Oleh: Servanda Aprilado Ananda Ganda Budi*
Semua pesepakbola di dunia berhak memiliki kesempatan untuk membuktikan kemampuannya di atas lapangan hijau, tak terkecuali Ryan Fraser. Pemain berkebangsaan Skotlandia saat ini bermain untuk salah satu kesebelasan di Liga primer Inggris, AFC Bournemouth. Dia sudah memperkuat Bournemouth sejak 2013 atau sejak dia masih berusia 19 tahun.
Fraser ditebus oleh Bournemouth dari Aberdeen pada 18 Januari 2013 dengan biaya sebesar 400 ribu paun. Di Aberdeen ia hanya tampil sebanyak 22 kali tanpa sekalipun mampu mencetak gol ke gawang lawan. Torehan tersebut tentu tidak istimewa bagi seseorang yang akan bermain di liga yang dianggap paling keras dan kompetitif di dunia.
Benar, karena pencapaiannya yang tak cukup istimewa di Aberdeen, mengharuskannya “disekolahkan” terlebih dahulu oleh Bournemouth ke Ipswich Town pada musim 2015/16. Catatannya lumayan. Dari 17 pertandingan yang dimainkan, ia berhasil mencetak empat gol dan membantu kesebelasannya menyelesaikan musim di posisi ketujuh klasemen akhir Divisi Championship.
Setelah masa peminjamannya di Ipswich berakhir, Fraser kembali ke pangkuan Bournemouth untuk musim kompetisi 2016/17. Musim tersebut namanya mulai mencuat ke permukaan kala kesebelasannya menjamu pemilik 18 gelar Liga Inggris, Liverpool. Bermain di Dean Court (kandang Bournemouth), kesebelasan tuan rumah mampu tampil mengejutkan dan berhasil mengakhiri laga dengan kemenangan dramatis, 4-3.
Mungkin itu adalah pertandingan yang paling tidak terlupakan bagi seorang Ryan Fraser. Selain kemenangan yang dramatis, ia memiliki peran yang sangat besar di pertandingan tersebut. Masuk sebagai pemain pengganti pada menit ke-55, pemain bernomor punggung 24 ini berperan atas lahirnya tiga gol Bournemouth.
Sebelum ia masuk ke lapangan, Bournemouth tertinggal dua gol atas Liverpool melalui gol Sadio Mane dan Divock Origi. Setelah Fraser masuk, semuanya berubah total!
Berkat pergerakannya di kotak penalti Liverpool, wasit memberikan hadiah penalti kepada kesebelasan tuan rumah. Eksekusi Callum Wilson berhasil memangkas jarak menjadi 1-2. Liverpool sempat menjauh lagi dengan tendangan dari luar kotak penalti Emre Can, skor 1-3 untuk keunggulan Liverpool. Bournemouth setidaknya membutuhkan 3 gol lagi untuk memenangkan pertandingan, dan berkat peran besar Ryan Fraser, mereka berhasil melakukannya.
Pada menit ke-76, Fraser berhasil mencetak gol memanfaatkan umpan dari Benik Afobe di dalam kotak penalti lawan. Dua menit kemudian, giliran Fraser yang memberikan umpan matang di sisi kiri pertahanan Liverpool. Umpannya disambar dengan baik oleh rekannya, Steve Cook.
Pada akhirnya pertandingan diakhiri oleh sepakan penentu kemenangan oleh Nathan Ake. Secara singkat pertandingan tersebut sebagai pertanda bahwa di kemudian hari nama Ryan Fraser akan lebih dikenal oleh penggemar sepakbola.
Musim tersebut diakhirinya dengan catatan tiga gol dan lima asis dari 28 pertandingan dengan mengemas 1764 menit bermain di Liga Inggris. Ia berhasil mencatatkan 24 tembakan dengan 12 di antaranya tepat sasaran, itu artinya shoots accuracy-nya mencapai 50%. Ia menciptakan 670 umpan dan melakukan 122 kali crossing dengan cross accuracy mencapai 19%. Musim yang cukup baik untuk seorang debutan seperti Ryan Fraser.
