielle Gravina, kehilangan kesabarannya. Masih melansir dari sumber yang sama, Gravina dikabarkan akan menggelar pertemuan darurat dengan Wakil Perdana Menteri Italia, Matteo Salvini dan perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri Italia. Gravini mengungkapkan bahwa dirinya akan memberi usulan mengenai pengubahan Undang-Undang yang mengatur tindakan rasisme. “Adalah niat saya untuk mengusulkan mengubah peraturan agar menjadikannya lebih lebih mudah diterapkan,” ujarnya melalui laman resmi FIGC.
“Sekarang cukup, apa yang terjadi di hari-hari terakhir tidak lagi bisa ditoleransi. Sepakbola adalah warisan pendukung sejati dan karenanya harus dipertahankan oleh semua orang yang menggunakannya sebagai alat untuk menciptakan ketegangan.”
Mantan manajer Inter yang sekarang menangani Torino, Walter Mazzari, turut berkomentar mengenai tindakan rasis yang seolah sulit dihilangkan di Italia. Menurutnya, pendidikan pada usia dini dapat berperan untuk meminimalisasi tindakan rasis.
“Kita harus benar-benar keras kepala ketika rasisme datang. Ini masalah sosial, kita harus mulai dari sekolah dasar, dengan guru yang harus membekukan anak-anak yang menunjukkan tanda-tanda intoleransi,” ujarnya seperti dilansir Football Italia.
Senada dengan Mazarri, manajer Juventus, Massimilano Allegri, juga memiliki pandangan serupa. "Ada yang hilang di Italia, kami kehilangan sedikit pendidikan dan rasa hormat. Bukan hanya sepakbola. Kita harus berada di sekolah, dari 100 orang 70 atau 80 akan berada di jalan yang benar, tetapi ini adalah sesuatu yang kita semua perlu lakukan bersama.”
foto: Panorama
[ham/ar]
Komentar