Musim berikutnya yaitu musim 2017/18, pemain bertinggi 163 cm ini bermain dalam 26 pertandingan dengan catatan lima gol dan tiga asis dengan mengemas 2003 menit bermain. Jumlah golnya pada musim tersebut meningkat namun jumlah asisnya menurun dengan menit bermain yang lebih banyak. Di musim ini, Fraser mencatatkan jumlah tembakan mencapai 30 shoots yang lebih banyak dari musim sebelumnya (24 shoots) namun akurasinya menurun, hanya 40%. Jumlah umpannya meningkat menjadi 816 kali dan melakukan 138 crossing dengan akurasi mencapai 25%.
Artinya penampilan Ryan Fraser selama dua musim terakhir terbilang konsisten bahkan grafiknya cenderung naik, sehingga cukup membuat para pendukung Bournemouth optimis untuk menatap musim berikutnya. Di dua musim awalnya di Liga Inggris, Fraser membantu Bournemouth finis di peringkat kesembilan dan peringkat ke-12 klasemen akhir.
Benar saja, musim 2018/2019 ternyata menjadi musim terbaiknya di Liga Inggris, setidaknya jika mengacu pada 21 pekan yang telah dilewati. Musim ini bahkan ia tak pernah absen membela “The Cherries” di Liga Inggris, ia berarti sudah memainkan 21 pertandingan. Musim belum berakhir, catatan golnya sudah menyamai musim-musim sebelumnya, yaitu lima gol. Bahkan musim ini ia mencatatkan asis yang jauh lebih banyak ketimbang total dua asis musim lalu. Musim ini Fraser telah mengemas sembilan asis di kompetisi tertinggi tanah Britania.
Statistik bermainnya pun terbilang sangat luar biasa pada musim ini. Ia sudah melakukan 26 kali tembakan ke gawang lawan dengan 13 di antaranya tepat sasaran. Jumlah passing-nya kini sudah mencapai 644 dan sudah melakukan 120 kali crossing dengan cross accuracy mencapai 30%, naik dari dua musim sebelumnya. Di musim ini pula kemampuan kedua kakinya terlihat lebih seimbang di mana ia mencatatkan 3 gol dengan kaki kanan dan 2 gol dengan kaki kiri.
Jika dilihat dari gaya bermain, kemampuan versatile, statistik berupa gol atau pun asis bisa disimpulkan bahwa dari pertama kali kemunculannya di Liga Inggris, Fraser bukanlah pemain sembarangan. Meskipun awal kariernya di Bournemouth tidak berjalan mulus, namun pemuda Skotlandia ini benar-benar mampu menjawab keraguan publik sepakbola, khususnya fans Bournemouth.
Kerja keras dan bakat yang ia miliki sepertinya akan mengantarkan pemain berposisi natural sebagai winger ini menjadi salah satu pemain top di Liga Inggris, bahkan dunia. Setelah ia memutuskan meninggalkan kampung halamannya dengan menuju ke Liga yang jauh lebih kompetitif, ia tak serta merta mendapat tempat di skuad atau pun hati fans Bournemouth. Terbukti sejak kedatangannya di tahun 2013, ia belum sekali pun mencicipi atmosfer Liga Inggris sebelum akhirnya dipinjamkan ke Ipswich Town dan kemudian baru setelah itu ia berhasil mencicipi kerasnya Liga Inggris di musim 2016/2017.
Sejak pertama kali menunjukkan eksistensinya di Liga Inggris, namanya tak terlalu banyak diperbincangkan. Bahkan hingga saat ini pun nama Ryan Fraser tak terlalu ramai menghiasi bursa transfer musim dingin. Perbincangan tentang kehebatannya pun terbilang sangat sepi jika dibandingkan dengan pemain seusianya. Padahal ia sudah berusia 24 tahun, sudah sepantasnya ia memperkuat tim yang jauh lebih besar karena kemampuannya sangat pantas untuk mendapatkan hal tersebut.
Fraser pantas jika bermain untuk kesebelasan sekelas Arsenal, MU, Liverpool, City, Tottenham, ataupun Chelsea. Bahkan jika ia memutuskan untuk bergabung dengan tim raksasa Eropa di luar Liga Inggris pun juga pantas, asal ia memiliki mental yang kuat dan konsistensi menjaga performa.
Musim ini performa Fraser terus meningkat, sehingga tinggal menunggu waktu ke mana tujuan Ryan Fraser berikutnya. Tentu Bournemouth bukanlah tim yang jelek, namun Fraser pantas mendapatkan yang lebih.
*Penulis merupakan mahasiswa ilmu komunikasi UMY. Bisa dihubungi lewat akun Twitter @servandaapril
**Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis melalui kolom Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis.
Komentar